Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menenangkan Kenyataan

7 September 2021   01:14 Diperbarui: 7 September 2021   01:34 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri Maryam Maharani

Aku hanya bisa ngesah, kenyataannya memang begitu.

Suara denting tiang listrik menggema masuk ke dalam kamar, seorang tua yang sudah katarak penjaga kampung ini masih setia dan semoga panjang umur. 

Dulunya ia orang kaya pemilik banyak tanah di wilayah ini namun karena suka berjudi dan main wanita habislah seluruh hartanya.

Masih dua jam lagi untuk sampai di kesunyian jam dua malam, aku masih terjaga, buku-buku puisi dan cerpen-cerpen pilihan tergeletak muram di lantai, kitab suci berdebu tebal di atas meja kedinginan sering meriang.

Bunyi suara token listrik dari kemarin belum juga bosan, memanggil-manggil isi dompet yang selalu habis buat makan. Tarikan ojek online masih sepi, orang-orang masih takut pandemi.

Aku ingin sampai di keheningan jam dua malam, melihat kegelapan mata maling mengincar mangsa, mendengar lagu dangdut dari radio tetangga, mendengar suara tikus-tikus berderit di atap rumah. Sebuah hiburan yang nyata.

Dari sebuah sudut gang yang terang oleh lampu jalan pecahlah tawa anak-anak muda sambil merokok, maen game online, sekolah masih di tutup kata mereka dan penuh sarang laba-laba.

Aku buka sedikit pintu jendela agar ada udara segar masuk namun aroma got yang mampet mendahuluinya, nyamuk-nyamuk pun ikut serta seperti di beri harapan untuk berpesta pora dengan darah kami yang takut menghadapi kenyataan dunia.

Beberapa pemuda dan orang tua yang hobi cupang begitu senang datang ke sini, senang dengan air got yang menggenang di wilayah kami. 

" Tuh bang, kayak cing Acung tuh jualan ikan cupang lumayan kan buat sampingan, nah makanannya tinggal nyerok di got kagak bermodal."  kata istriku dari dalam dapur sambil menggoreng peyek kacang untuk di titipkan di warung-warung.

Aku ingin tiba di kehampaan jam dua malam, menunggu embun pertama lahir di kaca jendela, melihat bintang-bintang mengedipkan matanya kepada bulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun