Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beragama Setengah Matang

24 Januari 2019   14:27 Diperbarui: 24 Januari 2019   14:30 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kudus. || Sumber gambar: Instagram Lokesywara.

Mengekspresikan keberagamamaan  di Indonesia memang sering serba salah, takut dibilang sok alim dan sok tahu agama sendiri. Seharusnya dia patut berbangga dengan kepribadian diri dan keberagamaan mereka, bukan malah berpikiran nanti cetek dan bersumbu pendek.

 Lihat mozaik berbentuk salib aja protesnya bukan main, tidak se-selow orang kristen yang hafal azan yang tiap sehari dikumandangkan lima kali. Mungkin ini yang kita sebut muslim setengah hati. 

Penolakan mozaik salib di Solo jelas dengan alasan keimanan, kekhawatiran batiniah akan kemusyrikan dan kemurtadan. Jangankan urusan mozaik, orang gereja tertentu waktu itu membagikan pin di acara Car Free Day dituding hendak memurtadkan orang-orang Islam. Kita tentu mengetahui betul, ini tidak mewakili seratus persen Islam, tetapi tidak mengubah fakta bahwa mereka orang Islam.

Jika kita melihat persebaran agama di Indonesia, ada sekitaran 70-80 % populasi muslim yang hidup di negara ini, sisanya masuk dalam agama kristen, katolik, hindu, budha dan konghuchu. 

Rasisme dalam bentuk pemotongan salib di Magelang beberapa waktu lalu dan sinisme pada pemakai cadar dan jenggotan menunjukkan bahwa rasisme bisa dilakukan oleh siapa saja, semua golongan, semua agama dan tidak ada tudingan yang mengarah ke salah satu agama tertentu saja. 

Kasus tersebut bukan soal iman lemah dan amatir tentunya, ini soal simbol identitas atas hegemoni mayoritas, kita bisa mencoba balik perilaku tersebut. Respon mayoritas minoritas akan terdegradasi ketika kita bisa berbesar hati menerima sebuah perbedaan. 

Perilaku diri dan keyakinan seorang tercermin ketika ia sedang bepergian ke satu tempat ke tempat lain. Inginku bercerita tentang perjalanan pulang dari kondisi bepergian yang sempat mengganggu pikiranku. 

Apakah seorang muslim tidak mengetahui tentang perintah shalat khususnya subuh sehingga begitu gampangnya meninggalkan kewajiban ataukah cuma berada di tempat yang tidak lazim untuk sholat, saya berpikir-pikir di gerbong kereta Tawang Jaya yang saya naiki terbilang masih mumpuni untuk melakukan salat dua rakaat subuh, masih suci asal dilapisi alas yang suci, terhindar dari najis yang benar-benar terlihat kasat mata dan mengenai airnya bisa dibilang cukup untuk berwudhu secara sempurna, tidak harus tayamum. 

Selain minder dalam mengekspresikan keagamaan, orang yang setengah ilmu juga berbahaya. Ilmu yang yang setengah alias nangung lebih berbahaya daripada orang yang tidak mengetahui sama sekali. 

Orang setengah ilmu akan lebih mudah menebarkan pemahaman setengahnya kepada liyan, tanpa mememuhi kesempurnaan ilmunya tadi. Bagi kita yang masih setengah ilmu, patut seharusnya belajar kepada guru yang mumpuni agar tidak terperosok di lubang justifikasi. 

Orang setengah ilmu bisa menjangkiti segala umur dan gender, namun seringkali kita dapati pada mereka yang baru mengenal sesuatu, tak terkecuali dalam ranah agama dan politik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun