Mohon tunggu...
Hariyawan Esthu
Hariyawan Esthu Mohon Tunggu... Ghostwriter -

Ghostwriter, peminat masalah sosial-budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Trilogi Masyarakat Papua: Manusia, Ubi, Ternak Babi

9 April 2016   21:32 Diperbarui: 9 April 2016   21:38 1074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Suatu ketika, bersama anak-anak Kabupaten Tolikara, Papua. (Foto Asep Burhanudin)"][/caption]

Masyarakat Kabupaten Tolikara, Papua, mulai kembali mengembangkan tanaman ubi jalar sebagai makanan pokok di samping beras. Upaya ini untuk meningkatkan ketahanan pangan, juga mengembalikan keseimbangan ekologis yang sempat hilang akibat tergusurnya ubi oleh beras.

SEJAK awal tahun ’70-an, ketika rezim Orde Baru berjaya, makanan pokok orang Papua bergeser ke beras. Ubi pun perlahan-lahan ditinggalkan. Pergeseran pola makanan pokok itu semakin kentara memasuki akhir tahun 1990-an hingga saat ini. Beras yang mulanya hanya dikonsumsi masyarakat di perkotaan, kini juga dikonsumsi oleh warga yang tinggal di pedalaman Papua.

Sebenarnya tidak ada yang salah dari fenomena pergeseran pola makan pokok ini. Terlebih, selain karena kebijakan rezim sejak Orde Baru, pergeseran pola makan ini didorong semakin banyaknya kaum pendatang dari luar Papua. Namun jika “invasi” beras ini  mematikan perkembangan pangan lokal, maka ketahanan pangan masyarakat Papua sebenarnya terancam.

Berdasarkan keterangan Oxfam Papua Programme (Gatra, No. 35 Tahun XVIII, 2012), angka kebergantungan kalori terhadap beras secara umum di Papua sudah sangat tinggi, yaitu mencapai 80-90%. Ini sangat mengkhawatirkan di masa mendatang, karena konsumsi beras di tingkat rumah tangga bertambah besar, sedangkan konsumsi pangan lokal cenderung menurun. Kaitan antara semakin hilangnya pangan lokal dan kerawanan pangan, memang sangat erat.

Terlebih, ketersediaaan pangan lokal ini terkait erat dengan kebudayaan masyarakat Papua. Kebudayaan masyarakat Papua sudah lama mengenal trilogi antara manusia-ubi-babi. Kebudayaan ini berkembang, sehingga ubi dan babi menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan 13 suku Melanesia yang hidup di Papua yang terpola dalam 13 daerah budaya atau teritori pemerintahan adat.

Ubi

Sejak ratusan tahun silam,  ubi telah menempati posisi yang sangat unik dalam peri kehidupan dan peri kebudayaan masyarakat Papua. Terutama ubi jalar atau petatas, berkembang menjadi makanan pokok masyarakat yang tinggal di pegunungan, pesisir pantai, dan kepulauan. Sedangkan sagu menjadi makanan sekunder. Misalnya di wilayah pegunungan tengah Papua, ubi jalar diusahakan sejak dahulu dengan pengetahuan lokal yang tidak kalah oleh teknologi pertanian modern.

Masyarakat di pegunungan tengah Papua sejak lama sudah mengenal teknik bertani ubi jalar yang maju, seperti proses pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, pemupukan, dan pengolahan hasil panen. Bagi masyarakat di dataran rendah dan pinggiran sungai, sagu menjadi makanan pokok, sebaliknya ubi jalar menjadi makanan sekunder.

Seperti umumnya masyarakat di pegunungan tengah, kontribusi utama perekonomian daerah di Kabupaten Tolikara datang dari pertanian. Di daerah pedalaman yang merupakan ulayat mereka secara turun temurun, kegiatan pertanian dilakukan secara tradisional. Lahan tanaman bahan pangan sebagian besar ditanami ubi jalar. Tanaman rambat ini memang merupakan makanan pokok penduduk kabupaten ini. Sentra penghasil ubi jalar berada di Distrik Karubaga.

Ubi jalar merupakan makanan pokok masyarakat di pedalaman pegunungan tengah. Di samping itu, petani menggunakan ubi jalar dan daunnya sebagai pakan ternak babi. Untuk menghindari persaingan dalam hal pakan babi dengan pangan manusia, maka pakan yang diberikan pada ternak babi adalah ubi jalar dan daunnya yang telah dimasak maupun masih mentah. Model ini di samping dapat meningkatkan produktivitas ternak --karena pakan tersedia dari kebun ubi jalar--, demikian juga kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai pupuk ubi jalar setelah areal tersebut diolah kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun