Mohon tunggu...
Hari Akbar Muharam Syah
Hari Akbar Muharam Syah Mohon Tunggu... Karyawan

Karyawan di Salah Satu Perusahaan Swasta Nasional. Menulis tentang Jalan-jalan, sosial dan sastra. Pendatang baru di dunia tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Di Balik Cerita Mistis Lawang Sewu

8 Oktober 2015   23:36 Diperbarui: 29 Agustus 2019   10:12 1974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lorong bangunan untuk Pegawai Belanda

Setelah menunggu begitu lama, akhirnya saya bisa menjelajahi kota terbesar kelima di Indonesia ini, Semarang! Meski memang tak bisa semua penjuru kota bisa saya singgahi-karena keterbatasan waktu-, tetapi pusat kota Semarang tak kalah asik untuk dikelilingi. 

Yang membuat saya antusias dan yang akan saya ceritakan di sini tentu bukan perkara udara lautnya yang pengap, mataharinya yang menyengat atau debu-debu khas pelabuhannya yang menyergap nafas, tapi tentang bangunan, cerita yang terpendam di dalamnya. Salah satunya tentang cerita sebuah bangunan yang disebut dengan Lawang Sewu.

Tepat di tengah kota yang sibuk, terselip bangunan yang sudah lama dijadikan landmark kota Semarang. Lawang Sewu (Pintu Seribu)! Gedung yang telah berdiri paling tidak sejak 1904 ini nyatanya hanya memiliki sekitar 600 pintu. Meski guide yang mengantar saya mengatakan bahwa gedung ini memiliki 1000 daun pintu.

Cerita mistis

Dibangun untuk kantor pusat jawatan kereta api Hindia Belanda (Administratiegebouw Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij), Lawang Sewu kini memiliki cerita mistis yang begitu lekat di benak banyak warga Semarang. Beruntung guide yang mengawal kami tak banyak mengulas perkara mistis-mistisan ini. Hanya sedikit menguak cerita setan tentara tanpa kepala dan si kuntilanak yang betah tinggal di dalam basement.

Basement yang terdapat di lawang Sewu ternyata menjadi biang keladi lahirnya cerita-cerita mistis yang terlanjur jadi urban legend itu. Pada saat era penjajahan Jepang, basement digunakan sebagai tempat eksekusi para tahanan perang, baik pribumi maupun tentara Belanda. Konon banyak dari tentara tahanan itu yang berakhir meregang nyawa dengan dipenggal, ditenggelamkan sebagian disiksa hingga tewas. Dari cerita ini, munculah kisah mistis yang mungkin saja benar dan mungkin saja bisa salah.

Konon, tentara Jepang saat itu begitu kejam. Tahanan perang sekutu acap kali dimasukan ke dalam basement dan disuruh duduk atau berjongkok dalam keadaan basement tergenang. Banyak dari mereka yang tewas karena kedinginan, kelaparan, beberapa tewas karena gigitan nyamuk.

Mendinginkan Lawang Sewu

Ternyata di balik cerita mistisnya, basement Lawang Sewu menyimpan fungsi yang strategis. Lawang Sewu mengaplikasikan teknologi sistem pendingin yang unik dan cerdas kalau menurut saya. 

Arsiteknya C. Citroen mafhum benar mengenai panasnya udara semarang, oleh karenanya, Citroen mengembangkan ide brilian dalam menangani panasnya udara Semarang. Basement berhantu itu lah jawabannya.  Rongga berair ini terhubung ke semua bagian ruangan, tak lain tujuannya adalah untuk membuat udara di ruangan lebih dingin.

Basement Lawang Sewu (Sumber : Tripadvisor)
Basement Lawang Sewu (Sumber : Tripadvisor)
Selain dengan menggunakan sistem pendingin basement berisi air dari arah bawah bangunan, upaya lain untuk mencegah aliran panas dari atas adalah dengan dibuatnya atap bangunan yang didisain memiliki para-para yang luas dan terisolasi, sehingga panas dari genting terhalang oleh beton untuk menjaga ruangan utama di bawah plafon tetap dingin. 

Kini, para-para luas itu dijadikan lapangan badminton oleh pengelola, mungkin tujunnya untuk menghilangkan kesan angker. Karena begitu besarnya areal para-para ini, hingga mampu memuat 2 lapangan badminton!

Para-para/atap seluas 2 kali lapangan badminton beralaskan beton tebal (Dokumentasi Pribadi)
Para-para/atap seluas 2 kali lapangan badminton beralaskan beton tebal (Dokumentasi Pribadi)
Menurut guide pengantar saya, selain terkenal dengan cerita mistisnya, dibasement terkadang banyak ular yang bersarang. Masuk akal, karena lembab dan dingin. Oh ya, saya tidak bisa masuk ke dalam basement  bukan karena takut si kuntilanak atau takut ular, tetapi karena area basement saat itu sedang direnovasi, jadi semua aktivitas wisata basement dilarang.

Kelas pribumi dan kompeni

Hal unik lain yang saya temukan di Lawang Sewu adalah mengenai kentalnya aura kolonial di sana. Kala itu, pekerja jawatan kereta api dibagi ke dalam dua kelas. Pribumi atau Inlander dan orang Belanda. 

Pekerja Belanda ditempatkan di jabatan-jabatan strategis seperti kepala departemen atau kepala divisi, sedangkan inlander ditempatkan di posisi-posisi bawah yang tidak strategis seperti urusan umum, arsip atau urusan kebersihan. Seragam pribumi menggunakan baju coklat atau baju adat jawa, sedangkan pekerja Belanda menggunakan seragam putih-putih bertopi khas kompeni.

Lorong bangunan untuk Pegawai Belanda
Lorong bangunan untuk Pegawai Belanda
lorong bangunan Pribumi (Dokumentasi Pribadi)
lorong bangunan Pribumi (Dokumentasi Pribadi)
Pengotak-ngotakkan terlihat pula dari ruang kerja. Pekerja Belanda bekerja di gedung utama, gedung yang hampir semua materialnya didatangkan langsung dari Belanda. 

Gedung depan inilah yang dilapisi ornamen-ornamen dekoratif yang kaya ukiran dan hiasan kaca-kaca perca. Sedangkan pribumi ditempatkan di bagian belakang gedung yang dibangun alakadarnya. Tak ada hiasan dinding atau kaca perca. Ruangan-ruangan dibangun begitu komunal dan tak terkesan eksklusif sama sekali.

***

Lawang sewu dibangun pada awal abad 20 saat politik kolonialisme menjajaki masa moderen, masa yang diilhami dari kesadaran Belanda untuk membangun wilayah jajahannya terutama dalam bidang transportasi. Jaringan kereta api yang menjalar di pulau jawa, kantor pemerintahan dan kantor jawatan kereta api yang megah seolah menjadi pertanda bahwa pemerintah kolonial belanda melihat masa depan cerah di depan Hindia Belanda.

Era kecerahan itu nyatanya tak berjalan lama. Tepat empat puluh tahun sejak gedung ini dibangun, pemerintah Belanda dibawah kekuasaan Sri Ratu harus menyerah tanpa syarat kepada kekaisaran jepang. Semua aset dan bangunan diambil alih, tentara dan kekuatan dilumpuhkan. Andaikata Belanda tau hal ini akan terjadi, mungkin Lawang Sewu tak pernah dibangun.

Lawang Sewu yang Sudah Dipercantik (Dokumentasi Pribadi)
Lawang Sewu yang Sudah Dipercantik (Dokumentasi Pribadi)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun