Namun, deteksi amonia saja tidak cukup, sebab senyawa ini juga berkaitan dengan kondisi medis lain seperti penyakit hati dan gangguan gastrointestinal.Â
Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi sensor yang mampu mendeteksi kombinasi metabolit secara spesifik, untuk membedakan CKD dari gangguan kesehatan lain.
Integrasi Sensor dalam Masker Bedah
Menjawab tantangan tersebut, tim peneliti yang dipimpin oleh Corrado Di Natale berhasil mengembangkan sensor kimia yang mampu mengidentifikasi tanda-tanda CKD melalui napas.Â
Inovasi ini tidak hanya terletak pada kepekaan sensor terhadap senyawa target, tetapi juga pada integrasi perangkat ini ke dalam bentuk masker bedah yang familiar bagi masyarakat.
Sensor napas ini dibuat dengan melapisi elektroda perak menggunakan polimer konduktif yang dimodifikasi secara kimiawi dengan porfirin.Â
Porfirin merupakan molekul yang sangat sensitif terhadap senyawa volatil.Â
Modifikasi ini menghasilkan lapisan fungsional yang mampu merespons kehadiran metabolit dengan perubahan resistansi listrik yang dapat diukur secara akurat.
Elektroda yang telah dilapisi tersebut kemudian disisipkan di antara lapisan masker medis sekali pakai.Â
Kabel kecil menghubungkan sensor dengan perangkat elektronik mini yang mencatat sinyal perubahan resistansi.Â
Dengan pendekatan ini, masker tidak hanya menjadi alat pelindung, tetapi juga perangkat diagnostik portabel.