Mohon tunggu...
HL Sugiarto
HL Sugiarto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk dibaca dan membaca untuk menulis

Hanya orang biasa yang ingin menulis dan menulis lagi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Buah Simalakama Masalah WNI Eks ISIS

7 Februari 2020   23:58 Diperbarui: 8 Februari 2020   10:51 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : Kompas.com/ABC News

Semenjak kekalahan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), yang ditandai dengan direbutnya kota Mosul (Irak) tahun 2017 dan desa Baghouz (Suriah) pada tahun 2019. Gelombang pengungsian besar-besaran dari pihak  pengungsi ISIS  mulai membanjiri daerah Suriah dan beberapa negara lainnya. 

Para pengungsi ini akhirnya menjadi beban berat  negara-negara yang ketempatan para pengungsi ini seperti halnya Suriah dalam hal ini otoritas Kurdi dan Turki. Hal ini disebabkan tidak hanya menyangkut masalah pengungsi saja,  tapi juga mengenai para bekas kombatan ISIS yang ada dalam gelombang pengungsian besar ini.

Bahkan otoritas Kurdi telah berbicara dengan Kementerian Luar Negeri Finlandia mengenai terbentuknya pengadilan khusus untuk para mantan kombatan ISIS, hal ini dilakukan karena para kelambanan komunitas internasional untuk menangani masalah ini, serta bertujuan untuk mengurangi beban yang ditanggung oleh otoritas Kurdi.

Masalah pemulangan WNI eks ISIS

Mengenai masalah pemulangan  dan penanggulangan para pengungsi WNI eks ISIS  ini sebetulnya sudah ada sejak tahun 2017, yang mana pihak Kemenlu Indonesia pernah menerima penyerahan 17 orang yang melarikan diri dari wilayah kekuasaan ISIS. Para pengungsi ini bukan kombatan ISIS, mereka pergi bergabung dengan ISIS berdasarkan keinginanya sendiri. 

Semenjak adanya usulan dari Menteri Agama Fachrul Razi mencetuskan usulan pemulangan 600 WNI eks ISIS ini, akhirnya warganet menjadi heboh dan sebenarnya masalah pemulangan 600 WNI eks ISIS ini muncul karena kamp-kamp pengungsi yang ada sudah jenuh dan perlu ada kejelasan akan status para pengungsi yang ada di dalam kamp-kamp tersebut. 

Mengingat beberapa negara seperti Norwegia, Rusia, Amerika Serikat, Denmark, Bosnia, Jerman, Tunisia, Turki, Inggris dan beberapa negara lainnya sudah mengambil sikap atas pengungsi atau tawanan eks ISIS yang berasal dari negara mereka.

Dalam hal ini pemerintah Indonesia masih lamban untuk mengambil keputusan akan 600 WNI eks ISIS tersebut, banyak hal yang menjadi pertimbangan untuk mengatasi masalah tersebut, mulai dari masalah hukum sampai pada masalah keamanan dan sosial. Ada beberapa hal yang perlu sorotan mengenai pemulangan 600 WNI eks ISIS tersebut.

Menurut pengamat intelijen dan terorisme dari Universitas Indonesia Ridwan Habib, ada tiga opsi untuk mengatasi masalah 600 WNI eks Isis ini yaitu :

1. Pemulangan, yang artinya seluruh 600 WNI eks ISIS ini akan dijemput pulang ke Indonesia ;

2. Pembiaran, pemerintah tidak mengurus status dan keberadaan 600 WNI eks ISIS ini dan diserahkan kepada komunitas internasional atau otoritas setempat;

3. Pemulangan secara selektif, yaitu memilah-milah siapa saja di antara 600 WNI eks ISIS ini yang bisa diterima kembali pulang ke Indonesia.

Resiko-resiko yang akan diterima pemerintah Indonesia bila melakukan pembiaran

1. Masalah keamanan

Para pengungsi WNI eks ISIS  apabila nantinya kamp-kamp pengungsian akhirnya dibiarkan terbuka atau dalam arti para pengungsi dan tawanan bekas ISIS ini akan bebas berkeliaran. Bahkan mereka nanti bisa pulang ke negara-negara sekitar Indonesia seperti Malaysia dan Filipina. Hal ini mengakibatkan tidak terdeteksinya para WNI eks ISIS ini, sehingga menyulitkan melakukan pengawasan terhadap mereka.

2. Resiko sorotan HAM

Masalah ini terkait pengungsi anak-anak di bawah umur 10 tahun dan para perempuan yang pergi bergabung dengan ISIS karena ikut suami atau orang tua mereka. Oleh karena itu apabila ada pembiaran terhadap mereka maka pemerintah Indonesia menjadi target sorotan HAM.

3. Resiko politik

Tindakan pemerintah bila melakukan pembiaran, maka akan  menjadi konsumsi masalah politik. Khususnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang selalu membandingkan pemulangan WNI dari Wuhan dengan penanganan 600 eks ISIS.


Resiko sosial dan keamanan bila 600 WNI eks ISIS dipulangkan ke Indonesia

"Untuk apa mereka pulang. Mereka adalah orang-orang yang kejam. Mereka bantai saudaranya sendiri, dan mengaku menyesal, lalu ingin pulang. Apakah masyarakat Indonesia tidak khawatir? Mereka adalah bibit terorisme," Sarina Gultom (Ibunya Trinity, korban bom molotov)

Pemerintah sebaiknya juga ikut mendengarkan pendapat para korban teroris, karena bagaimana pun juga mereka adalah korban-korban yang merasakan langsung kekejaman para teroris yang notabene telah memiliki ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. 

Penolakan sebagian besar penduduk Indonesia terhadap kehadiran 600 WNI eks ISIS ini sudahlah wajar karena berbagai tindakan teror baik melalui media sosial dan bom yang menimbulkan korban jiwa telah memberikan rasa trauma yang mendalam.

Selain itu pemerintah belum memiliki program dan metode de-radikalisasi yang pakem terhadap para WNI eks ISIS. Hal ini dibuktikan bahwa beberapa WNI yang pulang dari Suriah ternyata masih memiliki kecenderungan untuk bertindak radikal bahkan diantara mereka malah melakukan tindakan teroris sebagaimana terjadinya peledakan bom di Surabaya yang membawa banyak korban. 

Selain itu screening terhadap para perempuan dan anak di bawah umur dari WNI eks ISIS ini harus dilakukan secara holistik dan komperehensif karena mengingat mereka mungkin pernah melihat atau bahkan menerima pelatihan dari para kombatan ISIS, dan diharapkan untuk melanjutkan perjuangan 'jihad' versi mereka ketika sudah tiba di tanah air.

Wacana yang akan dilakukan pemerintah Indonesia

Wakil pemerintah Indonesia, Masduki Baidlowi, Jubir Wapres,  ketika berada dalam acara Satu Meja The Forum Kompas TV  mengungkapkan ada  3 dimensi yang perlu dipertimbangkan pemerintah  untuk memutuskan nasib 600 WNI eks ISIS tersebut, yaitu:

1. Kemanusiaan (HAM)

2. Keamanan (proses deradikalisasi jelas)

3. Hukum

Dengan memperhatikan  ketiga hal ini diharapkan pemerintah bisa mendapatkan formula atau bahan untuk memutuskan apakah nantinya 600 WNI eks ISIS ini akan dipulangkan atau tidak.  Akan tetapi kita sebagai WNI yang baik hanya bisa berharap agar pemerintah bisa memberikan langkah terbaik untuk mengatasi masalah tersebut dengan memperhatikan kepentingan stabilitas keamanan sosial politik di tanah air. (hpx)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun