Mohon tunggu...
Cynthia Kristie
Cynthia Kristie Mohon Tunggu...

pembaca yg belajar menulis...\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Anjing Pincang

25 Agustus 2011   04:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:29 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="207" caption="http://setyokusumo.blogspot.com/2008/06/si-kaki-tiga.html"][/caption] Seorang  ibu muda bernama Sarah saat malam hari didatangi oleh seseorang yang tiba-tiba menceritakan kejadian yang terjadi dua tahun yang lalu. Sarah menangis di depanku dia merasa sangat bersalah tidak seharusnya dia berbuat seperti itu. "Kejadiannya malam hari hujan gerimis aku menabrak seekor anjing di jalan ketika akan menghadiri sebuah rapat yang sangat penting bagi karirku, aku sangat terburu-buru dan sangat takut.. " katanya dengan gemetar. "Jalan itu sangat sepi tidak ada seorangpun, aku tidak turun dari mobil untuk melihatnya lalu ku tinggalkan anjing itu begitu saja, aku kira dia sudah mati dan aku tidak pernah menceritakan kejadian ini pada siapapun." "Apa yang sebenarnya terjadi Sarah?" tanyaku. Kemudian ia mulai bercerita, Pada malam itu kurang lebih pukul sembilan malam dia datang ke rumah begitu aku bukakan pintu langsung dia berkata, "Ingatkah anjing yang ibu tabrak dan tinggalkan? Padahal ibu adalah penyayang anjing, ia anjing jalanan tak ada yang memilikinya tiap hari mengais rejeki di pinggir jalan, di lorong-lorong jembatan dengan jalannya yang pincang. Ia tidak bisa berlari cepat bahkan tidak mampu lagi menghindari pukulan ataupun lemparan batu orang yang jijik melihatnya. Ia tidak punya tempat berteduh yang aman saat hujan, tidak punya rasa percaya kepada orang karena perlakuan manusia padanya. Ia hidup dalam kesedihan setiap harinya tapi ia masih bertahan dan masih hidup sampai sekarang." kata orang asing itu. Aku terkejut dan semakin merasa bersalah, "Saya tidak tau pak, saya kira dia sudah mati." kataku. "Ibu, ibu adalah seorang penyayang anjing, ibu menyatakannya, membuktikannya pada semua orang tapi saat itu ibu sangat egois, ibu telah melakukan kesalahan tapi ketika dihadapkan dengan pilihan, ibu tidak memilih apa yang seharusnya menjadi tanggungjawab ibu untuk menolong meski dia hanyalah seekor anjing atau pun menguburkannya jika memang anjing itu telah mati." "Pak, saya tersiksa selama dua tahun ini, saya tidak bisa mengubah kejadian di masa lalu seandainya bisa saya akan tolong anjing itu, saya tau saya mengambil keputusan yang salah. Sampai saat ini saya masih merasa bersalah dan kejadian itu masih tetap membayangi saya." kataku sambil menahan airmata. "Ya, karena itu saya datang, ibu tidak bisa mengubah masa lalu tapi ibu bisa melakukan apa yang baik di masa depan, ibu harus mengakui kelemahan ibu dan memaklumi diri, ibu harus melakukan pendamaian terhadap diri ibu juga kepada anjing yang telah ibu lukai karena itu adalah suatu bukti bahwa ibu adalah seorang penyayang, Ibu harus terbuka supaya dapat pulih, saya yakin ibu akan bisa menghadapi masa depan dengan tenang." "Dimana anjing itu pak?" tanyaku. "Ia terlahir sebagai anjing, hidup dijalanan setelah tertabrak hidupnya semakin memburuk lebih berat dijalaninya, anjing itu mencari ibu awalnya ingin membalaskan dendam namun ketika ia melihat ibu menggendong seekor anak anjing, ia mengurungkan niatnya, ia melihat ibu adalah seorang penyayang, ia mulai berdamai dengan hati dan hidupnya meski tak mudah, ia bertanya-tanya bagaimanakah hidup seorang manusia, apakah seberat yang dijalaninya walau tidak ada jawaban yang ia temukan tapi ia tetap berusaha menjalani hidupnya sebagai anjing pincang yang baik. Suatu saat ia bertemu sosok manusia yang berbeda belum pernah ia melihat manusia seperti itu.  Orang itu pun membawanya ke suatu tempat...." "Apakah bapak mengetahui bahasa anjing? sehingga bisa mengetahui tentang hidup anjing itu?" kataku tidak percaya. "Ibu.. tidak ada yang mustahil untuk Tuhan, anjing dapat diubahNya menjadi manusia, manusia dapat diubahNya menjadi seekor anjing..." "Apa maksud bapak?" tanyaku heran. "Sayalah anjing itu dan orang itu adalah Tuhan sendiri. Sekarang saya mengetahui rasanya hidup sebagai manusia walau saya hanya memiliki dua kaki dan satu tangan, bertemu dengan Tuhan adalah karunia yang sangat besar untuk anjing seperti saya, anjing seperti saya saja Tuhan berkenan apalagi seorang manusia seperti ibu, saya telah memaafkan ibu dan hendaknya ibu mulai memberikan pendamaian terhadap ibu sendiri." "Aku terdiam tidak mampu berkata apa-apa, orang itu menjangkau tanganku dengan tangan kirinya memberi salam dengan tersenyum dan matanya berkaca-kaca,  aku pun menangis lalu dia pergi berlari dan menghilang." *** "Saya mencari dia tapi tidak saya temukan." Kata Sarah kepadaku. Aku terkejut mendengar ceritanya setengah tidak percaya. "Mungkin maksud Tuhan adalah untuk mengingatkan kamu, menyemangati kamu untuk menjalani masa depan tanpa terbayangi oleh masa lalumu mulailah belajar membuka hati untuk berani menerima, rela mohon maaf dan memaafkan serta meninggalkan kenangan pahit yang sudah berlalu. Mulailah berdamai dan jalani hidupmu dengan tenang." "Sarah, ceritamu itu sungguh mengingatkanku dan menguatkan aku juga. Terimakasih karena kamu telah membagi sebuah cerita yang mengubah sudut pandangku dalam menilai sebuah kehidupan. " (Tamat) The last prosa-untuk menyambut Bulan yang penuh Maaf

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun