Aku ingin sampai di kesunyian jam dua malam, menghadang mendung lalu berharap dapat memetik satu bintang, menyematkan kesejukan cahayanya di dadaku yang penuh lubang.Â
Sementara ku perhatikan istriku tertidur dalam remang cahaya lampu kamar nafasnya berterbangan bersama nyamuk yang lelah berputar-putar.
Sekarang masih jam dua belas malam, aku belum mengantuk, aku masih membaca salah satu buku puisi yang jarang di baca orang lain meski diriku tak pernah selesai sampai halaman terakhir.Â
Selalu di ulang-ulang tak pernah lewat dari halaman ke delapan.Â
Di luar jendela kamar nampak induk kucing memeluk anak-anaknya yang tertidur begitu hangat meskipun ku tahu mereka kelaparan.
Suara televisi masih ada belum di bunuh, istriku sudah lelap tertidur.Â
Aku selalu mengatakan kepadanya jual saja televisi itu acaranya tak pernah menghibur terlebih beritanya selalu simpang siur, namun ia selalu berkata.
" Kalau begitu jangan jual televisinya, kalau tak suka acaranya, tak suka beritanya bukankah dengan televisi kepunyaanmu ini kamu masih bisa menyenangkan hatiku?"
" Memangnya kamu mampu membelikan aku kuota tiap bulan untuk nonton youtube".