Mohon tunggu...
Hans Giovanny
Hans Giovanny Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum

Orang Biasa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Polemik Pembebasan Narapidana Saat Pandemi Covid-19

24 April 2020   02:11 Diperbarui: 24 April 2020   02:20 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Hans Giovanny

Beberapa minggu belakangan berita terkait dengan pembebasan napi dalam rangka penanganan dan pencegahan oenyebaran COVID-19. Kebijakan dari Kementrian Hukum dan HAM inipun cukup menuai pro dan kontra di masyarakat. Tulisan singkat ini akan membahas mekanisme pembebasan napi yang ditawarkan oleh Kemenkumham tersebut

Pertama, kita akan melihat bagaimana mekanisme pembebasan narapidana berdasarkan hukum nasional. Sebelum itu perlu kita garisbawahi pernyataan menteri Hukum dan HAM bahwa yang akan dibebaskan hanya narapidana yang telah menjalani 2/3 dari masa hukumannya, secara matematis sederhana itu berarti jika narapidana divonis untuk menjalani 4 tahun masa tahanan, 

si narapidana yang akan dibebaskan minimal telah menjalani 2 tahun dan 8 bulan masa hukuman. Dalam sistem hukum Indonesia kita mengenal istilah remisi atau pengurangan masa menjalani pidana, hal tersebut diatur pada pasal 14 ayat (1) UU no. 12 tahun 1995 dan secara khusus pada Peraturan Pemerintah (PP) no. 99 tahun 2012 tentang  Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan, 

dalam kedua peraturan di atas dijelaskan bahwa narapidana atau warga binaan juga memiliki hak yang harus dipenuhi saat menjalani masa tahanan dimana salah satu hak tersebut adalah untuk mendapatkan remisi, syarat dari pemberian remisi berdasarkan PP no. 99 tahun 2012 adalah: (a) narapidana berkelakuan baik yang dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dan telah mengikuti program binaan lapas dan (b) remisi yang dimaksud diberikan oleh menteri Hukum dan HAM. 

Jadi berdasarkan tinjauan hukum  atau tinjauan normatif, pengurangan masa hukuman terhadap narapidana memang dikenal dalam sistem hukum Indonesia dan oleh sebab itu mekanisme pembebasan narapidana dalam rangka pencegahan COVID-19 dapat dilakukan, asal dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kedua, kita akan membahas apakah dalam masa pandemi seperti ini, pembebasan terhadap narapidana memang diperlukan. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa pembebasan ini betujuan untuk mencegah penyebaran pandemi COVID-19 di kalangan narapidana yang ada di lemabaga permasyarakatan, menurut hemat penulis pertimbangan ini merupakan salah satu mekanisme yang perlu dilakukan, mengapa demikian? 

Terlebih dulu kita harus membahas bagaimana kondisi Lembaga Permasyarakatan (LP) di Indonesia secara umum. Tujuan dari LP sadalah untuk melakukan 'pembinaan' terhadap para narapidana dimana secara teoritis LP selain berfungsi untuk menghukum para narapidana juga berfungsi untuk melakukan pembinaan dengan tujuan agar saat meninggalkan LP para narapidana telah terbina dengan baik untuk kembali hidup di antara masyarakat.

Namun, secara umum Lembaga Permasyarakatan di Indonesia memiliki problematika yang cukup pelik, beberapa di antaranya adalah kondisi LP di Indonesia yang over-kapasitas dimana daya tampung dari LP tidak sebanding dengan jumlah narapidana, buruknya sanitasi dan akses terhadap air bersih di beberapa LP hingga minimnya akses dari para napi untuk menerima layanan terhadap pemeriksaan kesehatan, kondisi ini menyebabkan narapidana yang sedang menjalani masa hukuman menjadi aktor yang rentan terhadap berbagai penyakit menular. 

Tentu dalam masa pandemi seperti ini kondisi di atas akan memudahkan virus seperti COVID-19 untuk menjangkiti penghuni lapas, yang perlu kita ingat adalah bahwa selain narapidana juga terdapat petugas LP yang bekerja disana, dalam masal pandemi seperti ini selain narapidana petugas-petugas tersebut juga rentan terhadap penularan penyakit. 

Ketika pemerintah mengeluarkan seruan untuk melakukan physical distancing tentu dengan kondisi over-kapasitas di berbagai LP  hal tersebut akan sulit untuk dilakukan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah kemudian pembebasan narapidana akan serta-merta menahan laju penyebaran COVID-19? 

Di lingkungan LP sendiri perlu ada pemeriksaan baik Rapid Test maupun PCR kepada seluruh penghuni jika pemerintah memang ingin lebih serius mencegah penyebaran virus disana, tanpa tes yang memadai tentu saja mekanisme lain seperti pembebasan narapidana tidak akan begitu bermanfaat, tetapi paling tidak pembebasan narapidana ini dapat meminimalisir pencegahan di lingkungan LP dan mengurangi beban dari petugas Lembaga Permasyarakatan.

Ketiga, bagaimana dengan ketakutan masyarakat bahwa akan narapidana yang dibebaskan akan kembali melakukan tindakan yang merugikan dan mengkhawatirkan masyarakat? Tentu saja resiko seperti ini sangat mungkin terjadi, berdasarkan sudut pandang kriminologi peristiwa ini disebut sebagai residivis, 

tetapi yang perlu kita pahami adalah bahwa fenomena residivis merupakan hal yang umum terjadi, dan pada umunya para residivis bukan hanya berasal dari narapidana yang telah menerima remisi, bahkan para narapidana yang menghabiskan masa hukuman hingga selesai pun juga berpotensi menjadi residivis, lalu apakah dengan pembebasan napi saat pandemi seperti ini maka fenomena residivis juga akan meningkat? 

Kemungkinan seperti itu tentu saja dapat terjadi, tetapi jika memang benar bahwa di kemudian hari terbukti bahwa pembebasan napi meningkatkan fenomena residivis maka itu berarti Lembaga Permasyarakatan telah gagal melakukan pembinaan bagi narapidana, kedua berdasarkan data yang penulis peroleh, memang terdapat beberapa narapidana yang dibebaskan saat masa pandemi ini dan kemudian kembali melakukan tindak pidana, namun sampai tulisan ini dibuat jumlahnya jauh lebih sedikit  dibanding mereka yang tidak kembali melakukan tindak pidana dan tindak pidana yang mereka lakukan pun masih tergolong tindak pidana ringan.

Akhirnya kita perlu menempatkan Lembaga Permasyarakatan sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana, jika ke depannya terbukti bahwa jumlah residivis meningkat maka hal tersebut merupakan bukti bahwa sistem pemasyarakatn di Indonesia telah gagal dalam melakukan pembinaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun