Mohon tunggu...
Hanom Bashari
Hanom Bashari Mohon Tunggu... Freelancer - wallacean traveler

Peminat dan penikmat perjalanan, alam, dan ceritanya

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Cerita Mengunjungi Lembah Napu nan Subur (Bagian 1)

24 Januari 2021   19:30 Diperbarui: 24 Januari 2021   19:50 1274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebun bibit desa yang dikelola oleh kelompok tani hutan Tomanutu di Desa Sedoa (Foto: @Hanom Bashari)

Hawa panas Kota Palu yang mulai menyengat sebenarnya tidak begitu terasa oleh kami, karena kami berada di mobil, yang Alhamdulillah, ber-AC. Namun hamparan sinar yang begitu terang, dengan kepulan debu dari pinggir jalan maupun area kering terbuka ketika mulai keluar kota, cukup memberi gambaran suasana panas tersebut. Area yang lebih terasa sejuk di mata baru terlihat ketika mobil kami berbelok kiri di bundaran Bora.

Selanjutnya, area yang terlihat sejuk namun dengan jalan yang cukup berkelok-kelok mulai memberatkan mata kami, sehingga sebagian perjalanan kami habiskan dengan tertidur. Om Donatus, driver kami yang asli Flores ini, pun sepertinya sudah terbiasa dengan perilaku kami para penumpangnya ini.

Perjalanan di pertengahan Januari 2021 ini, saya bersama Pak Anchu, ditemani oleh Pak Sholeh dari Balai PDASHL Palu-Poso menuju desa-desa di wilayah Kecamatan Lore Utara dan Lore Peore di lembah Napu, Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Walaupun dikatakan lembah, namun Napu sesungguhnya merupakan dataran tinggi, sekitar 1.000-1.500 meter di atas permukaan laut.  Jika kita sedikit menengok peta, maka lembah Napu berada di arah tenggara dari Kota Palu, tepat di antara dua danau terpenting di Sulawesi Tengah, Danau Lindu dan Danau Poso.

Jalan menanjak dan berkelok mencapai puncaknya saat kami mendekati Danau Kalimpaa di kompleks area wisata Tambing, yang merupakan bagian dari Taman Nasional Lore Lindu. Lokasi ini tepat di tepi jalan poros Palolo-Napu. Kami berhenti sebentar untuk istirahat di area dengan ketinggian 1.700 mdpl ini. Lokasi wisata Tambing tampak sepi karena memang telah ditutup sejak akhir November 2020 lalu karena masalah keamaanan paska aksi kriminal dan isu terosisme yang yang terjadi di salah satu desa dekat area ini.

Taman Nasional Lore Lindu sendiri merupakan salah satu taman nasional darat terluas di Sulawesi, yang mewakili keragaman hayati utama di hutan-hutan dataran rendah dan tinggi Sulawesi. Taman nasional seluas 215 ribu hektar ini adalah generasi kedua taman nasional di Indonesia, satu dari 11 taman nasional yang telah ditunjuk Menteri Pertanian (saat itu) untuk ditetapkan sebagai taman nasional, dalam Kongres Taman Nasional Dunia yang ketiga di Bali pada 1982 silam. Kawasan konservasi ini diharapkan dapat mempertahankan satwa-satwa ikonik Sulawesi, seperti maleo, julang sulawesi, anoa, babirusa, beragam tarsius, dan sebagainya.

Walaupun area wisata Tambing ini telah diumumkan ditutup secara luas, namun masih saja tampak beberapa anak muda (sepertinya dari Palu), dengan motor terparkir di pinggir jalan, duduk-duduk santai di rerumputan depan pagar area wisata ini. Memang area sekitar Tambing ini cukup sejuk, bahkan cenderung dingin.

Para pemuda ini terlihat menyalakan kompor gas mini, memasak sesuatu. Mungkin mereka masih berharap, petugas penjaga area ini iba melihat mereka dan memperbolehkan masuk untuk camping atau jalan-jalan di area tersebut. Kebetulan memang saat itu hari Sabtu, waktu biasa area ini terkenal ramai pengunjung. Namun, silakan berharap, tapi saya yakin petugas tidak akan membukakan pintu .

Kami meneruskan perjalanan dengan memulai penurunan yang tentu masih berkelok. Hutan-hutan nan lebat mulai menjarang, dan dalam hitungan menit, telah tampak hamparan lembah Napu di hadapan kami. Menjelang siang, kami memasuki gerbang Desa Sedoa, setelah perjalanan hampir 100 kilometer dari Palu.

Pada beberapa desa di lembah Napu inilah, proyek Forest Programme III Sulawesi (FP III) dijalankan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk mewujudkan pengelolaan lanskap Lore Lindu secara kolaboratif dan terpadu, baik dalam rangka konservasi keanekaragaman hayati maupun pengelolaan daerah aliran sungai pada lanskap ini.

PARA PEMBANGUN HUTAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun