Semenjak dirimu memilih menjadi angin aku senantiasa berusaha menjerat tubuhmu agar tak terbang lebih tinggi.
Aku pasang jaring di puncak gunung, ku pasang jerat di pematang sawah dan ku lempar jala ke tengah gelombang.
Namun katamu itu sia-sia, arahmu tak pernah pula kesana, kamu lebih sering diam dan menunduk di antara dua jendela.
Sambil meniupkan air matamu yang terlanjur beku membisu, tanpa kata-kata.
Kamu ingin menggugurkan bunga-bunga sajakku yang pernah kamu sanjung puja.
Kamu ingin hempaskan daun-daun kering rinduku yang tak lagi berguna.
Dan kamu menginginkan aku untuk segera melupakanmu dan membiarkan dirimu tenggelam bersama senja.
Agar kelak kau dapat menyembuhkan luka sayapmu yang patah karena sikapku yang mendua.
Namun aroma tubuhmu masih berkejaran mendesir di telinga.