Konservatif yang dikendalikan oleh rasa takut akan menyukai pemimpin yang tegasdan kuat, bahkan mereka lebih bisa menerima pemimpin yang otoriter. Karena melalui pemimpin otoriter akan tercipta masyarakat yang tertib. Kubu progresif sebaliknya, lebih menyukai pemimpin yang simpatik dan  merakyat. Kubu progresif yang memiliki insula lebih aktif akan menyukai ide kemanusiaan dan masyarakat yang demokratis. Selain itu kubu progresif menyenangi proses discourse dan diskusi. Karena melalui cara ini ide dapat berkembang.
Dalam konteks Pilpres Indonesia, firehose of falsehoods ini hanya akan menguntungkan pasangan Padi. Dengan dikuasai oleh ketakutan akan membuat masyarakat Indonesia menjadi konservatif. Kita bisa lihat dari narasi yang dikembangkan. Ada banyak kemiripan pola kampanye Prabowo-Sandi dengan metode firehose of falsehoods ini. Seperti yang dijelaskan oleh Rand Corps, metode ini ada 4 karakter, antara lain: berjumlah besar, berkesinambungan dan diulangi, tidak berkomitmen untuk mengomentari realitas , dan yang terakhir tidak berkomitmen atas konsisten terhadap penyajian data.
Langkah pertamanya adalah dengan menarik perhatian publik. Meskipun terkadang caranya terlihat konyol. Jadi jangan anggap remeh gimmick pakai pete jadi rambut, gaya bango, menelpon pakai tempe Dengan cara ini perhatian publik bisa didapatkan. Prinsip pertama dari metode firehose of falsehoods ini terpenuhi. berjumlah besar, yang artinya jangkauannya menjadi semakin luas. Masyarakat akan membahas dan media akan menunggu kekonyolan berikutnya sehingga perhatian akan semakin luas
Langkah berikutnya adalah menghilangkan kepercayaan terhadap data. Dengan menggunakan cerita terisolasi yang tidak dpt diverifikasi kebenarannya.
Jadi jgn heran cerita ibu yang cekcok dengan suaminya karena uang  seratus ribu digunakan untuk membantah data inflasi. Dan yang paling penting adalah, disaat bersamaan juga melontarkan tuduhan jika pihak lawannya juga melalukan kebohongan. Polanya adalah buat klaim palsu kemudian viral kemudian dibantah dengan pemeriksaan fakta lalu  mengakui kesalahan kemudian menuduh pihak lawan juga berbohong yang terakhir langkah tersebut diulangi dari awal
Peran Organisasi Sebagai Tameng Empati Kelas Menengah
Kita saat ini beruntung memiliki NU dan Muhammadiyah. Dua organisasi Islam terbesar di tanah air inilah yang menjadi representasi Progresif. Agama ditangan kaum moderat dan cenderung progresif akan memunculkan warna empatinya. Dalam Islam dikenal sebagai ciri Islam yang rahmatalilalamin Melalui NU dan Muhammadiyah kita umat Islam tanah air lebih mengenal Allah sebagai Tuhan yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang bukan Tuhan yang Azabnya Maha pedih. Islam yang mengayomi semua makhluk, melindungi setiap anak bangsa tanpa memandang apapun Agamanya.
Oleh karena itu, ketika NU diserang oleh kelompok ultra konservatif, yang diserang adalah masyarakat progresif yang bergerak dengan empati.
NU adalah salah satu batu sandungan terbesar dalam membuat masyarakat Indonesia menjadi lebih konservatif. Lalu kembali ke pertanyaan terbesarnya, bagaimana menghadapi model kampanye Firehose of falsehoods ini?. Kita sudah mempelajari dan mengetahui bagaimana langkah yang tepat untuk menghadapi model kampanye ala Trump ini.
Seperti yang ditulis oleh Laporan Rand Corp ini. Jangan pernah melawan semprotan selang damkar untuk kebohongan ini dengan semprotan kebenaran. Karena cara ini tidak akan berhasil. Tapi berikanlah jas hujan kepada masyarakat. Seperti yang dijelaskan oleh Tim Harford dari Univ of Oxford. Hoax atau berita bohong akan tidak berguna dilawan dengan memberikan fakta. Karena beberapa hal diantaranya, kebenaran cenderung lebih rumit. Misalnya cerita ibu yang cekcok dengan suaminya  berlawanan dengan data inflasi yang dipenuhi angka yang rumit
Selain itu, hoax akan lebih mudah diingat sementara data atau fakta lebih membosankan. Misalnya cerita tempe setipis atm disandingkan data pertumbuhan ekonomi, penurunan angka kemiskinan dan pengangguran yang penuh grafik2 yang membosankan. Maka, jangan dihadapi dengan membantah berita hoax satu persatu