Mohon tunggu...
Hariansyah Ade P.
Hariansyah Ade P. Mohon Tunggu... Freelancer - seorang mahasiswa sosiologi yang masih belajar

Hariansyah Ade Prasetya Jakarta, 10 juni 2000 Mahasiswa Program Studi Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (S1)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas

16 November 2019   21:08 Diperbarui: 16 November 2019   21:24 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sampul buku: penerbit Obor

Buku ini juga menyuguhkan bangunan pengetahuan dalam kerangka teologi Islam, sejarah sosial dan sosiologi dengan keragaman argumentasinya atas topik hak-hak asasi perempuan yang berkembang di era reformasi dalam rentang waktu antara 1998-2016.

Di dalam buku ini terdapat tiga bab utama: Islam dan Kepemimpinan Perempuan, Islam dan seksualitas perempuan, perempuan Islam dan negara. Di antara tiga bab tersebut saya akan mengkaji bab satu.

Bab I Islam dan Kepemimpinan perempuan

  • Islam dan Kepemimpinan Perempuan

Bab ini dimulai dengan penyampaian pesan dalam ajaran Islam yang memandang manusia secara setara tanpa memandang kelas sosial (kasta), ras, dan jenis kelamin. Dalam Islam yang membedakan seseorang dengan yang lain adalah ketakwaannya, kebaikannya selama di dunia, dan warisan amal baik yang ditinggalkannya setelah ia meninggal (Qs. Al-Hujurat 49: 13). Selanjutnya disampaikan mengenai perempuan di sekeliling Nabi Muhammad SAW seperti Khadijah yang membantu nabi di awal perjalanannya sebagai nabi, Aisyah yang menjadi ahli ilmu agama dan ahli sastra, dan Fatimah yang dididik dengan pembentukan mental yang kuat dan hidup dalam kesahajaan. Menjelaskan bagaimana nabi memperlakukan mereka dengan hormat dan setara di saat beberapa suku di arab pada saat itu menganggap perempuan sebagai aib.

Kemudian disampaikan mengenai kepemimpinan perempuan dalam Islam yang diawali dengan perintah bagi manusia baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi pemimpin (Qs. AL-Baqarah : 30). Perdebatan dari para ahli Tafsir mengenai penafsiran kata Qowwam dalam QS. An-Nisa : 34 yang sering digunakan sebagai argumen untuk menolak kepemimpinan perempuan, serta melihat kembali hadis "tidak akan berjaya suatu kaum jika kepemimpinannya diserahkan kepada perempuan" yang juga sering dipakai untuk menolak kepemimpinan kaum perempuan .

  • Kepemimpinan Perempuan dan Otonomi Diri

Pada bagian kedua diawali dengan melihat berbagai pemimpin perempuan di dunia dengan teori sosialisasi politik yang menjelaskan bahwa keluarga dan orang tua merupakan penentu anak untuk terlibat dalam kehidupan politik, serta membandingkan antara Benazir Bhutto (Pakistan) dan Megawati Soekarnoputri (Indonesia) dalam perjuangan dan kendala mereka untuk memimpin bangsa. Kemudian menceritakan kendala kepemimpinan perempuan dari kisah Megawati dalam melawan berbagai argumen yang menentang kepemimpinan perempuan di awal tadi. Penulis berpendapat bahwa ini bukan masalah ayat, tapi ego. Ayat bisa dimanipulasi untuk memenuhi ego penafsirnya. Selain itu perbedaan sosialisasi antara laki-laki dan perempuan juga berpengaruh. Selain itu penting untuk tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan sejak kecil dan memberikan kebebasan agar dapat menentukan pilihan sehingga dapat merasakan jatuh bangun atas pilihan mereka, karna dari proses itu akan muncul pendewasaan hidup dan otonomi diri.

  • Kepemimpinan perempuan : andai Megawati jadi presiden

Bagian ketiga dibuka dengan pendapat sejarawan Dr. Onghokham dalam Forum kajian Agama dan Jender (FKAJ) Badan Litbang Agama, beliau berpendapat bahwa Megawati memiliki massa yang kuat dan fanatik karna figurnya yang terlihat memiliki karakter yang cukup kuat, mengayomi, dan tampak keibuan, menjadi berbeda dari figur pemimpin sebelumnya yang bapakisme, meskipun tidak sedikit kaum terpelajar yang kecewa pada Megawati karna dipandang 'terlalu diam' dan tidak menyatakan visi kenegaraan dan kerakyatannya. Kemudian dijelaskan kebutuhan rakyat akan kepemimpinan yang menekankan aspek feminitas boleh jadi menjadi antitesis bagi pola kepemimpinan yang patriarkat, dengan memberikan contoh dari kisah Corazon Aquino di Filipina dan Aung San Suu Kyi di Myanmar. Independensi dan , kekuatan visi dan integritas tampaknya menjadi faktor yang amat vital bagi seorang pemimpin.

  • Kepemimpinan perempuan dan kualitas diri

Pada bagian keempat ini dimulai dengan menceritakan bagaimana setelah selesai perhelatan "pesta Demokrasi", ternyata  masih muncul isu gender dalam kepemimpinan nasional, setidaknya ada tiga persoalan mengapa isu gender dalam kepemimpinan nasional ini mencuat ke permukaan. Pertama, kekecewaan terhadap kualitas diri dan keraguan pada visi Megawati. Kedua, penentangan didasarkan pada pijakan teologis. Ketiga, karena kekhawatiran negara ini tidak kuat, sebab secara budaya perempuan sering distereotipkan sebagai manusia lemah. Padahal dalam Undang-Undang 45 tidak ada masalah gender di sana, selain itu banyak kisah tentang kepimpinan perempuan yang tidak terlihat sejarah seperti empat sulthanah (raja-raja perempuan) yang pernah berkuasa di Aceh atau ratu Pakubuwono I yang disebut juga ratu Amardika. Penulis merasa bahwa saat ini kita sedang diuji untuk menerima kepemimpinan perempuan, sesungguhnya pada millenium baru ini kita harus berhenti mempersoalkan kepemimpinan perempuan dengan isu gender dan agama, tapi seharusnya dengan standar kemampuan dan kualitas diri.

  • Politik, Etika Dan Perempuan : Sebuah Pertanyaan

Pada bagian kelima penulis memberikan pendapatnya mengenai sebuah pertanyaan dalam sebuah diskusi dengan tema perempuan dalam pentas politik, kenapa perempuan yang berada di DPR hanya sedikit? Apakah karna dunia politik yang keras dan kotor tidak tersentuh perempuan?. Penulis berpendapat bahwa politik menjadi kotor apabila para pelaku politik atau politisi mencampur kepentingan bangsa dengan kepentingan pribadi atau golongannya, sehingga segala cara dilakukan untuk memenuhinya. Padahal jika melihat dari sejarah, bangsa ini merdeka dengan cara politik dengan contoh Hatta dan Sjahrir yang merupakan politis handal, atau Mahatma Gandhi yang juga berpolitik dengan bersandar pada nilai universal dan etis. Kemudian diakhiri dengan kritisi penulis mengenai keadaan saat ini yang mungkin dalam kondisi a politis.

  • Otonomi daerah dan Perempuan

Diawali dengan bagaimana terbentuknya otonomi daerah di Indonesia, pemerintah yang pada saat itu bersifat sentralistik dan menimbulkan berbagai konflik membuat adanya keinginan untuk mengubah bentuk pemerintahan sehingga gagasan otonomi daerah pun muncul. Dalam kaitannya dengan perempuan, selama ini potensi dan kreativitas perempuan, terutama di berbagai daerah belum sepenuhnya diberdayakan. Dengan adanya otonomi daerah ini, seperti termaktub dana UU No. 22 tahun 1999, kemajuan perempuan dapat terbantu.

  • Kartini yang Terkuburkan  

Pada bagian ini penulis memberikan kisah yang mungkin dapat menjadi inspirasi bagi kita, dari neneknya sendiri, H. Siti Masyitoh yang juga melakukan perjuangan dengan melakukan kerja-kerja pendidikan sebagaimana yang menjadi perhatian utama dari perjuangan Kartini. Penulis menceritakannya untuk mengukir perannya sebagai pendidik yang dengan segenap jiwa dan raga diabdikan sepanjang hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun