Abraham Lincoln kalah berkali-kali dalam pemilu lokal sebelum akhirnya menjadi presiden. Kekalahan bukan akhir. Justru kadang di sanalah narasi besar dimulai.
Bro Ron tengah menapaki jalan itu. Ia sedang mentransformasikan dirinya dari politisi menjadi negarawan. Dari kompetitor menjadi penopang. Dari calon ketua umum menjadi simbol moral partai. Jika ia konsisten menjaga sikap ini, ia akan dikenang bukan karena kursi yang ia duduki, tetapi karena cara ia berdiri saat tidak mendapatkan kursi itu.
Dalam jangka pendek, mungkin ia dianggap kalah. Tapi dalam jangka panjang, ia justru sedang memahat dirinya dalam sejarah politik kita sebagai figur yang melampaui struktur. Dan dalam negara yang rindu teladan, sosok seperti ini adalah harapan langka.
Maka, mari kita akui: Bro Ron memang tidak jadi Ketua Umum. Tapi hari ini, ia menjadi lebih dari itu, ia adalah simbol. Simbol bahwa politik tidak harus selalu brutal. Bahwa kekuasaan tidak selalu harus diperebutkan dengan sikut dan luka.
Bahwa idealisme bisa hidup berdampingan dengan realisme. Dan bahwa kekalahan pun bisa menjadi bentuk tertinggi dari kemenangan, jika dihadapi dengan anggun.
PSI tidak harus memilih antara Kaesang atau Bro Ron. Karena rumah ini cukup besar untuk keduanya. Yang satu membangun dari atas, yang satu menjaga dari bawah. Dan hanya dengan kolaborasi semacam inilah, partai ini bisa menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar kendaraan elektoral, menjadi gerakan moral yang sungguh-sungguh merepresentasikan harapan anak muda Indonesia.
Bro Ron tidak butuh jabatan untuk berpengaruh. Ia hanya perlu satu hal: tetap menjadi dirinya sendiri.
Dan untuk itu, kita semua berhutang respek. Thanks Bro Ron! You've set a high standard!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI