Dulu saat saya masih tinggal di Jakarta dan ngekost, saya lebih memilih untuk membeli sebuah kompor portable ketimbang rice cooker. Selain karena memang jarang makan nasi, saya lebih memilih olahan makanan yang bisa dimasak dengan cepat dan mudah. Lagi pula saya sering mendaki gunung sehingga memiliki kompor portable adalah sebuah keharusan.
Di antara segala keramaian dapur yang memenuhi ruangan kos saya yang kecil, satu aroma yang selalu menggugah selera adalah aroma telur yang sedang dimasak. Telur adalah jenis protein yang mudah ditemukan dan selalu ada dalam stok bahan makanan di kamar kos saya.Â
Saya suka dengan telur dadar. Rasa simpelnya begitu menggugah selera. Bercampur dengan bawang merah yang cincang halus, bawang putih yang memberikan aroma harum, potongan tomat yang memberikan kelembutan, dan cabe yang memberikan kepedasan menyenangkan. Namun, saya juga tak bisa menolak pesona telur ceplok setengah matang. Kelembutan kuning telurnya yang mengalir saat disentuh garpu, begitu menggiurkan.
Pada suatu hari di dapur yang penuh dengan bahan-bahan segar, pikiran saya terdampar pada sebuah eksperimen. Mengapa tidak menggabungkan dua kelezatan ini menjadi satu? Itulah yang akan saya lakukan.
Bahan-bahannya:
2 butir telor ayam
Bawang merah cincang secukupnya
bawang putih cincang secukupnya
tomat setengah buah dicincang
Daun bawang secukupnya
cabe secukupnya
daun bawang secukupnya
Kunyit bubuk
lengkuas bubuk
dan garam
Setelah mempersiapkan semua bahan yang dibutuhkan, saya pun mengambil wajan teflon yang telah menjadi sahabat setia dalam penciptaan kreasi ini. Dengan api kecil, saya menumis semua bahan tersebut. Membiarkan bumbu-bumbu meresap satu sama lain, menciptakan harmoni rasa yang sempurna.
Kemudian, saya menambahkan sentuhan khas dengan bubuk kunyit dan lengkuas. Meskipun hanya sebagai tambahan, keduanya memberikan aroma yang khas dan rasa yang mendalam pada telur dadar ini.
Saat semua sudah tercium harum dan matang dengan sempurna, saatnya bagi telur-telur ayam itu untuk bergabung dalam permainan rasa ini. Satu persatu telur dimasukkan ke dalam wajan, tanpa perlu diaduk. Taburan garam secukupnya memberikan sentuhan akhir yang pas untuk menyeimbangkan rasa.
Sambil menunggu telur matang sesuai keinginan, saya pun menyiapkan segelas teh manis hangat, air putih hangat dan sebuah pir sebagai teman untuk berbuka puasa nanti. Pikiran saya melayang, mencoba memberi nama pada karya rasa ini. Ah, biarkan saja namanya nanti tercipta dengan sendirinya.