Mohon tunggu...
E HandayaniTyas
E HandayaniTyas Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

BIODATA: E. Handayani Tyas, pendidikan Sarjana Hukum UKSW Salatiga, Magister Pendidikan UKI Jakarta, Doktor Manajemen Pendidikan UNJ Jakarta. Saat ini menjadi dosen tetap pada Magister Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menanamkan Nilai-nilai Pancasila Sejak Dini

17 November 2022   06:07 Diperbarui: 17 November 2022   06:13 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            Ketika penulis memilih topik ini, langsung muncul beberapa pertanyaan di benak, antara lain seperti:

  • Apa perlunya Nilai-Nilai Pancasila itu bagi anak usia dini?
  • Mengapa harus dimulai sejak kanak-kanak?
  • Urgensinya apa buat kanak-kanak?
  • Metode apa yang paling efektif digunakan?

Ke empat pertanyaan di atas kiranya dapat terjawab dalam tulisan singkat ini, sebagai berikut:

Ad. 1. Apa perlunya Nilai-Nilai Pancasila itu bagi anak usia dini?

            Sebagaimana dunia pendidikan pahami bahwa mendidik seseorang itu dimulai sejak bayi dalam kandungan ibu dan berlangsung terus sampai akhir hayat (from womb to tomb). Oleh karena itu, sangatlah tepat apabila orangtua sebagai pendidik pertama dan utama sudah melakukan penanaman Nilai-Nilai Pancasila itu sejak usia kanak-kanak;

Contoh pada Sila pertama Pancasila -- Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan jalan mengajak anak-anak rajin beribadah dan mengenalkan ke Maha Kuasaan Tuhan. Bahwa manusia, dunia dan alam semesta itu semuanya adalah ciptaan Tuhan.

Contoh pada Sila kedua Pancasila -- Kemanusiaan yang adil dan beradab, dengan jalan memberikan pemahaman sederhana bahwa manusia ciptaan Tuhan itu harus dapat bertindak adil, misalnya dalam hal membagi tugas, makanan atau kue. Hal berbagi dan peduli kepada sesama itu sangat perlu, sehingga kelak mereka menjadi remaja dan dewasa sifat tersebut tetap tumbuh dan berkembang dengan baik dan benar.

            Contoh pada Sila ketiga Pancasila -- Persatuan Indonesia, menjelaskan secara sederhana bahwa kerukunan di antara saudara-saudara dan teman-teman sebaya atau sepermainan hendaknya harus dapat bekerja sama, berkolaborasi dan bersatu.

            Contoh Sila ke empat Pancasila -- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, memberikan pengertian dan mengajak mereka sekalipun masih kanak-kanak perlu bersepakat atau bermusyawarah dengan teman sebayanya ketika mereka akan membuat keputusan.

            Contoh Sila ke lima Pancasila -- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bahwa sejak dini kanak-kanak harus mampu melakukan penyesuaian sosial yang baik dan benar, supaya sejak kanak-kanak mereka dapat menyesuaikan diri baik secara sosial maupun secara pribadi. Saling memahami dan mendukung untuk kepentingan bersama, bahkan perlu diajarkan untuk memahami terlebih dahulu barulah ia dipahami (first understand then be understood).

            Kalau di masa kanak-kanak mereka kurang mengalami hal-hal yang menyenangkan, terlebih bila kepada mereka tidak dididik untuk mengatasi kesulitan, maka sudah hampir dapat dipastikan mereka akan tumbuh menjadi orang yang malasuai (maladjusted) yang tidak bahagia. Di sinilah bibit intoleransi mulai tumbuh dan keadaan demikian harus cepat-cepat mendapatkan penanganan yang serius dari orangtua dan guru. Kita  semua menghendaki peserta didik itu di masa depan memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan Nilai-Nilai Pancasila.

Ad. 2. Mengapa harus dimulai sejak kanak-kanak?

            Bila pola perilaku yang 'buruk' sudah terlanjur berkembang mulai dari rumah, anak akan menemui kesulitan untuk melakukan penyesuaian diri ketika berada di luar rumah. Contoh: Anak yang diasuh dengan pola asuh otoriter, sangat mungkin mengakibatkan berkembangnya sikap benci terhadap sesama. Akan tetapi sebaliknya,  yaitu pola asuh yang serba membolehkan, membuat anak akan menjadi orang yang tidak mau memperhatikan keinginan orang lain, karena ia merasa bahwa ia dapat mengatur dirinya sendiri. Bisa jadi ia tumbuh agresif, melakukan tindakan yang penuh dendam atau bahkan melakukan kriminalitas ketika ia beranjak dewasa.

Ad. 3. Urgensinya apa buat anak?

            Tumbuh-kembang anak menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh orangtua dan guru. Sikap mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama manusia sudah harus ditanamkan sejak usia dini. Benar-benar Pancasila itu mengajarkan kepada seluruh rakyat Indonesia mulai dari kanak-kanak sampai dewasa untuk mencegah/mengurangi potensi konflik dan menghapus tidak kekerasan terhadap sesama.

            Pelajaran saling menghormati, rukun, mau bersahabat dengan teman sebaya (tidak eksklusif) hendaknya sudah harus ditumbuh-kembangkan dan dipupuk serta dipantau secara terus-menerus. Jelas bahwa peran pendidikan sangat vital untuk mencerdaskan manusia dari sisi kognitif -- afektif -- psikomotorik, sehingga menjadi manusia yang terdidik dan berbudaya.

Ad. 4. Metode apa yang paling efektif digunakan?

            Banyak macam metode yang dapat digunakan dalam membelajarkan anak namun, kita harus dapat memilih dan memilah metode yang paling efektif untuk menanamkan Nilai-Nilai Pancasila kepada anak-anak. Mulai dari menghafal teks Pancasila, menyanyi, bermain peran suka menolong orang lain yang sedang mengalami kesulitan, bertanggung jawab untuk diri sendiri (misalnya, menaruh sepatu, topi , baju seragam sekolah dan tas sekolah pada tempatnya),  membantu pekerjaan orangtua (sesuai dengan kemampuan dan usia anak), memberi salam ketika masuk dan keluar rumah, sopan-santun dalam berbicara dan bersedia untuk menolong dan ditolong atau saling tolong-menolong ketika memerlukan bantuan.

            Sikap-sikap tersebut perlu ditanamkan sejak kanak-kanak, sebab di usia emas (the golden age), yaitu umur 0 -- 8 tahun, di masa itulah berbagai jendela kesempatan (windows of opportunities) merupakan saat terbaik berkembangnya otak. Penulis menyadari bahwa mendidik itu tidak bisa dilakukan secara instan, melainkan perlu proses panjang dan perjuangan yang gigih untuk menumbuh-kembangkannya namun, percayalah bahwa tidak ada istilah terlambat. Oleh karena itu, mulailah dan didiklah mereka dengan berbagai pengetahuan tentang nilai, terutama Nilai-Nilai yang terkandung dalam Sila-Sila Pancasila.

            Adapun lingkungan yang paling cocok bagi mereka adalah ketika mereka bermain (play and learn). Melayani mereka dengan hati yang gembira, sabar dan penuh kasih tentu mereka akan melakukan semua yang dicontohkan kepadanya dengan sukacita dan semangat. Orangtua dan guru harus bisa bekerja sama dalam perannya sebagai pendidik yang profesional. Kalau bukan sekarang, kapan lagi  para orangtua akan mengalokasikan waktunya untuk si-buah hati?

            Sebagai penutup tulisan ini,  adalah seorang bernama John Amos Comenius -- seorang pembaharu pendidikan yang terkenal di abad ke XVII berpendapat bahwa 'anak-anak harus dipelajari bukan sebagai embrio orang dewasa melainkan dalam sosok alami anak'. Mari para pendidik profesional pahami dan lakukan demi ikut mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia tercinta.

Jakarta, 17 Nopember 2022

Salam penulis: E. Handayani Tyas; Universitas Kristen Indonesia -- tyasyes@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun