Banyak perusahaan multinasional menggunakan skema base erosion and profit shifting (BEPS) bukan karena kebutuhan bisnis nyata, melainkan karena dorongan untuk mengoptimalkan return kepada pemegang saham. Sikap semacam ini bertentangan dengan semangat tanggung jawab fiskal sebagai bagian dari kontribusi terhadap pembangunan nasional.
Dalam riset yang dilakukan oleh Sikka & Willmott (2010), ditemukan bahwa praktik penghindaran pajak melalui transfer pricing dapat menciptakan "legitimacy gap" antara korporasi dan masyarakat. Masyarakat melihat perusahaan-perusahaan besar tidak adil karena mendapatkan keuntungan dari pasar domestik namun enggan membayar pajak secara proporsional. Hal ini dapat menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap sistem perpajakan itu sendiri.
8. Transfer Pricing dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
Diskursus transfer pricing juga berkaitan dengan agenda pembangunan berkelanjutan. PBB, melalui Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), menekankan pentingnya domestic resource mobilization (DRM) dalam mendanai pembangunan di negara-negara berkembang. Praktik transfer pricing yang tidak diawasi dengan baik akan melemahkan DRM karena penerimaan pajak negara menjadi bocor ke luar negeri.
Sebagai contoh, tujuan SDG ke-17, yakni Partnership for the Goals, menekankan pentingnya kemitraan global dalam mengatasi tantangan perpajakan lintas negara. Indonesia sebagai anggota Inclusive Framework BEPS memiliki tanggung jawab untuk mengadopsi standar internasional seperti Country-by-Country Reporting (CbCR), Mutual Agreement Procedure (MAP), dan Minimum Standards lainnya dalam pengawasan transfer pricing.
Oleh karena itu, penguatan pengawasan transfer pricing bukan hanya untuk menaikkan rasio pajak, tetapi juga bagian dari komitmen Indonesia dalam menciptakan tata kelola fiskal yang transparan, adil, dan berkelanjutan.
9. Inovasi Strategi: Dari Deteksi ke Pencegahan
Transformasi digital di sektor perpajakan memungkinkan pergeseran paradigma dari retrospective audit ke real-time monitoring. DJP kini tengah mengembangkan pendekatan preventif dalam pengawasan transfer pricing dengan pemanfaatan:
Big Data Analytics, Dengan menganalisis pola transaksi antarperusahaan dalam satu grup, otoritas pajak dapat mengidentifikasi outlier atau penyimpangan harga dibanding standar industri.