"Waah.. cakep ini idenya," Pikir saya. Sosok Jokowi dan Ma'ruf Amin tak perlu terlalu dimirip-miripkan. Cukup sosok seorang santri kurus bersarung, menyajikan kopi ke Kyainya. Kita namai KOEPI Santri karena nanti sebagian keuntungannya disumbangkan ke pesantren. Tidak pun sukses secara komersial, kita sudah bisa membantu para santri untuk jadi hidup modern, dan petani juga tertolong karena kopinya kita beli dengan harga pasar. Plus gambar subliminal kyai dan santrinya yang hormat dan sopan bisa menyebar ke mana-mana, hahahaha.
Kita bersepakat. Saya mengembangkan kopi santri, Mas Himawan akan dibayar royalti, walau tak banyak untuk idenya. Masih panjang strategi yang kita lakukan, termasuk bermimpi ini bisa diekspor ke luar negeri. Tapi satu per satu dululah, ramaikan dulu di online, baru nanti buru pasar luar negeri.
Tapi lagi-lagi sebagai seorang Minang, tidak mudah bagi saya untuk percaya orang. Berpartner harus diuji dulu, setia dan mau bersusah payah atau tidak. Maka iseng suatu malam tanggal 12 September, saya WA Mas Himawan.
Saya terus nyetir sampai Cieunteung, menyaksikan pembangunan waduk retensi untuk mengurangi efek banjir Sungai Citarum yang rutin terjadi. Pendekatan Jokowi dan Pemprov yang baik membuat banyak warga dengan kerelaan membongkar rumahnya sendiri yang menyesaki dan menyebabkan banjir tahunan. Di sana ada sinyal 4G yang memungkinkan saya siarkan LIVE. Berbagai pujian datang atas project ini. Lalu siangnya lanjut ke arah timur untuk menyusuri Sungai Citarum ke arah hulu. Saat itulah Mas Himawan muncul.
Capek, penat, lapar menyerang kami karena hari itu matahari terik sekali memanggang pinggiran Sungai Citarum. Kaki saya yang masih bengkak sisa nyetir dari NTB, bertambah kesakitan.
Tapi yang penting poin kritik kita yang pertama kali, supaya Kang Ridwan Kamil fokus membenahi dan memberikan edukasi kepada warga supaya sadar memelihara kebersihan Citarum, tersampaikan.
Soalnya percuma kan, Pakde Jokowi mengerahkan tentara dan relawan untuk membersihkan Citarum, kalau akhirnya ditumpuki lagi oleh sampah warga. Soalnya dalam sekejap terjadi lagi pendangkalan, yang membuat potensi banjir kembali mengancam warga walaupun sungainya baru saja dikeruk.
Balik ke Jakarta habis makan baso, kita bicara banyak di mobil. Mulai dari cara mendekati pasukan kampret, tentang peluang bisnis #KOEPISantri, hingga event yang bisa kita adakan untuk mengangkat pedagang dan pengrajin kecil. Nantilah kalau sudah ada modal dan waktunya.