Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jangan Ada Lagi Longsor Sampah

23 September 2021   16:00 Diperbarui: 23 September 2021   16:43 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto. tempat pembuangan sampah/rri.co.id

Sampai suatu malam saat saya tengah begadang bersama dua orang sepupu main game play station tiba-tiba listrik padam. 

Seluruh kampung gelap gulita di tambah hujan sedari pagi belum juga berhenti, rencana ingin pergi ke Cisarua makan sekoteng mang Darso di batalkan karena hujan.

Dan tak lama kemudian terdengar suara dentuman keras tadinya kami pikir itu suara halilintar, saya sempat keluar menuju teras kamar melihat sekeliling sebab di takutkan ada pengendara motor yang jatuh di jalanan depan rumah. 

Namun keadaan begitu lengang, jalanan sepi tak ada orang, gelap menyelimuti Ciawi Tali malam itu.  

Ternyata saat pagi hari kami sekeluarga di Cimahi mendapat berita dari paman yang tinggal di Soreang bahwa tempat pembuangan akhir sampah di Leuwi Gajah meledak dan mengubur pemukiman hingga menelan korban jiwa.

Lalu pagi itu salah satu pengurus masjid Ahmadiyah cabang Cimahi menghubungi saya apakah bisa ikut membantu mengevakuasi para penduduk di sekitaran TPA yang menjadi korban longsoran sampah sambil membuka posko bantuan makanan di sana.

Akhirnya jam 10 pagi hari Senin (21/05/2005)  saya dan adik sepupu yang bernama Bayu bersama dengan 10 orang relawan dari anggota masjid Ahmadiyah cabang Cimahi langsung meluncur ke lokasi dengan menggunakan dua mobil bak lengkap dengan peralatan bantuan.

Tak membutuhkan waktu lama menuju ke lokasi hanya setengah jam perjalanan kami pun tiba di salah satu kampung yang terdampak parah akibat longsoran sampah yaitu kampung Cilimus. 

Sungguh apa yang terlihat tidaklah masuk di akal di mana-mana yang ada hanyalah sampah, pemukiman penduduk tenggelam oleh sampah. Aroma tak sedap menusuk hidung begitu masuk wilayah kampung tersebut. 

Ini pertama kalinya saya melihat lebih dekat tempat pembuangan akhir sampah yang begitu luas sejauh mata memandang. Tenda-tenda terpal rumah para pemulung tak berjarak dengan sampah yang menggunung.

Setelah turun dari mobil bak segera kami memakai peralatan "tempur" untuk melindungi badan, seperti sepatu karet, sarung tangan hingga masker penutup hidung. Tanah merah basah sisa hujan semalam begitu lengket di sepatu karet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun