Mohon tunggu...
Hans The Great
Hans The Great Mohon Tunggu... Pegawai -

Hanya ingin belajar menulis, bersahabat, berbagi kisah, danmenyalurkan rasa iseng.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karya Sasha : Sediiiiiihhhhh....

17 November 2011   13:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:32 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Halo, aku Rivenya Tyara. Aku mempunyai seorang saudara kembar yang bernama Revynia Muthiyara. Aku biasa dipanggil Tyara dan saudaraku itu biasa dipanggil Muthiya.

Aku sangat sebal dengan Muthiya. Dia selalu mendapatkan kasih sayang yang lebih dari mama. Dia juga selalu mendapatkan barang yang lebih. Sifat kami sangat berbeda. Aku tomboy, sedikit kasar, dan pemarah. Aku juga tidak mau mengalah. Sifat itulah yang membuatku risih dengan adanya Muthiya dalam kehidupanku. Muthiya adalah anak yang 100% feminim, lembut, anggun, sabar, tapi dia adalah anak yang penakut.

Hari-hariku selalu diisi oleh pertengkaran antara kami berdua. Walaupun Muthiya anaknya suka mengalah, tapi tetap saja kami selalu bertengkar. Karena, aku selalu meledeknya anak mami.

Seperti hari ini, aku dan Muthiya sedang bertengkar gara-gara dia baru saja dibelikan baju yang banyak oleh mama, sedangkan aku hanya dibelikan tiga baju. Aku sangat emosi sehingga bingkai foto Muthiya pecah karena ku banting. Muthiya sangat marah karena bingkai foto itu adalah pemberian sahabatnya yang sudah pindah ke Singapura.

Baru kali ini aku melihat Muthiya marah besar kepadaku. Biasanya, dia hanya mengoceh dan mengoceh terus kepadaku hingga aku bosan, dan akhirnya bertengkar.

“ Tyara ! Walaupun kamu marah sama aku, tapi tolong dong, jangan banting bingkai foto itu ! Kamu gak ngerasain gimana rasanya kalau barang pemberian sahabatnya itu rusak !!! Kamu jahat Tyara !!! Kamu jahat !!!!!!!!!!” jerit Muthiya dengan air mata yang bercucuran. Dia membanting pintu kamarnya, dan mungkin dia menangis sepanjang hari.

Aku hanya diam terpaku mendengar marahan Muthiya. Setelah beberapa detik aku diam, aku segera berlari menuju kamar Muthiya. Aku membuka pintu kamarnya yang tidak terkunci.

Kali ini, aku sedih melihat Muthiya menangis. Sayup-sayup terdengar suara tangisan Muthiya. “ Muthiya” sapaku pelan.

“Pergi !!! Aku benci sama kamu Tyara !!!!!!!!!!!!!” bentak Muthiya.

“ Muthiya, aku Cuma mau...”,

“ Pergi !!! Aku pengen kamu pergi sekarang !!! Cepet !!!!!!!!!!” bentak Muthiya. Kali ini, dia bangun dan mendorongku keluar kamar.

Di luar, aku hanya menangis melihat Muthiya begitu marah kepadaku. Ya Allah, maafkan Tyara, Tyara ga bermaksud untuk membuat marah Muthiya. Tapi Tyara tadi Cuma emosi, jadinya bingkai foto Muthiya dibanting sama Tyara. Abisnya Tyara sebeell.....

Kenapa ya, mama selalu membela Muthiya? Apa Tyara punya salah? Ya Allah, kalu bener Tyara punya salah, kasih tau Tyara, ingetin Tyara, supaya Tyara bisa memperbaiki itu. Amien...

Tanpa terasa, air mataku jatuh. maafkan aku Muthiya kataku dalam hati sambil berjalan menuju kamarku.

Di kamar, aku segera menulis pada diary kesayanganku. Walaupun tomboy, aku gemar menulis diary lho!!

Tiba-tiba, aku tertidur... dan... tertidur sangat lelap... sampai-sampai aku lupa menutup diaryku.

Pintu kamarku terbuka. Masuklah seorang gadis cantik berambut panjang yang segera mengambil buku diaryku. Yaps, betul ! Dia adalah Muthiya !

Setelah membaca semuanya, Muthiya terharu dan segera menutup diaryku, lalu pergi meninggalkan aku yang masih terlelap.

Muthiya segera pergi menghampiri Tania, dan memulai pembicaraan. Tania adalah pendamping Muthiya yang selalu merawat Muthiya.

“ Tania, aku sedih, tapi aku juga bingung. Aku kasian sama Tyara. Dia sebenernya gak pengen aku sedih and bikin aku kecewa, tapi emang sih, dia ga sengaja, tapi kan... itu dari sahabatku. Dan itu sangat berarti banget walaupun hanya sebuah bingkai foto.” Curhat Muthiya.

“ Nona, Tania tau kok, bagaimana perasaan nona saat barang berharga nona rusak atau tidak bisa dipakai lagi.” Kata Tania sambil membelai rambut Muthiya.

“ Memangnya, kamu pernah merasakannya? Dan.. apa benda berhargamu itu?” tanya Muthiya penasaran.

“ Ini lebih berharga dari sebuah benda, nona !” jawab Tania.

“ Lalu apa?” tanya Muthiya lagi yang mulai penasaran.

“ Ibu. Ya, Ibu Tania meninggal ketika Tania berumur 9 tahun. Tania sediiihhh sekali !! Tapi, Tania harus menerima. Sebab, jika Tania belum bisa melepaskan kepergian ibu Tania, pastinya ibu Tania tidak tenang dialam sana. Apalagi, Tania lupa berdo'a. Tania pernah bilang ke Tante Syifa, tantenya Tania. Tania bilang, kalau sebenarnya, Tania nangis karena Tania sayaaaaaaannngggg....... banget sama ibu Tania. Tapi, sesungguhnya Tante Syifa berkata ‘ Jika sayang, jangan hanya menangis, tapi berdo'a.’ Itulah kata yang selalu Tania ingat jika Tania ingin menangis. Jadi, nona gak boleh sedih. Nona bisa jujur sama sahabat nona. Bilang kalau bingkai yang diberinya pecah dan rusak. Oke, nona?” cerita Tania panjang lebar.

"Great !!" Muthiya terlihat senang sekali. Kemudian dia segera menghampiri saudara kembarnya. Dipeluknya Tyara.

"Tyara, maafkan aku ya" bisiknya sambil mencium pipinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun