Mohon tunggu...
hanif sofyan jr
hanif sofyan jr Mohon Tunggu... pegiat literasi

penyuka fotografi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Ketika Anak Bertanya, "Kenapa Pesawat Bisa Terbang?" Inovasi Pembelajaran STEM untuk Indonesia Maju

27 September 2025   23:57 Diperbarui: 27 September 2025   23:57 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
interaksi guru dan murid dikelas-sumber gambar: kompas.id

Jika tiba-tiba anak kita bertanya, "Pak, kenapa pesawat bisa terbang?" Pertanyaannya memang sederhana, tapi kita sebagai orang tuanya mau tidak mau mengeryit dahi juga. Apakah harus menjawab secara teknis atau ala kadarnya. Sebenarnya yang harus kita pahami anak kita tidak ingin hanya jawaban singkat, tapi ia juga ingin diajak berpikir, berimajinasi, bahkan mungkin ingin langsung mencoba eksperimen sederhana.

Para orang tua barangkali banyak yang tidak menyadari bahwa pertanyaan polos namun kritis seperti itu bisa menjadi jembatan atau pintu masuk ke dunia Science, Technology, Engineering, dan Math (STEM). Sayangnya, dalam praktik pembelajaran sehari-hari, rasa ingin tahu semacam itu seringkali terhenti di papan tulis atau buku cetak. Apalagi jika orang tuanya juga tidak memahami psikologis anak tentang pembelajaran.

Dalam dunia yang sedang bergerak cepat, membuat anak-anak kita juga makin kritis pemikirannya. Sekarang persaingan tidak lagi hanya berkutat pada penguasaan rumus saja, tetapi bagaimana rumus bisa memecahkan masalah, membuatnya berpikir kritis, sehingga punya nilai daya saing.

interaksi guru dan murid dikelas-sumber gambar: kompas.id
interaksi guru dan murid dikelas-sumber gambar: kompas.id

Pendidikan Bermutu untuk Semua

Semua orang berhak mendapatkan pendidikan bermutu, karena bukan hak privilese segelintir siswa di sekolah unggulan, tapi milik semua anak bangsa, dari kota besar hingga pulau terpencil. Agar pendidikan memiliki kualitas yang terukur, harus memenuhi dimensi input, proses, dan output. 

baik menyangkut kurikulum, tenaga pendidik, serta sarana prasarana yang memadai. Interaksi dalam kelas, metode pembelajaran, dan strategi evaluasi, serta hasil belajar, baik kognitif maupun keterampilan sosial, yang nantinya bisa diaplikasikan dalam kehidupan nyata.

Kini yang semakin menarik minat siswa adalah ketika materi pembelajaran bisa dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi ketika ketrampilan dari hasil proses pembelajaran bisa mendorongnya lebih kreatif dan bisa menghasilkan keuntungan secara ekonomi.

Anak saya merasakan manfaat dari bazar sekolah yang membuatnya berpartisipasi membuat produk. Ketika itu ia belajar memilih produk yang diminati konsumen, produk yang punya nilai beda sehingga secara ekonomis punya nilai tawar yang besar.

Jika kita kaitkan dengan kondisi kita saat ini, pendidikan bermutu juga harus inklusif. Artinya, pendidikan tidak spesial hanya bisa diakses atau dinikamti orang tertentu. Semua orang berhak mendapat layanan, apalagi anak tertinggal hanya karena keterbatasan ekonomi, geografis, maupun kondisi fisik-emosional. Pendidikan untuk semua berarti anak di pedalaman Papua, remaja di kota besar, hingga siswa berkebutuhan khusus memiliki peluang yang sama untuk belajar, bertumbuh, dan berkontribusi.

Semakin ke depan, zaman semakin dipenuhi tantangan. Abad 21 adalah era disrupsi. World Economic Forum (WEF) menyebut bahwa pekerjaan masa depan menuntut 21st Century Skills seperti literasi digital, komunikasi efektif, kepemimpinan, hingga kemampuan memecahkan masalah kompleks.

Sehingga kita makin butuh transformasi pendidikan. Model klasikal yang kurang memperhatikan perbedaan individu, kurang melihat perkembangan siswa, hanya berfokus pada hafalan sudah tidak relevan lagi. Siswa sekarang harus harus lengkapi dengan pengalaman belajar yang nyata, kontekstual, dan berorientasi pada pemecahan masalah.

Tantangan kita sudah jauh ebrubah, kini Indonesia menghadapi tantangan ganda. Selain meningkatkan akses pendidikan sekaligus memastikan kualitas. PISA 2022 menunjukkan capaian siswa Indonesia masih di bawah rata-rata OECD dalam literasi membaca, matematika, dan sains. Tapi angka itu bukan akhir, tapi alarm agar kita bergerak cepat melakukan inovasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun