Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Penegakan Hukum, Digas Pol atau Dibikin Kendor

31 Januari 2021   13:23 Diperbarui: 31 Januari 2021   13:33 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: greekboston.com

Sebagai mana kita ketahui pada jaman kolonial bagi kaum pribumi tidak semua perkaranya akan diadili oleh Landraad (Pengadilan Negeri sekarang). Sebelum masuk ke Landraad ada lembaga2 adat atau lembaga mediasi seperti NegorijRechtbank (pengadilan desa), Magistraat (Dewan Musyawarah Desa), Pengadilan Swapraja, Pengadilan Adat yang melakukan pendekatan secara keadilan restoratif berdasarkan hukum Islam dan/atau hukum adat. Dalam praktek keadilan restoraktif telah berlaku dan dipraktekkan di masyarakat Minangkabau, Bali, Toraja, Papua dan masyarakat tradisional lainnya di Indonesia.

Salah satu contoh penegakan hukum setelah Indonesia merdeka secara keadilan restoratif terjadi di Lombok Tengah. Pada bulan Juli 2020 Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah AKP Priyono menolak melayani laporan seorang anak berinisial M (40 tahun) yang melaporkan ibunya K (60 tahun) untuk tindak pidana pencurian/penggelapan (Pasal 362/372 KUHPidana). 

Adapun laporan pidana yang dilakukan oleh sang anak didasari karena sang ibu telah mengambil dan menguasai sepeda motor yang dibeli dari harta warisan ayah (sudah meninggal). Alih2 melanjutkan kasus pidana ini, polisi malah bersedia membayar kerugian yang diderita korban dengan syarat sang anak (korban) bersedia meminta maaf kepada ibunya (terlapor) karena telah durhaka.


Polres Lombok Tengah tidak membabi buta menegakkan pasal2 pidana kepada K (60) sang ibu, malah membimbing, mengajak dan melakukan mediasi dengan M (40) sang anak sebagai pelapor.

Tindakan dan putusan polisi untuk merehabilitasi para pencandu narkoba dan sejenisnya dibanding menghukum mereka dengan penjara merupakan bentuk tindakan yang menghadirkan keadilan restoratif dalam pemidanaan pencandu narkoba.

Polisi mempunyai hak diskresi sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 ayat 1 Undang2 No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Yaitu demi kepentingan umum Polri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya boleh bertindak menurut penilaiannya sendiri.

 Visi yang disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sewaktu fit dan proper test di Komisi III DPR tentang penegakan hukum dengan pendekatan keadilan restoratif ada dasar hukumnya.
Tinggal sekarang apakah ada kemauan keras dan niat baik  dari Kapolri dan jajaran dibawahnya untuk memenuhi janji menghadirkan keadilan restoratif.

Polri tidak perlu harus menunggu KUHPidana yang baru agar bisa menghadirkan keadilan restoratif di tengah masyarakat.

Hal yang lazim juga dilakukan masyarakat apabila terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian, menempuh cara "damai" dalam menyelesaikan kasusnya.

Contoh yang populer tentang kecelakaan maut lalu lintas terjadi pada anak pasangan artis Ahmad Dhani dan Maia Estanti, Abdul Qodir Jaelani alias Dul (13 tahun). Kecelakaan terjadi Minggu dini hari tanggal 9 September 2013 di toll Jagorawi KM 8 di jalur 3 dan 4 arah Jakarta. 

Kecelakaan bermula dari mobil Mitsubishi Lancer yang dikendarai Dul dipacu dalam kecepatan tinggi sehingga terjadi kecelakaan yang merenggut nyawa 7 orang. Dul dituntut melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 310 ayat 2,3, dan 4 Undang2 No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun