2. Pembiaran, pemerintah tidak mengurus status dan keberadaan 600 WNI eks ISIS ini dan diserahkan kepada komunitas internasional atau otoritas setempat;
3. Pemulangan secara selektif, yaitu memilah-milah siapa saja di antara 600 WNI eks ISIS ini yang bisa diterima kembali pulang ke Indonesia.
Resiko-resiko yang akan diterima pemerintah Indonesia bila melakukan pembiaran
1. Masalah keamanan
Para pengungsi WNI eks ISIS Â apabila nantinya kamp-kamp pengungsian akhirnya dibiarkan terbuka atau dalam arti para pengungsi dan tawanan bekas ISIS ini akan bebas berkeliaran. Bahkan mereka nanti bisa pulang ke negara-negara sekitar Indonesia seperti Malaysia dan Filipina. Hal ini mengakibatkan tidak terdeteksinya para WNI eks ISIS ini, sehingga menyulitkan melakukan pengawasan terhadap mereka.
2. Resiko sorotan HAM
Masalah ini terkait pengungsi anak-anak di bawah umur 10 tahun dan para perempuan yang pergi bergabung dengan ISIS karena ikut suami atau orang tua mereka. Oleh karena itu apabila ada pembiaran terhadap mereka maka pemerintah Indonesia menjadi target sorotan HAM.
3. Resiko politik
Tindakan pemerintah bila melakukan pembiaran, maka akan  menjadi konsumsi masalah politik. Khususnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang selalu membandingkan pemulangan WNI dari Wuhan dengan penanganan 600 eks ISIS.
Resiko sosial dan keamanan bila 600 WNI eks ISIS dipulangkan ke Indonesia
"Untuk apa mereka pulang. Mereka adalah orang-orang yang kejam. Mereka bantai saudaranya sendiri, dan mengaku menyesal, lalu ingin pulang. Apakah masyarakat Indonesia tidak khawatir? Mereka adalah bibit terorisme," Sarina Gultom (Ibunya Trinity, korban bom molotov)