Mohon tunggu...
HANA MUTHIA NABILA PUTRI
HANA MUTHIA NABILA PUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa

NIM 55524110027 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Manajemen Pajak - Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Diskursus K12 - Diskursus Transfer Pricing

17 Juni 2025   10:01 Diperbarui: 17 Juni 2025   10:01 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak perusahaan multinasional menggunakan skema base erosion and profit shifting (BEPS) bukan karena kebutuhan bisnis nyata, melainkan karena dorongan untuk mengoptimalkan return kepada pemegang saham. Sikap semacam ini bertentangan dengan semangat tanggung jawab fiskal sebagai bagian dari kontribusi terhadap pembangunan nasional.

Dalam riset yang dilakukan oleh Sikka & Willmott (2010), ditemukan bahwa praktik penghindaran pajak melalui transfer pricing dapat menciptakan "legitimacy gap" antara korporasi dan masyarakat. Masyarakat melihat perusahaan-perusahaan besar tidak adil karena mendapatkan keuntungan dari pasar domestik namun enggan membayar pajak secara proporsional. Hal ini dapat menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap sistem perpajakan itu sendiri.

Penulis-Hana Muthia-Gambar 11
Penulis-Hana Muthia-Gambar 11

8. Transfer Pricing dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)

Diskursus transfer pricing juga berkaitan dengan agenda pembangunan berkelanjutan. PBB, melalui Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), menekankan pentingnya domestic resource mobilization (DRM) dalam mendanai pembangunan di negara-negara berkembang. Praktik transfer pricing yang tidak diawasi dengan baik akan melemahkan DRM karena penerimaan pajak negara menjadi bocor ke luar negeri.

Sebagai contoh, tujuan SDG ke-17, yakni Partnership for the Goals, menekankan pentingnya kemitraan global dalam mengatasi tantangan perpajakan lintas negara. Indonesia sebagai anggota Inclusive Framework BEPS memiliki tanggung jawab untuk mengadopsi standar internasional seperti Country-by-Country Reporting (CbCR), Mutual Agreement Procedure (MAP), dan Minimum Standards lainnya dalam pengawasan transfer pricing.

Oleh karena itu, penguatan pengawasan transfer pricing bukan hanya untuk menaikkan rasio pajak, tetapi juga bagian dari komitmen Indonesia dalam menciptakan tata kelola fiskal yang transparan, adil, dan berkelanjutan.

Penulis-Hana Muthia-Gambar 12
Penulis-Hana Muthia-Gambar 12

9. Inovasi Strategi: Dari Deteksi ke Pencegahan

Transformasi digital di sektor perpajakan memungkinkan pergeseran paradigma dari retrospective audit ke real-time monitoring. DJP kini tengah mengembangkan pendekatan preventif dalam pengawasan transfer pricing dengan pemanfaatan:

Big Data Analytics, Dengan menganalisis pola transaksi antarperusahaan dalam satu grup, otoritas pajak dapat mengidentifikasi outlier atau penyimpangan harga dibanding standar industri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun