Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pesepeda Tidak Bisa Dikenai Sanksi Tilang Apalagi Disita

5 Juni 2021   14:52 Diperbarui: 5 Juni 2021   15:01 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Kamis tanggal 3 Juni 2021 diperingati sebagai Hari Sepeda Dunia. Istimewanya tahun ini Hari Sepeda Dunia diperingati dalam keadaan masyarakat Indonesia sedang ber euforia demam menunggang sepeda.setiap hari, apalagi pada hari libur pesepeda membanjiri jalanan kota-kota besar di Indonesia dengan dipimpin oleh kota Jakarta sebagai jawara paling banyak pengguna sepeda. 

Masifnya penggunaan sepeda diduga karena adanya ancaman virus covid-19 yang merajalela. Untuk mengantisipasi daya tular virus covid-19, pemerintah membuat pembatasan-pembatasan gerak masyarakat. Pembatasan-pembatasan dengan alasan protokol kesehatan membuat masyarakat diam di rumah, sementara masyarakat ingin bergerak atau berolahraga untuk tetap sehat agar imunitas tubuh meningkat. 

Ditutupnya olahraga dalam ruangan seperti gym dan klub-klub kesehatan membuat alternatif berolaraga menjadi berkurang. Sehingga membuat kegiatan bersepeda di alam terbuka seperti gowes di jalan raya menjadi alternatif olahraga yang paling tepat.

Selain daripada itu kegiatan bersepeda dapat memenuhi hasrat untuk gaya hidup dan biasanya sekaligus untuk tampil eksis didunia maya melalui media sosial. Hal ini didukung oleh gaya fashion dari aksesoris bersepeda mulai helmet, baju dan celana khusus untuk bersepeda dengan warna warni yang trendi. Harga sepeda yang bervariasi dari yang hanya beberapa juta rupiah sampai ratusan juta rupiah bisa mengangkat derajat pemiliknya. Malah sepeda-sepeda merk luar negeri tertentu menaikkan gengsi penunggangnya. 

Salah satu ekses dari kepemilikan sepeda buatan Inggeris Brompton yang terkenal, membuat mantan Dirut Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra nekad menyelundupkan sepeda sehingga harus menjadi tersangka pidana.

Pemerintah pun tidak kurang mendukung agar masyarakat menggunakan sepeda. Gubernur Provinsi  DKI Jakarta akan kembali membangun jalur sepeda sepanjang 101 km setelah adanya jalur sepeda sepanjang  63 km tahun ini [Kompas 4 Juni 2021]. Lebih jauh Anies meminta setiap perkantoran atau tempat kegiatan usaha di Jakarta agar menyediakan sepeda. Seandainya karyawan belum bisa naik sepeda ke kantor minimal bisa menggunakan sepeda untuk mobilitas jarak pendek selama di kantor. Usul Anies Baswedan tidak hanya sekedar menyediakan sepeda di kantor, tetapi sekaligus kantor-kantor di Jakarta juga menyediakan fasilitas parkir sepeda minimal 10 % dari fasilitas parkir yang tersedia. 

Sekedar penyediaan tempat parkir menurut Anies belum cukup, beliau juga mengusulkan agar kantor-kantor menyediakan shower atau kamar mandi khusus untuk pesepeda yang tentunya tidak nyaman kalau bekerja di kantor dalam keadaan berkeringat dan bau setelah bersepeda.   

Berbagai faktor pendorong dari situasi berjangkitnya virus covid-19, gaya hidup, dukungan fasilitas dari pemerintah berkelindan menyatu membuat masyarakat masif bersepeda di kota-kota besar Indonesia khususnya Jakarta. Akibatnya pengguna jalan lain mulai terganggu dengan pesepeda dalam berlalu lintas. 

Sebuah kasus terjadi di Jakarta pada 26 Mei 2021 sekitar pukul 6.30 yang kemudian menjadi viral di media sosial yang menunjukkan seorang pengendara motor yang diduga kesal jalannya terhalang oleh rombongan pesepeda balap [roadbike]. Saking kesalnya pengendara sepeda motor mengacungkan jari tengahnya ke arah pesepeda  sebagai pertanda menghina para pesepeda. Pemilik akun instagram @luckybw awalnya membagikan ceritanya serta mengunggah beberapa photo atas kejadian yang kemudian menjadi viral.

Jenis-Jenis Pengguna Sepeda.

Dengan mengamati di lapangan dengan cepat kita bisa menarik kesimpulan bahwa ada beberapa kelompok masyarakat penunggang sepeda. Kelompok pertama adalah kelompok penikmat olah raga bersepeda akhir pekan atau hari-hari libur dan ada juga kelompok yang memang menjadikan sepeda merupakan alat transportasi utamanya. Kedua kelompok ini bisa disebut kelompok yang bisa bersatu secara homogen karena relatif kecepatan bersepedanya identik. 

Sedangkan kelompok lain yang menggunakan sepeda balap merupakan kelompok yang berbeda, selain dari pada mereka merupakan atlet-atlet terlatih berolah raga sepeda, kecepatan kayuhannya juga lebih ngebut. Mereka bisa mencapai kecepatan rata-rata 60 km perjam yang berarti dalam kenyataannya bisa saja mencapai kecepatan 80 km per jam. Dengan kecepatan pesepeda balap [roadbike] demikian sebetulnya sudah menyamai kecepatan kendaraan bermotor. Akibatnya masuk akal bahwa roadbike tidak bisa dicampur baurkan di jalur sepeda yang sudah dibuat oleh Gubernur Anies Baswedan dengan lebar hanya 1 meter sepanjang 63 km di DKI Jakarta.    

Hal ini disadari betul oleh pembuat kebijakan sehingga polisi menggodok kebijakan tentang jalur khusus pesepeda roadbike. Jalur ini nantinya akan mengakomodir pengguna sepeda yang ingin melaju lebih kencang. Salah satu ruas jalan yang akan digunakan adalah jalan layang non tol Kampung Melayu-Tanah Abang. 

Jika jalur ini sudah berfungsi Direktur Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Yogo  mengancam akan menindak pesepeda road bike yang tidak patuh menggunakan jalur sepeda dengan menggunakan Pasal 122 huruf c jo Pasal 299 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan [UU Lalin]. Berdasarkan pasal tersebut pesepeda dapat dipidana dengan pidana kurungan maksimal 15 hari atau denda paling banyak Rp 100.000,- 

Solusi untuk pesepeda road bike ini pada Agustus tahun yang lalu sempat viral karena ide kreatif Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan usulannya kepada Menteri PUPR Basuki Hadi Muljono agar diperkenankan menggunakan sebagian jalan tol dalam kota dalam waktu-waktu tertentu oleh pesepeda roadbike. Entah bagaimana nasib usulan itu sekarang karena tidak pernah terdengar ada tanggapan, hilang bak angin berlalu. Mungkin juga usulan itu telah dibahas di Kementerian PUPR tapi terkendala dengan aturan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005 juncto PP Nomor 44 tahun 2009 yang hanya membolehkan kendaraan bermotor melaju di jalan tol.

Sanksi Bagi Pengguna Jalan Yang Dinamakan Pesepeda.

Diantara pengguna jalan, pesepeda termasuk dimanjakan, bahkan lebih istimewa dari pada pejalan kaki.Hal ini dapat dilihat dari amanat Pasal 62  ayat 1 UU Lalin yang menyatakan bahwa Pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda. Sedangkan bagi pejalan kaki tidak ada amanat undang-undang yang mengatur demikian. 

Didalam ruang lalu lintas jalan sesuai dengan penjelasan Pasal 62 ayat 2 diberikan fasilitas pendukung bagi pesepeda berupa antara lain lajur khusus sepeda, fasilitas menyeberang khusus dan atau bersamaan dengan Pejalan Kaki.  Hal ini lebih dipertegas dalam aturan Pasal 54 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah RI Nomor 79 tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan [PP Lalin dan AJ].  

Berdasarkan Pasal 113 PP Lalin dan AJ, lajur sepeda disetarakan dengan trotoar untuk pejalan kaki untuk disediakan sebagai fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. 

Jadi kalau ada yang nyinyir tentang kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk membangun jalur sepeda harusnya paham bahwa kebijakan tersebut bukan hanya sekedar inisiatif pribadi atau jabatan, tapi lebih karena merupakan amanat undang-undang yang harus dijalankan. Jalur sepeda sesuai amanat undang-undang  harus disediakan sebagai fasilitas pendukung suatu jalan sebagaimana juga harus menyediakan trotoar bagi pejalan kaki.

Walaupun pengguna jalan lain seperti Pengemudi adalah pengguna jalan yang paling dominan dan paling banyak menggunakan ruang jalan, tapi untuk bisa menjadi Pengemudi, UU Lantas banyak membuat prasyarat  bagi Pengemudi untuk bisa menggunakan ruang jalan. Antara lain syarat keterampilan dan batas umur yang direpresentasikan dengan Surat Izin Mengemudi [SIM]. Bagi pesepeda tidak ada syarat demikian, tidak ada Surat Ijin Menunggang Sepeda bagi pesepeda untuk melaju di jalan raya dan lagi bebas dari batas umur [anak dibawah umur boleh melaju dengan sepeda di jalan raya]. 

Selain persyaratan bagi Pengemudi, UU Lantas juga mensyaratkan kualifikasi mulai kelayakan kendaraan berikut pajak kendaraan yang harus dibawa oleh Pengemudi. Syarat demikian terlihat dalam Surat Tanda Kendaraan Bermotor [STNK]. Syarat demikian tidak berlaku bagi sepeda. Dahulu sekali sekitar tahun 1960an memang pernah Pemerintah mengenakan pajak buat sepeda, tapi sekarang tidak ada lagi pengenaan pajak untuk sepeda. 

Hampir seluruh sanksi-sanksi yang ada dalam UU Lalin diperuntukkan untuk Pengemudi yang nakal, mulai dari menerobos lampu isyarat, menginjak marka jalan, tidak memakai helm, dll. Dalam perumusan pasal-pasal sanksi yang dimuat dalam UU Lalin selalu merumuskan hanya berlaku bagi "setiap orang yang mengemudikan kendaraan baik roda dua dan empat" tidak bagi setiap 'pengguna jalan'. 

Kualifikasi subjek hukum "Pengemudi' dan "Pengguna Jalan" berbeda menurut pengertian hukum dalam UU Lalin. Pesepeda termasuk dalam kualifikasi "pengguna jalan" sama seperti pejalan kaki dan tidak termasuk kedalam kualifikasi pengemudi walaupun pesepeda mengemudikan sepeda di jalan raya.

Satu-satunya Pasal yang bisa mengancam sanksi bagi pesepeda nakal adalah Pasal 122 ayat 1c juncto Pasal 299 UU Lalin yaitu apabila pesepeda melaju di luar jalur sepeda. Sanksi dari pasal inipun sangat ringan yaitu pidana kurungan paling lama 15 hari atau denda maksimal Rp 100.000.-. Dari perumusan yang menyatakan bahwa sanksinya berupa alternatif yaitu kurungan atau denda, pasti pesepeda akan memilih denda yang hanya maksimal Rp 100.000,-.

Ada satu larangan lagi bagi pesepeda tapi larangan ini pun tidak ada sanksinya, yaitu pesepeda tidak boleh berboncengan. Namun hal ini pun ada pengecualiannya, yaitu bagi sepeda yang ada tempat boncengannya tidak berlaku larangan ini. 

Dengan demikian ancaman sanksi bagi pesepeda di jalan raya hanya apabila bersepeda di luar jalur sepeda. 

Walaupun UU Lain dan PP Lalin dan AJ mensyaratkan setiap ruang jalan harus menyediakan fasilitas berupa jalur sepeda tanpa merincinya, tapi dalam kenyataannya ternyata Pemerintah mengartikan lebih luas dan lebih rinci bahwa jalur sepeda ada 2 jenis, yaitu jalur sepeda biasa yang telah dibangun sepanjang 63 km oleh Gubernur DKI Anies Baswedan [akan dibangun lagi sepanjang 101 km]. 

Sementara Polisi sedang menggodok menyiapkan jalur sepeda road bike [untuk sepeda balap] sepanjang jalan layang non tol Kampung Melayu-Tanah Abang. 

Mempertegas dan memperjelas tentang jalur sepeda ini sangat penting untuk penegakan dan kepastian hukum sanksi bagi pesepeda. Hal ini berkaitan dengan rumusan Pasal 122 UU Lalin yang menyebutkan bahwa sanksi bisa dikenakan "apabila telah disediakan fasilitas jalur sepeda". Artinya ancaman yang termaktub dalam Pasal 299 Lalin hanya bisa dikenakan apabila pesepeda [non road bike] keluar jalur di ruas jalan yang 63 km yang telah ada jalur sepedanya. 

Sedangkan bagi pesepeda road bike masih bebas [belum ada sanksi yang bisa dikenakan} karena jalur sepeda khusus untuk mereka masih disiapkan di jalur jalan layang Kampung Melayu-Tanah Abang. Seandainya nantinya jalur untuk pesepeda road bike tersebut telah tersedia nantinya, maka aturan sanksi bagi mereka juga sebatas di jalur tersebut. 

Di jalan raya di luar yang belum ada jalur sepedanya tidak berlaku ketentuan Pasal 122 UU Lalin, karena persyaratan berlakunya norma hukum dalam pasal tersebut dengan syarat bahwa di jalan tersebut sudah ada jalur sepedanya. 

Selain daripada itu teknis penilangan untuk memberi sanksi bagi pesepeda tentunya akan menemui kesulitan karena penunggang sepeda tidak mempunyai persyaratan administrasi untuk bisa melaju di jalan raya. Dalam proses tilang polisi biasanya akan menyita SIM atau STNK bagi Pengemudi, sedangkan pesepeda tidak mempunyai kelengkapan seperti hal tersebut. Apakah Polisi dalam pelaksanaan tilang di lapangan untuk pesepeda nantinya akan menyita Kartu Penduduk [KTP] untuk memenuhi persyaratan tersebut ?        

Ancaman Polisi akan menyita sepeda untuk penegakan hukum bagi pesepeda yang keluar jalur sepeda terlalu berlebihan dan over interpretasi terhadap ketentuan wewenang penyitaan oleh polisi yang ada di UU Lalin. Sesuai dengan Pasal 260 ayat 1a kewenangan polisi untuk menyita hanya dalam sebatas objeknya kendaraan bermotor, sedangkan sepeda tidak masuk dalam kategori kendaraan bermotor. 

Hal terakhir yang perlu diperhatikan oleh pesepeda di jalan raya adalah petunjuk petugas polisi di lapangan karena berdasarkan Pasal 104 ayat 3 juncto Pasal 282 UU Lalin pesepeda yang tidak patuh kepada perintah polisi di lapangan dalam mengatur lalu lintas, dapat dikenai sanksi kurungan maksimal 1 bulan atau denda maksimal Rp 250.000,-

Hak-hak istimewa yang diberikan oleh UU untuk pesepeda tentunya bukan dengan tujuan agar pesepeda jumawa dan sewenang-wenang di jalan raya. Salah satu alasan keistimewaan yang diberikan karena sepeda merupakan alat transportasi yang menyehatkan, murah dan ramah lingkungan. Semoga para pesepeda bisa memanfaatkan keistimewaan ini dan berperan mewujudkan lalu lintas yang aman, tertib, lancar dengan memperhatikan kebutuhan pengguna jalan lain. 

Selamat bergowes ria. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun