Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Usulan Gubernur Anies Baswedan Bersepeda di Jalan Tol, Melanggar Aturan?

30 Agustus 2020   16:28 Diperbarui: 2 September 2020   04:23 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepeda (Foto : Bening Air Telaga)

Banyak motivasi orang untuk bersepeda. Kalau jaman dulu bersepeda yang dinamakan juga berkereta angin, merupakan alat transportasi utama. Julukan kereta angin mungkin karena kereta ini apabila dikayuh menimbulkan angin yang menerpa ke tubuh dan muka pemakainya.

Mekanisme motor penggerak sepeda bersumber dari kayuhan kaki orang yang menunggang sepeda. Gerakan kayuhan kaki akan membuat sepeda melaju dan siap membawa penunggangnya ke tujuan yang dikehendaki. Karena alasan inilah, beberapa kalangan yang ingin langsing melakukan diet dengan bersepeda. 

Timbunan lemak yang berlebih mereka bakar menjadi energi dengan cara mengayuh sepeda. Malah yang sudah langsingpun keranjingan bersepeda. Sepeda memang mengasyikkan, kalau sudah dapat candunya, kata orang2 bisa lupa sama anak dan isteri/suami. Bersepeda menyehatkan sekaligus mendapat pengalaman melihat2 sekitar jalan yang dilalui (sight seeing).

Sementara itu, sebagian orang memilih bersepeda sebagai profesi. Banyak atlit2 sepeda profesional yang menjadikan mengayuh sepeda untuk mencari nafkah. Atlit sepeda yang berpatisipasi di Tour de France atau2 Tour2 ternama dunia selain jadi selebritas dunia juga merupakan miliuner dengan jumlah kekayaan fantastis. 

Sekali saja jadi juara pertama di Tour de France bisa dapat hadiah 500 ribu Euro sekitar Rp 8 milyar (kurs euro setara Rp 16.000,-). Christopher Froome team balap sepeda Sky Kenya yang pernah memenangkan juara dua kali Tour de France bisa mengumpulkan penghasilan 3 juta Pound Sterling setahun.

Ada juga pesepeda ingin berlagak, pamer. Kok bisa? Sepeda kan bukan barang mewah. Sepeda kan identik dengan guru miskin dipedesaan. Guru Umar Bakri yang dinyanyikan Iwan Fals. Itu dulu. 

Sejak ada brand sepeda luar negeri buatan Inggris,  sepeda tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Harganya selangit, dari yang paling murah puluhan juta sampai yang paling mahal ratusan juta rupiah seharga rumah tipe kecil. Sepeda  jenis ini bisa mengangkat harga diri penunggangnya melayang ke angkasa.

Sejak merajalelanya virus covid 19 di Indonesia yang menimbulkan pendemi, pada saat yang sama  timbul pula fenomena demam bersepeda. Semakin banyak orang memacu sepeda di jalan raya supaya sehat dan kuat melawan ancaman virus covid 19 yang mematikan. 

Bersepeda dipercayai meningkatkan daya tahan tubuh dari gempuran virus. Sekaligus trend bersepeda bisa memuaskan ego narsis yang terpendam. Selain bisa memamerkan brand sepeda tertentu, aksesori sepeda juga mahal dan fashionable. Baju dan celana ketat berwarna warni dilengkapi dengan helm, glove, dll, tersedia baik secara daring maupun di toko2. 

Media sosial dengan tangan terbuka membuka peluang untuk uju, bernarsis ria. FB, Instagram, Group2 WA dan media sosial lainnya bejibun dipenuhi photo2 orang bersepeda dengan berbagai tingkah dan gaya baik berkelompok maupun sendiri2.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun