Mohon tunggu...
Hariati
Hariati Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Dasar

Memulai Menulis Dari Apa Yang Kamu Lihat, Dengar Dan Rasakan!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yakin, Bisa Mengelola Resiko Kehidupanmu Sendirian?

13 Maret 2017   20:42 Diperbarui: 14 Maret 2017   12:00 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendulang kesuksesan tidak selalu berjalan datar, pasti bergelombang. Artis Muda, Agnes Mo dalam salah satu iklan yang dibintanginya, kali pertama mengenalkan kalimat “Life Is Never Flat”. Filosofi kalimat motivasi itu, bagi saya tidak berbicara pada dimensi mengenai perjalanan karir saja. Namun bisa lebih luas lagi,  kepada masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan setiap individu. Artinya, menjalankan kehidupan pasti ada kendala, plus resiko keuangan yang dihadapi. Bagimana mengelola resiko dari problematika hidup dengan ber-asuransi. Yakin, kamu bisa mengerjakannya sendiri?

Di ujung telpon barusan, kami bercerita tentang banyak hal deh. Di setiap percakapan via telpon, suami saya biasanya selalu menanyakan kabar dan memastikan saya dalam keadaan baik-baik saja, lalu bertanya lagi, apa yang sedang saya lakukan. Sampai pada hal yang gak penting lainnya, yang lucu saja untuk diceritakan di sini.  Ya, rasanya seperti masa-masa indah pacaran dulu saja.

Semenjak tahun 2009 menikah, kami memang terbiasa menjalani kehidupan jarak jauh, LDR nih ceritanya. Saya menjalani rutinitas profesi sebagai guru di Jakarta, sedangkan suami saja bekerja di Kalimantan sebagai pekerja tambang batubara. Bagi orang di sekitar kami, teman dan kerabat, rutinitas kami dianggap keberhasilan dalam menapaki karir pekerjaan masing-masing. Kasarnya, seolah-olah kami dianggap telah sukses nih membangun pondasi kebahagian, lagi-lagi atas dasar materi.

Dalam menjalani kehidupan, bagi saya wajar sih, semua orang akan bekerja keras mengejar materi atas dasar  keinginan mewujudkan istilah kebahagian tadi, ya. Meskipun penafsiran kebahagiaan setiap orang itu relative saja. Menjadi miskin atau kaya bisa jadi bahagia, asal kita sanggup mengelola apa yang kita punyai. Entah bagaimana caranya.

Selama hampir lima tahun, aktivitas LDR kami lalui. Biasanya 3 Pekan sekali, ketika suami saya cuti, adalah momen bagi kami untuk bersua. Begitu lagi seterusnya, hari demi hari bekerja dan bekerja lagi yang menghantarkan usia kami terus menua. Dan tentu saja, hasil kerja kami bisa rasakan. Saya merasa dapat mewujudkan keinginan saya dengan mudah, selain kebutuhan.

2-58c6a42a339773720273f8ef.jpg
2-58c6a42a339773720273f8ef.jpg
Namun, dibalik kata kebahagian yang orang katakan, bagi saya memang belum lengkap dengan hadirnya momongan. Lalu perbincangan via telpon mulai serius, berbicara rencana ini dan itu. Usaha untuk mewujudkannya-pun tidak terhitung telah dilakukan dan tentu memakan biaya banyak, kepada tenaga medis. Namun akhirnya kami menyerah juga, kami tetap menjalankan aktivitas seperti biasa. Nah, artinya ada saja hal yang tidak bisa dibeli dengan materi-kan? untuk menggenapkan rasa kebahagiaan itu ya.

Dan Arti Kebahagian Itu?

Awal 2014, adalah tahun yang sakti bagi kami. Doa kami didengar Tuhan, saya positivehamil. Di ujung telpon itu juga, saya lagi-lagi mengadu rasa bahagia ini kepada suami saya. Ini benar-benar definisi bahagia versi saya. Seketika itupula, suami merekomendasikan saya untuk segera berhenti bekerja, untuk bisa focus pada kandungan saya. Kebahagiaan yang terlanjur kuat telah mengiyakan saja keinginan suami saya. Saya terbang ke Kalimantan, dan hidup bersama dengan suami saya tanpa sekat jarak dan lautan lagi.

Bulan demi bulan, saya tak lelah melakukan check-up kandungan ke dokter untuk memastikan kelahiran jagoan kami berjalan normal. Dan dokter memprediksi kelahirannya akan tiba di bulan November 2015. Dan pastinya kelahiran si kecil nanti, akan membutuhkan biaya-kan?, dan kami telah menyusunnya budget itu masak-masak. Itu artinya, pengelolaan pendapatan suami harus lebih cermat lagi kedepan. Membayar kredit ini dan itu dan juga ongkos operasional hidup sehari-hari, harus dibagi rata adil.

3-58c6a46e84afbd002cdb035c.jpeg
3-58c6a46e84afbd002cdb035c.jpeg
Hingga sampailah di awal agustus 2015, di kala itu, situasi bisnis batubara di Kaltim tidak lagi sehat. Harga batubara anjlok dan banyak perusahaan batubara di Kalimantan yang gulung tikar. Suami saya-pun luput dari PHK saat itu. Namun, calon bayi kami menguatkan cobaan itu. Uang tabungan dan juga kompensasi PHK kami harap dapat menjadi bekal menjalani hidup kedepan bersama keluarga utuh ini, tentu dengan tekad pengelolaan keuangan yang kuat untuk mereset kehidupan keluarga dari nol.

November 2015 menyapa, dan bayi kami akan lahir. Namun harapan persalinan normal di luar rencana. Saya mengalami kecelakaan ketika menuju ke rumah sakit untuk bersiap persalinan, dan berakibat pecah air ketuban dini. Dan harus menjalani operasi Caesar. Tak itu saja, beberapa jam setelah kelahiran itu, bayi saya-pun divonis penyakit kuning disertai gangguan pernafasan. Dan si kecil harus menjalani perawatan insentive penyinaran fototerapi. Namun apa daya, rumah sakit persalinan saya, kebetulan tidak memiliki incubator dalam menjalani perawatan bayi secara intensive. Dan bayi saya harus dipindah ke rumah sakit lainnya. Saya dan bayi saya terpaksa berpisah untuk menjalani perawatan di rumah sakit yang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun