Mohon tunggu...
Handoko Dwi Wibisono
Handoko Dwi Wibisono Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Menulis tentang hal-hal random, tapi tidak jauh-jauh dari politik, ekonomi dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

President Tweety Vs Sleepy Joe, Pertarungan Pilpres AS yang Semakin Memanas

7 Juli 2020   20:12 Diperbarui: 7 Juli 2020   20:04 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam hal menyerang Trump adalah yang terbaik. Pada tahun 2016 Bloomberg memperkirakan  Trump menghabiskan $68.0 M untuk pembelian media kampanye, dimana investasi terbesar difokuskan kepada televisi dan digital sebagai " Senjata " kampanyenya. Kemudian pertanyaan selanjutnya bagaimana cara Trump "Mengisi Senjata" kampanyenya dan mengarahkan ke lawannya yaitu Hillary Clinton?

Menurut the Guardian dalam artikel berjudul  "You have to respond forcefully: can Joe Biden fight Trump's brutal tactics? " pada Pilpres AS tahun 2016 Trump melakukan Negative Campaig-nya melalui tiga metode yaitu Name-calling (Memberi Julukan), conspiracy-peddling (Menjajakan Konspirasi) dan grievance-airing (Menyiarkan Keluhan). 

Ketiga cara itulah yang membuat Hillary Clinton kalah dan bahkan jurus tersebut sudah diluncurkan jauh-jauh hari untuk menjegal kompetitornya Joe Biden dari pencalonan. 

Kala itu Trump mencoba menekan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk melakukan investigasi "Dugaan Korupsi" yang dilakukan oleh Hunter Biden putra Joe Biden. Sayangnya rencana Trump gagal karena ada Whitsle Blower yang membocorkan rencananya. 

Partai Demokrat tidak tinggal diam melihat calon kandidat presiden mereka coba dijegal oleh Trump melalui konspirasi dugaan korupsi Perusahaan Burisma milik putra Joe Biden. 

Partai Demokrat melalui kadernya di DPR sekaligus Ketua DPR AS Nancy Pelosi menginisiasi pemakzulan Donald Trump. Meskipun pada akhirnya Trump lolos oleh Senat AS yang dikuasai Partai Republik, hal tersebut tentu saja memberikan tamparan kepada Trump dan menggerus citra politiknya. Mungkin isu Dugaan Korupsi Biden dan isu Pemakzulan Trump akan sama-sama kembali diangkat menjelang Pemilihan.

Jurus selanjutnya yang dikeluarkan Trump adalah memberikan julukan kepada Joe Biden. Trump melebeli Biden dengan nama panggilan "Sleepy Joe". Joe Biden kemudian membalas dengang memanggil Trump "President Tweety". 

Julukan itu diberikan Biden karena kebiasaan Trump bermain Twitter dan mengibaratkan Trump seperti Tweety karakter burung kenari kecil berwarna kuning dalam kartun Looney Tunes.

Trump juga di setiap kesempatan mencoba menyerang Biden melalui Twitternya, seperti memojokan Biden seolah -- olah Pro terhadap Tiongkok dan mengibaratkan Biden adalah sosok yang lemah dan tidak dapat berhadapan denga Tiongkok. Biden juga berbalik menyerang Trump dengan mengatakan Trump gagal dalam mengendalikan CO-VID 19 dan menyebabkan krisis ekonomi di AS.

Pertarungan antara Trump dan Biden yang sebenarnya baru akan dimulai saat masa kampanye September nanti. Trump sebagai Incumbent seharusnya berada dalam posisi yang lebih diuntungkan. 

Namun, Biden tentu saja tidak akan ceroboh. Kegagalan Hillary Clinton pada Pilpres AS tahun 2016 tentu saja memberikan pelajaran yang berharga untuk dimanfaatkan Biden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun