Mohon tunggu...
Hariman A. Pattianakotta
Hariman A. Pattianakotta Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Penyuka musik

Bekerja sebagai Pendeta dan pengajar di UK. Maranatha

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kepemimpinan Baru untuk Maluku

23 Februari 2021   23:35 Diperbarui: 23 Februari 2021   23:57 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Maluku negeri kaya dengan sumber daya alam, tetapi masyarakatnya tetap hidup miskin. Dalam konteks nasional, Maluku "setia" diurutan keempat dari belakang sebagai propinsi termiskin.

Realitas tersebut menandakan belum optimalnya kinerja pemerintah daerah dalam menaikkan kesejahteraan masyarakat, jika tidak mau disebut gagal. Pemerintah daerah yang dimaksudkan di sini tentu bukan hanya pemerintah propinsi, tetapi juga pemerintah kota dan kabupaten.

Selain itu, para pemangku kepentingan, seperti kelompok-kelompok usaha, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, lembaga-lembaga keagamaan, dan anggota-anggota masyarakat Maluku sendiri pun tidak bisa angkat tangan. Artinya, setiap elemen masyarakat turut bertanggung-jawab.

Namun, jika kepada saya ditanyakan siapa sesungguhnya yang paling bertanggung-jawab, maka saya akan menjawab pemerintah daerah di setiap level, propinsi, kota, dan kabupaten. Sebab, merekalah yang mendapatkan mandat, wewenang, anggaran, dan berbagai fasilitas untuk hal itu.

Dibutuhkan Kepemimpinan Baru

Bertolak dari realitas kemiskinan masyarakat itu, Maluku sesungguhnya sudah membutuhkan kepemimpinan baru. Kepemimpinan baru di sini bukan sekadar mengganti orang, tetapi diperlukan sosok kreatif dan berani melakukan hal-hal yang out of the box.

Menurut saya, daya kreatif dan keberanian semacam itu ada dalam diri kaum muda.

Selama ini, entah disadari atau tidak, kultur feodal yang melilit kehidupan keseharian kita, telah membuat kita jatuh ke dalam apa yang disebut gerontarkhi. Selain patriarkhisme, kita sering terjebak dalam kepemimpinan kaum tua atau gerontarkhi. Orang tualah yang dianggap layak memimpin. Padahal, pengalaman sendiri sudah membuktikan bahwa orang-orang tua yang memimpin itu telah gagal atau tidak mampu membawa Maluku ke arah yang lebih baik. 

Anehnya, dalam penjaringan nama calon pemimpin, media-media tertentu kembali memunculkan nama-nama pemain lama sebagai calon-calon pemimpin.

Maluku membutuhkan spirit muda. Muda dalam gagasan, muda dan gesit pula dalam tindakan.

Tentu saja kita juga mendamba kearifan dari "orang tua," sosok yang mau merangkul. Juga, sosok teladan dalam kejujuran. Dalam falsafah Timur, "orang tua" itu lekat dengan gambaran kebijaksanaan dan kejujuran. Karena itu, mereka dijadikan figur teladan. Bagaimana pun kita tetap membutuhkan hal itu.

Namun, perkara kebijaksanaan bukanlah soal usia. Tua itu pasti, dewasa atau bijak adalah pilihan. Ada sangat banyak orang tua yang tidak bisa dijadikan contoh pemimpin yang baik dan berhasil. Rekam jejak seseoranglah yang memberikan bukti untuk hal itu.  

Karena itu, Jika seseorang gagal di level yang lebih rendah, tidak mungkin ia harus dipertahankan, apalagi kepadanya diberikan tanggungjawab yang lebih besar di level yang lebih tinggi. Itu menabrak logika dan hukum alam. Bahaya!  Akibatnya akan sangat fatal bagi masyarakat itu sendiri.

Menurut saya, ada banyak orang muda yang bijak, jujur, dan berkinerja baik di bidangnya masing-masing. Mereka layak diperhitungkan untuk masuk ke dalam kanca kepemimpinan daerah. Dan kita perlu mencoba hal tersebut.

Terhadap usulan tersebut, mungkin ada yang akan menyanggah dengan berkata memimpin kok coba-coba? Berikanlah kepada yang lebih pantas. 

Benar! Kepemimpinan memang harus diberikan kepada yang lebih pantas. Dan soal kepantasan itu bukan tentang usia, tetapi gagasan, keberanian, integritas, dan rekam jejak yang baik.

Dan saya yakin, ketika kesempatan itu direbut dan didapatkan, sosok muda yang cerdas, berani, dan berintegritas itu akan membuktikan bahwa mereka akan memimpin dengan lebih efektif, efisien, dan transformatif.

Maluku butuh jiwa dan gairah muda! Dari pada kita memberikan kepercayaan kepada orang-orang yang selama ini terbukti memakai kekuasaan untuk membangun dinasti keluarga, lamban mengatasi masalah-masalah sosial kemasyarakatan, dan karena itu Maluku terus terpuruk, lebih baik kesempatan diberikan kepada figur-figur baru dan muda yang lebih menjanjikan.

Tantangan untuk Parpol

Memunculkan wajah-wajah baru dalam konteks politik lokal seperti di Maluku tentu tidaklah mudah. Salah satu tantangannya adalah menemukan kendaraan politik, dalam hal ini partai politik. 

Partai politik di daerah seperti di Maluku dikuasai oleh para pejabat, yang cenderung membangun dinasti tanpa prestasi. Hal ini menyebabkan sulitnya para tokoh muda baru untuk muncul sebagai figur-figur alternatif untuk perubahan.

Ceruk politik itulah yang sebenarnya dimanfaatkan oleh PSI. Karena itu, PSI, menurut saya, menawarkan jalan perubahan, ketika partai-partai besar dan mapan cenderung menjadi feodal dan menghambat kemunculan figur-figur pemimpin baru.

Beberapa partai besar malah begitu melekat dengan figur ketua atau pendirinya. Menurut saya, inilah salah satu penghambat berjalannya demokrasi yang lebih bermakna dalam kehidupan politik.

Situasi tersebut seharusnya direspons oleh parpol-parpol dengan langkah-langkah transformasi. Parpol, khususnya Parpol besar dan mapan, mesti menjadi mesin demokrasi yang mampu memunculkan figur-figur segar untuk perubahan. Bukan lagi menawarkan pemain-pemain lama dengan raport merah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun