Mohon tunggu...
HPS
HPS Mohon Tunggu... - -

Newbie on writing. 外国語で皮肉が大好きです。

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Revolusi Mental, "Public Officer vs Public Servant"

2 Mei 2018   16:35 Diperbarui: 3 Mei 2018   13:01 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada tahun 2011, terjadi kasus korupsi besar yang dilakukan oleh Khir Toyo, Menteri Besar Selangor, Malaysia. Dalam persidangan kasus tersebut tejadi hal yang cukup menggelitik, kalau menurut saya sebelas-duabelas dengan sepak terjang pengacara kondangnya Setya Novanto yang booming saat ini.

Dalam persidangan tersebut, pengacara Khir Toyo bersikeras jika kliennya adalah public officer (pejabat publik) bukan public servant (pembantu publik), jadi tidak bisa dikenakan peratura anti-korupsi yang berlaku di Malaysia. Menurutnya, peraturan tersebut ditujukan pada pembantu publik, sedangkan menurutnya jabatan Khir Toyo tidak termasuk dalam kategori pembantu publik, tapi seorang pejabat publik. Sederhana, tapi mungkin saat itu membuat penegak hukum yang menangani kasus tersebut cukup terskakmat.

Lalu, di Indonesia sendiri kira-kira mana kata yang lebih terdengar familiar?

Saya kira pejabat atau pejabat publik merupakan kata yang lebih umum digunakan dibandingkan pembantu publik. Lalu, apa permasalahannya? Mungkin hal ini sederhana dan untuk sebagian besar (atau mungkin hampir semua) orang merasa tidak perlu dibahas.

Tapi, menurut saya hal ini cukup penting dibahas untuk kembali memikirkan implikasi dari penggunaan kata-kata ini dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum membahasnya lebih lanjut, berikut saya lampirkan pengertian kata pejabat dan pembantu menurut KBBI:

pejabat/pe*ja*bat/ n1 pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting (unsur pimpinan): ia seorang ~ yang amat jujur dalam melaksanakan tugasnya; 2kl kantor; markas; jawatan;~ hubungan masyarakat orang yang bertugas mengatur kegiatan hubungan masyarakat; ~ negara orang yang memegang jabatan penting dalam pemerintahan, seperti menteri, sekretaris negara; ~ penerangan orang yang bertugas menyampaikan penerangan tentang lembaga yang menugaskannya; ~ pers petugas pada suatu instansi yang menangani urusan pers.

pembantu/pem*ban*tu/ n1 orang (alat dan sebagainya) yang membantu; penolong; 2 orang upahan, pekerjaannya (membantu) mengurus pekerjaan rumah tangga (memasak, mencuci, menyapu, dan sebagainya);- dekan wakil dekan; - editor petugas yang membantu editor dalam membuat dan menyampaikan berita di televisi, radio, atau media massa lain; - khusus petugas yang khusus membantu editor dalam membuat dan melaksanakan berita di televisi dan radio; - letnan dua pangkat bintara peringkat kedua dalam ketentaraan, satu tingkat di bawah pembantu letnan satu, satu tingkat di atas sersan mayor (tanda pangkatnya satu balok emas bergelombang yang dilekatkan di bahu baju); - letnan satu pangkat bintara peringkat pertama dalam ketentaraan, satu tingkat di bawah letnan dua, satu tingkat di atas pembantu letnan dua (tanda pangkatnya dua balok emas bergelombang yang dilekatkan di bahu baju); -rektor wakil rektor; - rumah tangga orang yang membantu dalam urusan rumah tangga; - tetap pembantu yang secara tetap menyumbangkan karangannya kepada surat kabar dan sebagainya.

Disini dapat kita lihat jika pejabat memiliki pengertian pertama berupa sebuah status pekerjaan di pemerintahan, khususnya yang memiliki jabatan penting/tinggi. Sedangkan, pembantu memiliki pengertian berupa fungsi atau peran untuk membantu atau menolong, baru kemudian dikaitkan dengan berbagai pekerjaan, dari pekerjaan di tingkat rumah tangga hingga jabatan di berbagai sektor lainnya.

Tidak ada permasalahan dalam pengertian-pengertian yang dipaparkan KBBI. Permasalahan yang ada adalah ketika pengertian ini didengar, dipahami, kemudian dianut oleh masyarakat Indonesia. Why?

Indonesia adalah negara yang awalnya terdiri dari ratusan atau mungkin ribuan kerajaan di masa lalu. Dalam struktur kepenguasaan terdapat berbagai peran yang dipegang oleh pejabat, dari raja, patih, hingga kepala desa. Sebagai tokoh yang memiliki jabatan dan kekuatan besar di mata masyarakat, masyarakat cenderung selalu mengikuti perintah dan kemauan penguasanya.

Maka dari itu, istilah yang terbentuk di masyarakat untuk menyebut penguasa rakyat adalah pejabat atau pejabat publik. Di saat itu,pejabat-pejabat publik ini memiliki kuasa yang sangat besar yang jika kita telaah dengan standar nilai yang kita miliki di masa kini sebagai hal yang di luar batas karena mereka memang dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup semua orang di bawah kekuasaanya hingga di tingkat kehidupan dan kebebasan dasarnya.

Contoh sederhananya, mungkin jika Putri Roro Jonggrang hidup di masa kini akan banyak aktivis HAM pembelanya yang mencecar dan mungkin menurunkan Pangeran Bandung Bondowoso dari tahtanya karena memaksa Roro untuk menikahinya. Tapi, dalam cerita yang ada, Roro hanya dapat berusaha mengelabui Bandung dengan usaha dirinya sendiri dan ajudannya, no one else help her (masyarakat umum dan pejabat lainnya).

Kekuasaan sebesar ini juga dimiliki oleh penguasa feudal pada umumnya di berbagai belahan dunia. Perbedaan yang saya ambil dari sedikit sejarah Eropa, khususnya Inggris, yang saya baca adalah bagaimana umumnya para penguasa ini memiliki noblesse oblige, yakni tanggung jawab untuk mengayomi, melindungi, dan membangun masyarakat yang ada di bawah kekuasaannya karena mereka menyadari jika hak yang dimilikinya dihasilkan dari tanggung jawabnya terhadap tugas-tugasnya ke masyarakat.

Seperti halnya, kemakmuran wilayah yang dipimpinnya secara langsung berdampak pada kekayaan yang dimiliki penguasa tidak lepas dari peran seluruh masyarakat yang ada disana dalam menggerakkan perekonomian dan membayar pajak. Dari sinilah, lahir istilah public servant alias pembantu publik. Mungkin di masa lalu dikarenakan penguasa kental dengan status kebangsawanan, masyarakat pada umumnya masih sangat menghormati dan taat kepada para penguasanya.

Namun, seiring perkembangan zaman, reformasi sistem pemerintahan dan pendidikan, maka jabatan pembantu publik dapat dipegang siapapun dan akan mendapatkan penilaian yang sama oleh masyarakat sebagai manusia setingkat dengannya. Karena pada dasarnya, pembantu publik adalah delegasi masyarakat dalam pengelolaan pemerintahan negara.

Disini saya bukan berusaha untuk membandingkan praktik penguasaan di Indonesia dan di luar negeri, bukan juga menunjukkan bagaimana praktik buruk hanya terjadi di Indonesia dan praktik bagus selalu terjadi di luar negeri. Saya rasa di tiap kerajaan atau wilayah akan memiliki masa dimana mereka memiliki penguasa yang semena-mena dan juga masa dimana terdapat raja yang bijaksana.

Walaupun di Indonesia tidak familiar dengan istilah noblesse oblige, bukan berarti penguasa di Indonesia tidak menganut nilai yang sama dan mempraktikkanya dalam masa jabatannya. Yang ingin saya tunjukkan adalah bagaimana reformasi pemikiran masyarakat Indonesia yang terjebak pada konsep pejabat seperti di masa lalu. Masyarakat pada umumnya masih menganggap kata pejabat menujuk kepada mereka, orang-orang yang sepertinya luar biasa dan berbeda level dengan masyarakat biasa atau masyarakat yang memiliki tingkatan jabatan di bawahnya.

Hasilnya adalah pejabat publik yang berani bertindak semene-mena, bebas melakukan KKN, dan merasa jadi artis dadakan ketika jadi terdakwa korupsi di KPK. Jujur saja, menurut saya semua ini aneh, ketika kita begitu mengagung-agungkan what so called 'pejabat', tapi menghina-hina pejabat yang terkena kasus korupsi dan terlihat santai. Well, itu semua terjadi akibat proses berpikir kita selama ini!

Internalisasi nilai oleh nenek moyang hingga orang tua kita mengenai pemaknaan kata pejabat membuat kita tidak bisa lepas dari pentransferan nilai tersebut ke dalam superego kita, merusak idealis kesetaraan manusia yang pada dasarnya ada dalam id kita, kemudian menghasilkan bentuk ego kita untuk manggut-manggut dan sungkem ke para penguasa. Singkatnya, kita menilai jika posisi kita lebih marginal dibanding para pejabat adalah hal yang wajar.

Menurut saya, pemahaman kuno istilah pejabat di Indonesia harus segera diubah menjadi pembantu publik. Revolusi mental ini dapat menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan kemawasan diri pemerintah dan kesadaran mereka dalam melaksanakan obligasinya dalam menjalankan tugas negara, sehingga dapat menurunkan, bahkan menghilangkan korupsi di Indonesia di masa yang mendatang.

Di sisi lain, masyarakat luas juga dapat memiliki pemahaman baru jika mereka semua memiliki hak dan bebas menuntutnya kepada pemerintah. Pejabat bukan lagi menjadi mereka dapat melakukan abuse of power kepada rakyat, tapi harus bekerja dengan professional dalam menjalani tugasnya; dan rakyat tidak perlu ragu untuk menyuarakan aspirasi dan keinginannya tanpa melanggar konsep saling menghargai dan menghormati antar sesama manusia dan khususnya pejabat yang telah bekerja untuk memenuhi kepentingannya (rakyat).

Mungkin langkah awal yang dapat dilakukan, KBBI bisa menambahkan pengertian kata pembantu publik dan mengoreksi arti kata pejabat menjadi kata ganti seseorang yang menduduki jabatan tertentu dan tidak harus dikaitkan dengan status pekerjaannya di pemerintahan atau institusi manapun. Bagaimana?

Selamat hari pendidikan, mari merevolusi mental kita!

Referensi

Freud, S. (1920). Beyond the pleasure principle. SE, 18: 1-64.

Freud, S. (1923). The ego and the id. SE, 19: 1-66.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (nd.). Bantu. Retrieved at 02-05-2018 from https://kbbi.web.id/bantu

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (nd.). Jabat. Retrieved at 02-05-2018 from https://kbbi.web.id/jabat

Lim, Ida (Sept 22, 2015). Ex-Selangor MB loses final bid in RM3.5m corruption case, sentence pending. Malaymail. Retrieved at 02-05-2018 from https://www.malaymail.com/s/974501/ex-selangor-mb-loses-final-bid-in-rm3.5m-corruption-case-sentence-pending

Uppercaisse (Aug 5, 2012). Public officer or public servant: a question of law, not what you think. Retrieved at 02-05-2018 from https://uppercaise.wordpress.com/2012/08/05/public-officer-vs-public-servant/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun