Lalu di beberapa titik ada pedagang kaki lima yang diatur rapi. Saya agak telat menjemput matahari terbenam, sehingga tak sempat mengambil foto cantik. Namun penerangan dari lampu tamannya cukup menyelamatkan suasana.
"Kalau di sini mah pasti kalau cari yang aneh dan unik ya sate-satean, haha" Kata Pak Parno, pedagang cemilan di Kali Pepe, seberang terminal Tirtonadi. "Ya contohnya sate kambing.."lanjutnya lagi.
Saya tersenyum. Kalau sate kambing saja di Jakarta pun banyak. Mungkin Pak Parno tidak enak untuk mengungkapkan sate jamu. Karena kalau yang ini barulah aneh dan unik khas Solo, soalnya terbuat dari daging anjing, bukannya jamu seperti namanya, hehehe.
"Ga ada lagi selain sate, Pak?" Tanya Saya.
"Oh ada, di sini bisa pesan sayur mentah, ditambah tauge, dibalurin parutan kelapa, sama rempah," Jawabnya. "Namanya trancam," Tambah Pak Parno lagi.
"Wah enak itu ya Pak?" Tanya saya.
"Oh ya kalau suka sayuran enak. Segar. Atau kalau mau yang matang dimasak, gudangan, itu sayurannya direbus dulu," Bapak yang merantau dari Deli Serdang ke Solo pada tahun 1981 ini memberikan jawaban.
Pak Tarno kemudian menjelaskan lagi berbagai jajanan pasar, seperti serabi Solo, lenjongan, nasi liwet, ketan juruh dan sebagainya.
... lalu dinamai pedagangnya, cenil. Hahaha
Cenil seharusnya jajanan pasar berbentuk mirip otak-otak juga, namun berwarna-warni yang disirami air mendidih dan diuleni lalu setelah mengental dibentuk dan ditaburi kelapa. Rasanya manis. Sementara cenil versi Sungai Pepe ini rasanya cenderung gurih.