Mohon tunggu...
Hamid Ramli
Hamid Ramli Mohon Tunggu... lainnya -

Aktivis Lingkungan ingin berkiprah di bidang politik lokal agar kelestarian lingkungan tetap terjaga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Referendum Skotlandia, Setelah Opsi ‘Merdeka' Ternyata Kalah

23 September 2014   08:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:51 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1411408997127454300

[caption id="attachment_343860" align="aligncenter" width="480" caption="Foto: lampost.co"][/caption]

Referendum Skotlandia yang dilaksanakan 18 September 2014 berakhir sudah. Dari sekitar 5 juta warga Skotlandia hanya sekitar 1,5 juta memilih opsi merdeka. Dengan demikian maka status politik Skotlandia tetap sebagai bagian dari Negara Inggris Raya lantaran mayoritas warga Skotlandia memilih opsi integrasi.

Hal yang menarik, pasca pengumuman kekalahan opsi merdeka, pemimpin politik tertinggi Skotlandia Alex Salmond langsung meletakan jabatannya sebagai Ketua Partai i Nasional Skotlandia (SNP). Lebih dari itu, Salmond juga langsung mengimbau para pejuang dan kelompok yang memilik merdeka untuk menerima kekalahan mereka.

Sikap ksatria Salmond tersebut sekaligus melengkapi catatan sejarah referendum di dunia sebagai perjuangan kemerdekaan penuh santun dan dalam kondisi paling damai. Karena referendum kemerdekaan Skotlandia dilakukan dengan persetujuan pemerintah Britania Raya dan bukan bermula dari gerakan separatis  bersenjata.

Pemandangan ini tentu berbeda jauh dengan kondisi di Indonesia seperti Aceh dan Papua dimana tuntutan merdeka kelompok GAM dan OPM telah menyebabkan banyak nyawa melayang. Padahal, apa sih yang diinginkan dari sebuah referendum kalau bukan untuk menggapai sebuah cita-cita bagi kehidupan yang lebih sejahtera?

Dalam konteks Aceh merdeka, kesepakatan damai melalui MoU Helsinki adalah jawaban untuk menggapai kehidupan yang lebih sejahtera dimaksud. Sementara untuk Papua, Pepera tahun 1969 yang digelar dalam suasana penuh konflik dengan penjajah Belanda adalah juga sebuah pilihan bebas bagi masyarakat Papua untuk menggapai kehidupan yang merdeka dan sejahtera melalui integrasi dengan Indonesia.

Sayangnya Belanda bukannya menerima kekalahannya tetapi justru telah memprovokasi kelompok sipil bersenjata yang dibentuknya tahun 1965 itu untuk melakukan pemberontakan hingga sekarang. Kendati Pemerintah Indonesia terus memberikan sejumlah keistimewaan kepada Papua pasca integrasi, namun semua kemajuan yang telah dicapai seakan tak punya arti bagi mereka.

Mudah-mudahan tokoh Papua merdeka yang selama ini hidup dalam pengasingannya di Inggris, Benny Wenda, yang dikabarkan ikut ke Skotlandia untuk memantau jalannya referendum rakyat Skotlandia itu bisa bisa belajar dari Alex Salmond.Bahwa kedamaian dan kesejahteraan warga jauh lebih bernilai ketimbang ambisi politik pribadi dan kelompoknya.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun