Beberapa waktu terakhir, banyak pemberitaan di media tentang maraknya anjing liar yang berkeliaran di berbagai daerah.Â
Kehadiran anjing liar ini bukan hanya soal ketidaknyamanan warga, tetapi juga soal keselamatan. Tidak sedikit warga yang sudah merasa resah, terutama karena anjing liar kerap berkeliaran di jalan umum, dekat sekolah, hingga di sekitar permukiman.Â
Masalah ini tentu tidak bisa dianggap sepele, sebab anjing liar punya potensi besar dalam rantai penularan penyakit rabies.
Rabies adalah penyakit mematikan yang disebabkan oleh virus, dan hingga saat ini, rabies masih menjadi ancaman nyata di Indonesia.Â
Penyakit ini menular melalui gigitan hewan penular rabies (HPR), seperti anjing, kucing, maupun kera. Namun, yang paling dominan adalah gigitan anjing.Â
Bayangkan, lebih dari 90% kasus rabies pada manusia di Indonesia berasal dari gigitan anjing.
Nah, ketika kita bicara soal anjing liar, risiko penularan rabies menjadi semakin tinggi.
Anjing Liar dan Rantai Penularan Rabies
Anjing liar pada dasarnya adalah hewan yang tidak memiliki pemilik atau tidak terurus. Mereka hidup berkeliaran, mencari makan di tempat sampah, pasar, atau di jalan-jalan. Karena tidak ada yang merawat, anjing liar ini tidak pernah mendapat vaksinasi rabies.Â
Jika salah satu di antara mereka terinfeksi, maka virus itu bisa menyebar dengan cepat ke kelompok anjing lain melalui perkelahian atau gigitan. Dari sinilah rantai penularan rabies menjadi semakin sulit diputus.
Lebih mengkhawatirkan lagi, anjing liar seringkali berinteraksi langsung dengan manusia. Anak-anak yang bermain di luar rumah bisa saja tanpa sengaja memprovokasi anjing, lalu digigit.Â