Mohon tunggu...
Hanom Bashari
Hanom Bashari Mohon Tunggu... Freelancer - wallacean traveler

Peminat dan penikmat perjalanan, alam, dan ceritanya

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengiris Hamparan Laut Teduh di Teluk Kao

31 Agustus 2021   18:58 Diperbarui: 31 Agustus 2021   19:25 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilik kapal ternyata belum datang. Sedikit gelisah segera menyergapi kami ditemani dingin angin laut dan suara kecil ombak yang terdengar lembut, tanda laut tenang. Penantian kami untungnya tak lama.

Baca juga: Angin Barat, Kapal Kayu, dan Yamdena

Bapak pemilik perahu yang kami sewa akhirnya datang dengan membawa satu dirigen besar bahan bakar perahu kami.  Sang bapak segera menuju perahu yang terikat di sebuah batu karang besar. 

Setelah mengisi minyak dalam tangki mesin, melepas ikatan tali, kami pun segera mengatur barang-barang kami. Barang-barang yang tidak boleh basah, kami tempatkan di tengah perahu dengan ditutupi terpal.

Setelah semua beres, sebagian dari kami segera naik dan sebagian lain ikut mendorong perahu bercadik ini sampai terambang di air laut. Kemudian kami semua naik dan mesin pun dinyalakan, alhamdulilah lancar. 

Kami semua bertujuh dengan bapak pemilik perahu. Perahu kecil kami sepertinya cukup untuk sekitar sepuluh orang, namun ditambah dengan barang-barang kami, sepertinya ini sudah maksimal.

Perahu yang kami tumpangi ini sesungguhnya perahu kayu berukuran kecil dengan panjang sekitar enam meter. Sepasang cadik atau semang-semang di kanan kiri menyeimbangkan perahu ini. 

Penggerak perahu menggunakan mesin dalam, bukan mesin tempel pun bukan mesin ketinting. Pada bagian mesin ini ternaungi dengan atap terpal kecil. 

Kami duduk satu atau berdua sejajar pada papan-papan yang dipasang melintang pada ceruk perahu. Bapak pemilik perahu tentu duduk di bagian belakang untuk mengatur kemudi. Saya di depan beliau.

Bismillah, perlahan perahu kami akhirnya melaju ketika hampir setengah empat pagi. Kami sedikit menjauhi pantai kemudian berbelok ke selatan. Laut sedemikian tenang, hampir tidak ada riak dan gelombang pecah kecuali akibat pergerakan perahu kami. Hembusan angin pun menerpa kami begitu lembut namun tetap dingin. 

Cahaya perak berkilauan, pantulan dari sinar bulan yang menerpa percikan air laut yang terbelah oleh ujung perahu dan cadik-cadiknya. Merasa dan melihat laut menjelang pagi seteduh ini, memang sungguh damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun