Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku dan Puisi-puisi Cinta Milikku

25 Agustus 2021   16:48 Diperbarui: 25 Agustus 2021   22:26 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kemarin pagi secara tidak sengaja aku menemukan puluhan lembar puisi-puisi cinta berserakan di dalam tong sampah depan rumah.

Puisi-puisi cinta tersebut bermacam-macam warna, ada biru, coklat, merah muda, ungu namun ada pula yang sudah menguning membusuk mengeluarkan bau yang tak sedap.

Pikir-pikir daripada di ambil anjing kampung atau kucing liar mending aku punguti saja satu persatu puisi-puisi tersebut.

Ku pilah-pilah, ku masukkan ke dalam keranjang bambu yang aku ambil dari dalam kamar.

Entah siapa orangnya yang begitu tega membuang puisi-puisi tersebut, tak punya otak, tak punya perasaan. 

Dasar dungu.

Barangkali dengan membaca puisi-puisi cinta, aku dapat pengetahuan tentang kata-kata maut yang dapat menaklukan hati wanita.

Seingatku beberapa hari yang lalu ada anjing dan kucing yang dulu jomblo kini mereka sudah mempunyai pasangan bahkan beberapa kali terlihat kawin di pinggir jalan dan di belakang taman.

Aku juga ingin punya pacar, yang imut-imut gemes atau yang sekal kenyes-kenyes.

Aku juga ingin kawin seperti anjing kampung atau kucing liar, tentunya tidak jalan tidak di taman apalagi di loteng rumah orang.

Namun, aku tidak ingin punya pacar seperti tikus apalagi lalat hijau yang pikirannya selalu kotor, geli dan menjijikan. 

Lalat hijau selalu meludah, berbicara kasar, senang nemplok di mana saja tak punya aturan, memangnya aku apaan, najis ya. 

Lalat hijau, cuih.

Dan pada sore hari yang mendung terdengar suara keributan di depan rumah, ternyata beberapa orang tetanggaku tengah bertengkar, seperti memperebutkan sesuatu dari dalam tong sampah berwarna biru tersebut.

Aku penasaran apa yang tengah mereka rebutkan, apakah ada lagi orang yang telah membuang puisi-puisi cinta di tong tersebut. Lalu ku beranjak dari tempat tidur, keluar rumah dan menghampiri mereka.

" Ini punyaku".

" Woi, ini bagian aku".

" Hey tunggu jangan di rebut, itu punya aku, aku yang mengambilnya pertama."

" Apaan sih, aku yang menemukannya kok".

Semua berebut, semua sibuk berebut, namun setelah dekat ternyata bukannya puisi-puisi yang mereka ributkan melainkan bagian tubuh seseorang. Oh sialan, ada kaki, tangan, kepala, mata hingga bagian jantungnya jadi rebutan.

" Hei tunggu, dia itu siapa kenapa kalian begitu ingin memiliki bagian tubuhnya". kataku sedikit berteriak.

" Dia ini orang yang telah membuang semua puisi-puisi cintanya ke dalam tong sampahmu bodoh, memangnya kamu tidak tahu". sahut salah seorang tetanggaku yang bernama Jumiran, badannya besar tampangnya seram.

" Lalu untuk apa bagian-bagian tubuh itu, mau kalian apakan". tanyaku kepada mereka terheran-heran.

Maka satu persatu dari mereka pun menjawab.

" Akan ku cincang-cincang ke dua tangan ini di depan istriku, bahwa inilah tangan yang telah menuliskan puisi-puisi cinta untuknya hingga ia lupa diri dan selingkuh dari ku " kata Tarsono kesal.

" Akan aku injak-injak ke dua bola matanya di depan muka anakku, bahwa inilah bola mata si penulis puisi cinta bajingan itu hingga hati anakku hancur di buatnya" sahut Warsito jengkel.

Aku pun bergidik ketakutan melihat para tetanggaku seketika menjadi barbar tak terkendali seperti itu, apakah memang betul apa yang mereka katakan tadi, gara-gara puisi cinta semuanya jadi berantakan. 

Tetapi apakah mesti si penulisnya di bunuh hingga di mutilasi seperti itu dan di buang ke dalam tong sampah juga.

" Sudah, sudah, stop, stop, semua pergi dari tong sampah rumahku, pergi kalian semua dan kamu Jumiran, kamu kan jomblo, tak punya istri tak punya anak kenapa kamu ikut-ikutan ada di sini" sahutku membentak.

" Nak Bedes kan tahu, aku ini kan penjual bakso cinta, langgananku semua wanita bahkan ibu-ibu muda yang kinyis-kinyis sering mampir ke warungku" 

" Jadi maksud pak Jumiran potongan tubuh itu..." tiba-tiba aku terbangun dari tempat tidurku, tubuhku berkeringat, nafasku ngos-ngosan. Lalu ku beranjak dari tempat tidur dan membuka rak meja kamarku, alhamdulillah puisi-puisi cintaku masih aman tersimpan.

Handy Pranowo

25082021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun