Mohon tunggu...
Hantodiningratâ„¢
Hantodiningratâ„¢ Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Minimalist Blogger

hantodiningrat.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Jas Hujan Pemberian Ibu

23 Desember 2015   23:59 Diperbarui: 23 Desember 2015   23:59 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menunjukan sejauh mana cinta dan kepedulian kita terhadap orang-orang yang kita cintai dan kita kasihi. Cara yang bisa kita lakukan sangat beragam, mulai dari hal-hal yang paling sederhana sampai dengan hal-hal yang luar biasa. Anda dapat memberikan sebuah kejutan sederhana yang tak pernah mereka duga sebelumnya, atau Anda juga bisa memberikan sebuah hadiah istimewa yang sangat mereka inginkan.

Lagi pula, untuk orang-orang terkasih apapun tentu akan diberikan, dengan catatan masih dalam batasan yang wajar dan tidak terlalu berlebihan. Disamping itu, jika kita menyayangi seseorang, tentu kita akan berusaha memberikan sesuatu yang terbaik bagi mereka, tak peduli sesederhana apapun pemberian tersebut. Anda tak perlu memberikan sebuah kado yang mahal hanya untuk membuat mereka terkesan, sesederhana apapun hadiahnya mereka akan tetap mengapresiasi ketulusan Anda.

Seperti saya misalnya. Dulu ketika saya masih sekolah di bangku SMA, dan sedang fokus-fokusnya untuk menghadapi ujian nasional, saya sering sekali pulang sore, bahkan tak jarang pulang hampir larut malam karena ada bimbingan belajar intensif di sekolah selepas jam pelajaran reguler selesai. Saya masih ingat betul, bulan itu adalah bulan Desember. Sebuah bulan dimana curah hujan sedang tinggi-tingginya. Ya, semua orang tentu tahu kalau bulan Desember adalah musim penghujan.

Nah, karena musim penghujan, saya yang sering pulang agak sorean sudah barang tentu sering basah kuyub kehujanan saat perjalanan pulang dari sekolah. Melihat anaknya yang sering pulang kehujanan, sepertinya membuat naluri seorang Ibu merasa iba terhadap anaknya. Memandang anaknya yang setiap kali harus basah kuyub di dera derasnya hujan sepertinya cukup mampu membuatnya sesenggukan. Atau barangkali Ibu saya was-was menanti kepulangan saya yang seringkali tak tentu waktu.

Oh ya, kebetulan waktu sekolah dulu, saya naik kendaraan umum atau bus umum. Jadi waktu pulang pun tidak tentu, karena memang saya harus menunggu bus umum langganan saya lewat depan sekolahan. Dan waktunya juga tidak pasti, kadang bisa datang lebih cepat, kadang juga bisa berjam-jam baru lewat. Nah, mungkin dari situ ibu saya jadi tak bisa membayangkan betapa kedinginannya saya, ketika harus menunggu datangnya bus langganan saya di bawah pohon di pinggir jalan dengan kondisi sore yang hujan.

Sampai pada suatu malam, setelah mempersiapkan apa saja yang akan dibawa besok ke sekolah, saya meletakkan tas saya yang sudah dalam keadaan rapi di meja belajar saya. Saya juga masih ingat betul, malam itu tas saya sudah saya kancingkan resleting depannya. Inti sudah rapi. Keesokan harinya saat saya akan berangkat ke sekolah, saya tak menaruh curiga barang sedikitpun. Dan kenyataannya saya memang tidak begitu memperhatikan, merasakan bahkan menyadari hal ini.

Singkat cerita, sesaat sebelum memasuki gerbang sekolah, barulah saya merasakan ada kejanggalan dengan tas yang sedari tadi saya cangklong di bahu saya. Pikir saya, aneh kok tas yang saya cangklong ini terasa agak berat dari biasanya, ya? Tapi saya tidak terlalu memusingkan hal itu, lagi pula mungkin ini hanya perasaan saya saja. Nah, barulah saat pelajaran pertama dimulai, ketika saya hendak mengambil buku pelajaran, saya tertegun.

Ada mantel atau jas hujan di dalam tas saya tersebut. Ya, sebuah jas hujan baru teronggok di dalam tas saya dengan masih terbungkus sangat rapi. Seketika saya merasakan air mata ini akan turun, saya benar-benar terharu. Ini pasti ulah Ibu, gumam saya saat itu. Pagi itu saya benar-benar tak habis pikir, bagaimana bisa ibu merencanakan ini. Dan betapa bodohnya saya, yang tak menyadari semua ini dari rumah. Dua jam pertama pelajaran, saya benar-benar tidak bisa konsentrasi. Saya masih merinding.

Rasa-rasanya saya ingin cepat-cepat pulang ke rumah. Saya ingin cepat-cepat memeluk ibu saya dan mengucapkan banyak terima kasih atas kasih sayangnya kepada anak laki-laki satu-satunya ini. Dan benar saja, selepas bimbingan belajar intensif selesai, hujan di luar ruang sudah semakin deras. Namun, derasnya hujan tak menyurutkan niat saya untuk pulang secepatnya. Ku lepas semua sepatu, dan ku buka bungkus mantel jas hujan pemberian ibu, dengan hati penuh haru, ku terjang hujan yang sendu itu.

Sambil berlari, saya berdoa semoga bus umum langganan saya itu tiba tepat waktu. Dalam kondisi hujan yang cukup deras, saya jadi teringat ibu. Mungkin di rumah ia sedang menantiku, seraya bertanya, "Bagaimana Nak, Ibu hanya ingin memastikan agar tubuhmu tetap hangat di tengah perjalanan pulangmu!" Seketika, saya merasa tubuh saya hangat, seolah seperti sedang dipeluk Ibu dari kejauhan. Dan itulah salah satu hadiah sederhana paling istimewa yang pernah saya terima dalam hidup. Selamat Ulang Tahun, Ibu!

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun