Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Adikku dan si Bubu

23 Juli 2022   23:15 Diperbarui: 23 Juli 2022   23:31 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cahaya matahari siang menembus lewat kaca jendela samping kamar menyinari wajah adikku yang tertidur lelap. Namun ada sesuatu yang ganjil ku lihat di sana. 

Kenapa wajah adikku mirip sekali dengan wajah almarhum ayah. Mirip bahkan yang ku lihat di sana adalah wajah ayah yang tengah tertidur. 

Ku usap ke dua mataku, mungkin aku salah melihat. Sebab sering seperti itu bila mata habis dari tempat yang terang karena cahaya matahari kemudian masuk ke dalam rumah atau ruangan yang gelap maka penglihatan sedikit berbayang atau kabur. 

Aku berpikir mungkin aku tengah mengalami hal tersebut. Adaptasi mata terhadap cahaya. Namun kembali ku perhatikan wajah yang tenang tertidur saat itu. Belum berubah, masih wajah ayahku. 

*********

Malam itu ku perintahkan supir taksi online melaju kencang dan menyalakan lampu hazard. Pukul setengah sebelas malam. Aku tak ingat apa-apa lagi selain membawa adikku ke rumah sakit. Ibu dan adik bungsu duduk di bangku belakang mereka terus menangis. Sesekali terdengar ibu istighfar dan membaca doa.

Adikku tidak bisa di bangunkan dengan cara apapun. Tujuan kami rumah sakit Pusat Pertamina di jalan Kyai Maja, Kebayoran Baru. Pamanku di belakang dengan sepeda motor menyusul. 

Sesampainya di rumah sakit setelah keluar dari taksi online seorang satpam dan petugas rawat jaga langsung bertindak cepat, adikku di bawa langsung ke tindakan gawat darurat. Tak lama seorang dokter laki-laki masuk ke dalam ruangan memeriksa kondisi pasien yang tergeletak tak berdaya.

Dokter langsung memeriksa dan katanya "Denyut nadi di tangan dan lehernya tidak lagi berdetak, pupil matanya tak merespon cahaya, sepertinya saat di bawa ke sini pasien sudah dalam keadaan meninggal".

Aku tidak menangis, aku yakin adikku masih hidup. Ibu dan adik kecilku tidak ikut ke dalam mereka menunggu di lobby kecuali paman yang menemaniku di sana. 

"Tolong dok, usahakan sedikit, apapun itu caranya".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun