Masalah ini berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan psikologis, terutama di saat-saat sakral ibadah haji.Â
Menyadari pentingnya aspek kebersamaan keluarga dalam beribadah, pihak Kementerian Agama melalui koordinasi dengan pimpinan syarikah telah mengupayakan agar pasangan yang terpisah bisa digabungkan kembali pada saat puncak pelaksanaan haji.
Langkah ini menunjukkan bahwa penyelenggara haji tidak hanya fokus pada aspek teknis dan fisik, tetapi juga memperhatikan dimensi emosional dan spiritual jemaah.Â
Komunikasi yang intensif dan pendekatan persuasif dilakukan agar pihak penyedia layanan memahami konteks budaya dan kebutuhan psikososial jemaah Indonesia.
Fase Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) merupakan rangkaian ibadah puncak yang sangat krusial.Â
Kepala Bidang Perlindungan Jemaah sekaligus Kepala Satuan Operasi Armuzna, Harun Arrasyid, menegaskan bahwa petugas akan fokus penuh dalam mengawal fase ini, terutama di Mina yang dikenal padat dan dinamis.
Banyak aspek yang menjadi perhatian: mulai dari kelancaran arus pergerakan jemaah, penyediaan makanan dan air, pemisahan jemaah lansia dan disabilitas, hingga distribusi tenaga medis di titik-titik rawan.Â
Fase ini kerap menjadi ujian paling berat karena waktu ibadah yang panjang, cuaca ekstrem, serta kondisi fisik jemaah yang mulai menurun.Â
Oleh karena itu, penguatan logistik dan koordinasi lintas sektor sangat diperlukan.
Salah satu kekuatan utama dalam penyelenggaraan haji adalah hubungan bilateral yang kuat antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi.Â
Koordinasi dengan pihak syarikah, sebagai penyedia layanan lokal, memainkan peran vital dalam menjamin mutu pelayanan.Â