Mohon tunggu...
E HandayaniTyas
E HandayaniTyas Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

BIODATA: E. Handayani Tyas, pendidikan Sarjana Hukum UKSW Salatiga, Magister Pendidikan UKI Jakarta, Doktor Manajemen Pendidikan UNJ Jakarta. Saat ini menjadi dosen tetap pada Magister Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merawat Toleransi Beragama

16 November 2022   05:38 Diperbarui: 16 November 2022   05:44 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap tanggal 16 Nopember diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional. Inilah momentum penting bagi bangsa Indonesia yang pemerintahnya mengakui ada 6 agama yang ada di negeri ini, yaitu: Islam, Katolik, Kristen, Budha, Hindu dan Konghucu. 

Tidak mudah untuk menjaga kerukunannya, apalagi jika ada pihak-pihak yang selalu menganggap agamanya-lah yang paling benar dan yang lain salah. Inilah potret keadaan hidup beragama namun, kita patut ucap syukur karena masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi nilai toleransi.

Toleransi berasal dari Bahasa Latin Tolerare, yang berarti sabar dan menahan diri. Sikap toleransi dapat menghindari terjadinya diskriminasi, contohnya adalah menghargai pendapat mengenai pemikiran orang lain yang berbeda. 

Istilah toleransi mencakup banyak bidang, antara lain yang penulis akan bahas di sini adalah mengenai toleransi beragama. Secara umum istilah toleransi menunjuk pada sikap terbuka, lapang dada, sukarela dan kelemah-lembutan hati. 

Toleransi adalah sikap saling menghargai dan sikap toleransi merupakan salah satu sikap manusia yang terpuji, patut diaplikasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Toleransi merupakan karakter penting, karena bangsa Indonesia terdiri dari beragam agama, suku dan budaya, sehingga perlu adanya sikap saling menghormati satu sama lain. Semua ini dijalankan demi menjaga persatuan dan kesatuan seluruh warga bangsa di negeri ini. 

Adapun nilai-nilai toleransi, antara lain adalah: menghormati tetangga yang sedang beribadah, bergaul dengan tidak membeda-bedakan agamanya, gemar saling tolong-menolong terhadap sesama, bersedia menghargai dan menghormati perayaan agama lain dan mau bersilaturahmi.

Berikut adalah beberapa contoh toleransi dalam kehidupan sehari-hari yang dapat penulis kemukakan: tidak menghina ajaran agama lain, mau berteman dengan siapa saja meskipun beda suku dan agama, tidak memaksa orang lain untuk memeluk agama tertentu, tidak menghalangi penganut agama lain dalam melakukan ibadah dan bersedia mengecilkan suara TV, radio, HP saat orang lain sedang beribadah.

Beruntung kita hidup di Indonesia yang memiliki Pancasila. Pancasila bukan agama, tetapi dapat mempersatukan semua agama. Indonesia yang memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika (Unity in Diversity), suatu semboyan yang sarat nilai yang telah dipilih dan ditetapkan sebagai falsafah diharapkan dapat dijiwai oleh setiap orang Indonesia dalam membangun nasionalisme sebagai satu bangsa. Kita harus dapat bergandengan tangan sebagai suatu entitas bangsa dan tiap individu harus mampu hidup berdampingan dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika kehidupan.

Untuk mewujudkan cita-cita mulia itu, maka perkenankan penulis menuangkan ide dengan judul "Merawat Toleransi Beragama" (di Indonesia) sebagai bangunan yang kokoh demi kerukunan -- kedamaian -- keharmonisan hidup manusia di muka bumi. Terjalinnya sikap tenggang rasa dalam bertoleransi sangat diperlukan untuk merawat dan memperkuat tegak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Kebiasaan bertegur sapa, memberikan senyum dan anggukan kepala yang disertai dengan ketulusan, kepedulian merupakan 'core' dalam membangun budaya toleransi. Sikap toleransi dapat mengurai potensi konflik dan dapat juga menghapus tindak kekerasan, baik di rumah tangga, apalagi di lingkungan masyarakat yang sudah barang tentu sangat beragam kondisinya.

Kita semua tanpa kecuali mempunyai tugas dan tanggung jawab ikut serta menjaga kerukunan dan berkontribusi aktif dalam penyelenggaraan 'one nation building' and 'one state building'  untuk bersama-sama bahu-membahu mengisi kemerdekaan, menegakkan keadilan dan perdamaian, termasuk perdamaian dunia. 

Nilai-Nilai Pancasila itu bersifat universal dan diyakini mampu ikut menciptakan perdamaian dunia. UNESCO memberi arti toleransi sebagai sikap saling menghormati, saling menghargai, saling menerima di tengah keragaman budaya, kebebasan berekspresi dan karakter manusia. 

Di Indonesia hal itu dituangkan dalam UUD  Negara Republik Indonesia 1945, yaitu pokok pikiran bahwa "Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab".

Seluruh umat beragama di Indonesia harus atau wajib memunculkan toleransi  untuk menjaga kestabilan sosial, sehingga tidak terjadi benturan-benturan ideologi dan fisik di antara mereka yang berbeda agama. Sebab jika tidak demikian maka secara sadar atau tidak sadar kita seperti menempatkan diri pada posisi mengisolasi diri ke dalam sebuah ruang gerak yang sempit dan picik. Kita harus belajar hidup bersama dengan orang-orang lain (learning to live together, to live with other), sehingga kita terhindar dari keterpurukan sosial -- religius.

Semangat solidaritas, mau dan mampu bertoleransi merupakan sikap yang terpuji, sikap yang demikian kelak akan bermuara pada satu konsensus bahwa kita adalah saudara-bersaudara, meskipun dalam beberapa hal kita tetap berbeda. 

Mari kita terus belajar dan memupuk sikap untuk saling mengasihi, cinta damai, sabar dan pengendalian/penguasaan diri. Mari kita lakukan toleransi beragama secara aktif, yaitu toleransi yang mau melibatkan diri dengan orang lain di tengah perbedaan dan keberagaman. Toleransi aktif ini merupakan ajaran semua agama, karena hakekat toleransi adalah kemauan dan kemampuan untuk hidup berdampingan.

Tanpa toleransi tidak mungkin ada kehidupan bersama, dengan dipunyainya sikap inklusif diharapkan dapat meruntuhkan sikap eksklusif, ekstrimis, fanatik buta, radikal dan teroris. 

Toleransi beragama tidak harus dipaksakan dan tidak pula dimaksudkan untuk mengakui kebenaran semua agama, melainkan mereka tetap pada keyakinannya masing-masing. Hidup di Indonesia yang masyarakatnya plural justru harus disyukuri, karena damai itu indah.

Jakarta, 16 Nopember 2022

Salam penulis: E. Handayani Tyas; Universitas Kristen Indonesia-tyasyes@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun