Menteri bisa dengan angkuh bangga memiliki IP "nasakom"---nasib satu koma---dan tetap jadi kelas penguasa yang berkuasa, sementara siswa dengan IP gemilang, ranking satu, hanya jadi pekerja yang terpasung di meja kerja yang penuh target mematikan, bukan makna kehidupan.Â
Sekolah dengan licik menjanjikan mobilitas sosial yang menggoda, tapi nyatanya hanya jadi alat legitimasi agar kamu patuh berjalan di jalur kelas sosialmu yang telah ditentukan sejak awal.
Jangan sekali-kali berdelusi bahwa sistem ini netral dan objektif. Netral itu mitos belaka, kebohongan yang dikemas rapi. Sekolah memiliki satu agenda tersembunyi namun nyata: menjauhkan anak-anak dari keberanian berpikir autentik dan mendekatkan mereka ke mesin produksi kapitalisme yang haus keuntungan.
Tak heran anak-anak diajarkan secara intensif bahwa sukses itu hanya soal jabatan tinggi, uang berlimpah, dan ranking teratas. Bukan soal keadilan sosial, keberanian moral, dan empati kemanusiaan. Mereka dilatih untuk takut gagal setengah mati, bukan berani gagal dan bangkit kembali. Mereka dilatih untuk menjawab dengan tepat, bukan bertanya dengan berani.
Karl Marx dengan kejeniusannya menyatakan: "Gagasan dari kelas penguasa adalah gagasan yang mendominasi di setiap zaman." Sekolah adalah mesin pengganda ide kelas penguasa yang efektif. Maka jangan heran kalau semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin banyak yang paradoksnya justru pasrah menjadi budak korporat tanpa perlawanan.
Karena sekolah tak pernah sungguh-sungguh mengajarkan untuk melawan ketidakadilan. Seperti yang dikatakan filsuf Jawa kuno, "Ngelmu iku kelakone kanthi laku" (Ilmu itu terwujud melalui tindakan), namun tindakan nyata untuk mengubah sistem justru tidak pernah diajarkan di ruang-ruang kelas.
Kalau kamu masih percaya bahwa sekolah hari ini adalah ruang pembebasan yang sejati, maka kamu sedang mabuk propaganda yang disajikan dengan manis. Karena kenyataannya, kita sedang hidup dalam sistem yang secara sadar dan sistematis mencetak manusia-manusia yang tak pernah sadar bahwa dirinya sedang diperbudak.
Konfusius pernah berkata, "Pengetahuan sejati adalah mengetahui batasan pengetahuanmu sendiri," tapi ironisnya, sistem pendidikan kita justru mengajarkan bahwa pengetahuan sejati adalah menerima apa yang dikatakan otoritas tanpa pertanyaan.
Sudah saatnya sekolah dikritisi secara fundamental. Bukan karena guru-gurunya jahat, tapi karena sistemnya busuk hingga ke akar-akarnya. Sudah saatnya para pemimpin sekolah berhenti pura-pura tidak tahu dan berlagak tak bersalah. Ini bukan sekadar masalah administratif seperti potong gaji karena telat.
Ini tentang bagaimana sistem ini dengan sistematis melanggengkan ketimpangan sosial, menindas kaum bawah, dan mencium kaki kekuasaan dengan penuh ketundukan. Kalau kau masih diam melihat realitas ini, kau menjadi bagian integral dari problem itu sendiri.
Dan jika kau benar-benar mengklaim dirimu sebagai guru, maka belajarlah dari kearifan spiritual yang mengajarkan keberanian melawan ketidakadilan.