Mohon tunggu...
Hani La Shifa
Hani La Shifa Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Secangkir mendung di bawah langit teh hangat.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sepersekian Detik adalah Seabad

31 Mei 2018   06:37 Diperbarui: 31 Mei 2018   07:32 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mappingignorance.org

Matahari baru saja mulai menghangatkan diri, belum sepenuhnya, tapi tetiba saja kamu mendinginkannya kembali. Aku ingat sekali bagaimana aku memanggilmu, namun kurasa kelu. Yang kudengar bukan suaraku, melainkan dia. Lucu sekali, namamu hanya mampu menggema dalam relung dan tak pernah sampai ke telingamu bahkan ketika kamu tepat di hadapanku.

Kamu menengok, sembari menyingkirkan segelintir rambut yang menutupi kelopak matamu, menghalangi pandanganmu---padanya---oh. Tentu saja bukan padaku. Jelas sekali aku hanya terdiam, dan sekali lagi ku jelaskan dia berhasil menyebut namamu dengan lantang. Kemudian kamu dengan senang hati berbagi senyum simpul dengannya. Indah sekali, seakan tetiba saja senja menghampiriku.

Seakan sepersekian detik adalah seabad bagiku tuk mengingat simpulmu padanya---yang kukira (kuharap) padaku---saat itu. Aku tidak mengerti bagaimana caramu menyihirku hanya dengan berjalan, bergerak atau bahkan diam selama kamu berada dalam jangkauan pandangku. Tetiba saja membeku, membisu, bahkan membiru. Tidak, bukan membiru, tapi memerah, merona. Teringat kembali, aku membalas senyummu lebar-lebar dalam hatiku namun kutampilkan lengkung bibir yang amat tipis dan amat samar.

Aku memandangimu diam-diam, tersenyum diam-diam, mencintaimu diam-diam, hingga diam-diam aku kecewa pada diriku yang senantiasa diam. Pun kecewa padamu yang senantiasa mendiamiku. Hingga kini, tiada hari yang kulewati tanpa melihatmu tak memandanginya, tak bersamanya, tak ....entahlah, jika kamu tau itu berarti tiada hari yang kulewati tanpa tak mengawasimu, diam-diam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun