Mohon tunggu...
Harjo
Harjo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Harjo, Naturalist

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apakah Teori Evolusi (Masih) Layak Dipercaya? (Evaluasi dari Aspek Homologi)

20 Januari 2014   22:28 Diperbarui: 4 April 2017   17:40 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13902312151404498006

Homologi tidak bisa dibuktikan, homologi selalu merupakan hasil penarikan kesimpulan. -Ernst Mayr

Organ Homologi, Sumber: http://www.bio.miami.edu/

Dalam artikel saya sebelumnya sudah dijelaskan alasan penolakan saya terhadap teori evolusi ditinjau dari bukti-bukti Paleontologi. Seperti biasa, pembahasan teori evolusi akan menuai pro dan kontra. Tetapi itu wajar, sebagai sebuah teori yang dikatakan “ilmiah” tentu terbuka untuk diperdebatkan. Dari perdebatan itu akan menjadi pembelajaran bagi orang yang ingin mendalami lebih lanjut teori tersebut. Semua pertanyaan sudah ditanggapi, tinggal menyisakan satu pertanyaan dari seorang kompasianer, Rahmad Agus Koto, alumni Jurusan Biologi, Universitas Sumatra Utara. Sengaja saya menahan jawaban, karena akan terlalu panjang jika dijawab dalam kolom komentar tersebut. Saya berinisiatif untuk menjawabnya dalam bentuk artikel terpisah. Artikel ini juga sekaligus menjawab pertanyaan yang sama dari artikel yang dibuat oleh yang bersangkutan pada blog pribadinya, di sini:  http://kompasiana.com/ajuskoto

Inti pertanyaan tersebut sebagai berikut:

“... Struktur Homolog adalah struktur yang mirip dengan fungsi yang relatif berbeda. Pertanyaan yang sangat jelas dalam hal ini adalah mengapa struktur tersebut begitu miripnya?. Biologi evolusi memberikan penjelasan bahwa kemiripan karakter biologis tersebut karena berasal dan mereka peroleh dari leluhur yang sama ...”

[-Rahmad Agus Koto-]

Sebelum saya jawab pertanyaan tersebut, saya akan jelaskan lebih dulu apa itu homologi.  Sebab saya yakin tidak semua orang tahu istilah ini kecuali mereka yang pernah kuliah di Jurusan Biologi Evolusi. Kebanyakan orang tahu teori evolusi hanya dari kulitnya saja, karena memang dipelajari sekilas di sekolah menengah atas. Walaupun hanya tahu kulit, banyak yang mempercayai teori ini sebagai kebenaran ilmiah.

Istilah homologi ini muncul dari seorang ahli morfologi tipologis, Richard Owen. Dia mendefinisikan homologi, “sebagai organ sama pada hewan berbeda dengan beragam bentuk dan fungsi”.  Selanjutnya mulai digunakan pada abad ke-18, oleh seorang ahli ilmu hayat, Comte Buffon. Ketika itu dia membandingkan struktur morfologi anatomi antara kuda, keledai, dan zebra. Homologi menempati urutan kedua dari bukti-bukti evolusi seperti yang ditunjukan oleh John W. Kimball, dalam buku Biologi Jilid 3 (hlm 764). Sedangkan Neil A. Campbell dalam judul yang sama, menempatkannya pada urutan ketiga (hlm 16).

Kimball menyatakan, bahwa, “Keanekaragaman anggota tubuh depan mamalia merupakan salah satu contoh dari organ homologi. Hal ini tidak begitu mengherankan mengingat “kepercayaan” kita bahwa semua organisme pada suatu waktu dalam sejarah evolusinya mempunyai moyang yang sama”. Sengaja saya tulis miring pada kata “kepercayaan”, sekedar menunjukan bahwa keturunan nenek moyang yang sama ternyata hanyalah sebuah kepercayaan, bukan berdasarkan bukti ilmiah. Sebagai sebuah kepercayaan, tentu ada yang menerima, ada juga yang menolak. Saya termasuk orang yang menolak, tentu dengan segudang beberapa alasan yang akan saya jelaskan.

Lalu, bagaimana dengan bukti homologi yang disodorkan oleh kedua buku teks Biologi tadi yang diajarkan di perguruan tinggi? Menurut saya itu bukan bukti, bahkan Ernst Mayr sendiri yang notabene seorang ilmuwan yang terlibat dalam mengawinkan genetika Mendel dengan teori evolusi Darwin dalam bukunya What Evoluton is (hlm 36) menyebut bahwa, “homologi bukanlah bukti, homologi adalah hasil penarikan kesimpulan”.

Homologi Struktur Organ

Sekarang mari kita lihat, mengapa para evolusionis sampai berkesimpulan seperti itu. Salah satu karakteristik homolog yang dicontohkan di atas adalah homologi morfologi, yaitu pada  struktur organ tungkai depan. Selain homologi organ, sebetulnya ada homologi-homologi lain yang sebetulnya menarik untuk dibahas seperti homolog pada tingkat embrio dan tingkat molekular.  Tetapi sesuai pertanyaan, tulisan ini akan membatasi diri pada homologi organ.

Homolog struktur organ pada gambar di atas adalah membandingkan struktur organ (misalnya) pada tungkai depan antara manusia, kucing, paus dan kelelawar. Organ-organ itu memiliki struktur dasar yang sama, tetapi organ-organ itu digunakan untuk keperluan berbeda. Pada manusia digunakan untuk mengangkat, kucing untuk berjalan, paus untuk berenang, dan kelelawar untuk terbang.  Menurut mereka bahwa organ yang sama itu dipercaya berasal dari nenek moyang bersama. Perubahan fungsi hanyalah modifikasi adaptasi terhadap kebutuhan khusus dari organisme itu.

Apa yang mereka sebut sama sebetulnya semu. Sekarang mari kita perhatikan,  bagaimanakah mereka menentukan bahwa empat anggota tubuh itu merupakan organ yang sama? Benarkah mereka mengalami evolusi dari leluhur yang sama?

Untuk membuktikan apakah mereka berasal dari keturunan yang sama atau bukan, sebetulnya sangat mudah. Evolusionis (seharusnya) bisa membuktikannya melalui temuan-temuan fosil dengan urut-urutan dari nenek moyang hingga kebentuknya yang sekarang. Nyatanya, hingga saat ini fosil-fosil peralihan itu belum ada yang berhasil ditemukan. Tidak ditemukannya fosil peralihan, biasanya evolusionis akan beralasan karena sudah rusak, hilang dan terurai karena proses alam.  Saya tidak melilhatnya seperti itu.

Mari kita lihat salah satu species dari 4 contoh species yang dibandingkan di atas, yaitu (ikan) Paus. Hewan ini memiliki nenek moyang yang berasal dari darat seperti beruang. Hewan ini mengalami evolusi dari darat hingga nyemplung ke laut. Menurut saya ini mustahil, kenapa?

Penelitian yang dilakukan oleh Alistain Evans dan timnya dari Monash University yang dipublikasikan dalam Proceedings of The National Academy of Science’s menyimpulkan bahwa evolusi paus dari darat ke air butuh 12 juta generasi. Ini bentuk transisi yang sangat banyak hanya dari satu jenis hewan yang produk akhirnya paus. Sulit dibayangkan betapa akan tebalnya lapisan kulit bumi ini oleh tumpukan-tumpukan fosil tersebut. Kalau memang transisi ini terjadi, tentu hal yang sangat mudah menemukan salah satu bentuk-bentuk fosil peralihan ini dari tumpukan tersebut. Nyatanya, satu fosil peralihan pun tidak berhasil ditemukan oleh para paleontolog. Sebaliknya, fosil-fosil yang ditemukan justru sudah dalam keadaan lengkap dengan ciri-ciri khasnya. Fosil tidak lagi ditemukan pada lapisan-lapisan tanah yang lebih tua. Fakta ini malah membuktikan dengan sangat jelas, bahwa organisme itu memang dicipta dan bukan hasil peralihan dari bentuk-bentuk organisme lain.

Seandainya Berevolusi

Sekarang, mari kita berandai-andai bahwa paus itu benar-benar berevolusi dari yang sebelumnya hidup di darat (sejenis beruang), kemudian pindah ke air. Kira-kira bagian organ apa yang lebih dulu mengalami evolusi? Mungkin, tungkai atau tangannya yang semula memiliki cakar akan berubah mulai memiliki sedikit selaput; tubuhnya yang semula dilindungi rambut yang tebal mulai  berkurang dan menghilang, dan masih banyak perubahan-perubahan lainnya. Pertanyaannya, apakah bentuk perubahan awal itu sudah dapat berfungsi dengan baik pada organisme tersebut? Tentu saja tidak berfungsi. Perubahan kecil itu tentu bukan suatu kebaikan, melainkan kerugian bagi eksistensi hewan tersebut. Nah, bayangkan bulu tebal yang dia butuhkan di udara yang dingin, yang notabene masih hidup di darat justru malah berkurang. Cakar yang dia gunakan untuk bertahan hidup melawan musuh alaminya, justru menjadi ditumbuhi selaput. Kakinya, sedikit demi sedikit mulai menghilang yang justru masih sangat dibutuhkan ketika dia hidup didarat.

Perubahan-perubahan kecil (mikro mutasi) ini jelas-jelas sangat merugikan bagi kelangsungan hidup hewan tersebut.  Bagaimana mungkin sesuatu yang tidak berguna di tahap awal perkembangan bisa terus berkembang, apalagi diabsorbsi menjadi informasi genetis yang diteruskan turun temurun? Jangankan berkembang, bertahan hidup saja susah.

Homologi itu Semu

Bagaimana kita bisa membuktikan bahwa anggota tubuh pada beberapa species yang disebutkan itu dianggap organ yang  sama?. Persamaan itu hanyalah semu, mitos, karena kalau diteliti lebih jauh organ-organ itu berasal dari bahan yang berbeda. Kalaupun dianggap sama justru menunjukan adanya Sang Disainer yang sama, adanya Sang Pencipta. Penciptaan adalah domainnya Agama, sebuah kepercayaan tentu tidak layak untuk diperdebatkan. Hanya teori evolusilah yang layak untuk diperdebatkan, benar tidaknya “teori ilmiah” itu.

Sekarang mari kita berandai-andai lagi.  Jika homologi organ tungkai depan dianggap sebagai bukti evolusi. Bagaimana dengan organ lain seperti mata. Mata pada manusia dan gurita adalah organ yang sangat mirip, sama. Mengapa evolusionis tidak menyebutnya sebagai organ homolog. Mengapa evolusionis tidak menganggap manusia dan gurita memiliki leluhur yang sama? Lalu, bagaimana homologi pada struktur sayap pada beberapa species, seperti: serangga, burung, dsb. Bagaimana mereka menjelaskan mekanisme evolusi terbentuknya organ tersebut? Tentu saja mereka akan kebingungan.

Akhirnya, sesuatu yang tidak bisa dibuktikan, tetapi bisa mengambil kesimpulan bahwa homologi sebagai bukti evolusi bukanlah pemikiran saintis.

@Jakarta yang lagi banjir, 20 Jan 14

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun