Mohon tunggu...
Hani Zumaroh
Hani Zumaroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Hobby : membaca dan nonton

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Studi Kasus Keikhlasan dan Upah Guru Honorer dalam Mendidik Perspektif Hadis

27 Oktober 2023   22:55 Diperbarui: 27 Oktober 2023   22:56 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Upah dalam mengajar, seperti dalam muamalah umumnya, juga dikenal dengan istilah ujroh atau ijarah. Ujroh/upah biasanya harus diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam konteks sewa menyewa maupun upah mengupah. Secara etimologi, ijarah berasal dari kata ajara-ya'jiru yang berarti upah yang diberikan sebagai kompensasi sebuah pekerjaan. Al-ajru merujuk pada upah atau imbalan untuk suatu pekerjaan.

Menurut pandangan ulama Hanafiyah, ijarah adalah akad yang melibatkan pemberian penggantian atas suatu kemanfaatan. Secara terminologi, ijarah mengacu pada balasan, tebusan, atau pahala. Secara syariat, ijarah berarti melakukan akad untuk mengambil manfaat dari orang lain dengan membayar sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan, dengan mempertimbangkan syarat-syarat tertentu pula. Al-ajru berasal dari kata yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah ganti atau upah. Dalam pengertian bahasa, upah berarti imbalan atau pengganti. Jadi, upah merujuk pada pemberian imbalan sebagai bayaran kepada seseorang yang diperintahkan untuk melakukan pekerjaan tertentu, dan pembayaran tersebut diberikan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

Hadist yang menjelaskan tentang bolehnya pengajar menerima upah:

فعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما أَنَّ نَفَراً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم مَرُّوا بِمَاءٍ فِيهِمْ لَدِيغٌ ، فَعَرَضَ لَهُمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْمَاءِ فَقَالَ : هَلْ فِيكُمْ مِنْ رَاقٍ إنَّ فِي الْمَاءِ رَجُلاً لَدِيغًا ؟ فَانْطَلَقَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ عَلَى شَاءٍ [أي : مجموعة من الغنم]، فَبَرَأَ ، فَجَاءَ بِالشَّاءِ إِلَى أَصْحَابِهِ ، فَكَرِهُوا ذَلِكَ ، وَقَالُوا : أَخَذْتَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْراً ؟ حَتَّى قَدِمُوا الْمَدِينَةَ فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَخَذَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْراً ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : (إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ) رواه البخاري ( 5405 ) .

Artinya: Saya diberitahu oleh Sidan bin Muddzarib Abu Muhammad Al Bahili, yang kemudian menceritakan kepada saya Abu Masyar Al Bashri, yang dikenal sebagai seseorang yang jujur, yaitu Yusuf bin Yazis Al Barra. Dia mengatakan bahwa saya diberitahu oleh Ubaidullah bin Al Ahnas Abu Malik, yang mendapatkan informasi dari Ibnu Abu Mulaikah, yang mendapatkan informasi dari Ibnu Abbas. Mereka menceritakan bahwa beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW melewati sebuah mata air di mana ada seseorang yang terkena gigitan binatang berbisa. Kemudian salah satu penduduk yang tinggal di dekat mata air tersebut datang dan bertanya apakah ada di antara mereka yang memiliki kemampuan pengobatan karena ada seseorang yang terkena gigitan binatang berbisa di dekat mata air tersebut. Salah seorang sahabat Nabi pergi ke tempat tersebut dan membacakan surat Al-Fatihah sebagai imbalan diberikan seekor kambing. Orang yang terkena gigitan binatang tersebut sembuh setelah itu. Sahabat tersebut membawa kambing tersebut kepada teman-temannya, tetapi mereka tidak setuju dengan tindakan tersebut dan berkata, "Apakah kamu menerima imbalan atas penerangan dari kitabullah?" setelah mereka tiba di madinah mereka berkata, “wahai Rasulullah, ia ini mengambil upah atas kitabullah.” Maka Rasulullah SAW bersabda:

“sesungguhnya upah yang paling berhak kalian ambil adalah upah karena (mengajarkan) kitabullah.” (HR. Bukhari). (Amiruddin, 2020)


Dalam penjelasan hadist diatas bahwa diperbolehkan nya pendidik menerima upah, serta pengobatan dengan menggunakn ayat Al quran itu diperbolehkan. Dengan berlatar belakang hadist diatas yang di contohkan oleh salah seorang sahabat yang diminta untuk membacakan jampi kepada seorang yang tersengat binatang berbisa dengan surat Al Fatihah lalu dengan izin Allah yang dibacakan tersebut sembuh dan memberikan imbalan seekor kambing untuk ucapan terimakasih, begitu juga sama hal nya dengan upah dalam mengajar sebagai balasan terimakasih. Terdapat beberapa pendapat yang berbeda dari para ulama tentang pemberian upah dalam mengajar, pada Al Asqalaniy dalam fath al Bariy yaitu seorang ulama yang menjelaskan tentang bolehnya pengajar menerima upah dalam pengajaran berdasarkan hadis diatas dan Menurut ulama Hanafiyah, mereka yang melarang menerima upah dalam mengajarkan Al-Quran berpendapat bahwa pengajaran Al-Quran adalah ibadah yang pahalanya hanya berasal dari Allah. Mereka mempercayai bahwa mengajarkan Al-Quran harus dilakukan dengan niat ikhlas semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah, tanpa mengharapkan imbalan materi atau penghargaan dari manusia. Namun, dalam konteks pengobatan atau ruqiyyah (pengobatan dengan membaca ayat-ayat Al-Quran atau doa), beberapa ulama Hanafiyah memperbolehkan menerima upah. Mereka berpendapat bahwa pengobatan atau ruqiyyah melibatkan usaha dan pengetahuan khusus, sehingga penerimaan upah dalam hal ini dianggap wajar.Pandangan ini dapat berbeda di antara ulama Hanafiyah dan ulama dari mazhab lainnya. Setiap ulama mungkin memiliki penjelasan dan argumen yang berbeda mengenai masalah ini, jadi disarankan untuk mencari penjelasan lebih lanjut dari ulama yang diakui atau merujuk kepada sumber-sumber otoritatif dalam mazhab Hanafi.

Menurut Ibnu sahnun, bahwa pemberian upah bagi guru atau pengajar sudah menjadi hal yang lumrah dalam sehari hari, namun tidak diperbolehkan jika seorang guru atau pengajar menerima atau meminta hadiah atau sesuatu kepada anak didiknya untuk diberikan kepadanya. Akan tetapi boleh seorang pengajar atau guru mendapat upah atau gaji atas profesinya dengan kesepakatan yang sudah disepakati bersama dengan wali murid atau pihak lembaga pendidikan tersebut. Dalam menghadapi siswa guru harus berprilaku adil dalam memberikan mengawasi kegiatan belajar siswa. Dijelaskan dalam “Adab al- Mualimin” tentang upah guru :

Dari ibnu Jurajj berkata : “ apakah aku boleh mengambil upah dari mengajar al-Quran? apakah engkau mengetahui ada seseorang yang membencinya?, Atho menjawab : “ Tidak “. Imam Malik bahkan menganjurkan seorang guru untuk menerima upah atas pengajarannya, bahkan ia mewajibkannya.(Al-qur et al., 2021)

Hadist yang menjelaskan tidak diperbolehkannya pengajar menerima upah

بادة بن الصامت قال: علمت ناساً من أهل الصفة الكتاب والقرآن فأهدى إلي رجل منهم قوساً فقلت ليست بمال وأرمي عنها في سبيل الله عز وجل لآتين رسول الله صلى الله عليه وسلم فلأسألنه فأتيته فقلت: يا رسول الله رجل أهدى إلي قوساً ممن كنت أعلمه الكتاب والقرآن وليست بمال وأرمي عنها في سبيل الله، قال: إن كنت تحب أن تطوق طوقاً من نار فاقبلها.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun