Tren personalisasi belajar berbasis AI menawarkan perubahan besar dalam pendidikan. Di sini, setiap siswa bisa mendapatkan materi dan cara belajar yang sesuai dengan kecepatan dan gaya belajar mereka sendiri. Di sekolah-sekolah di kota yang memiliki fasilitas baik, hal ini mulai terjadi, memberikan harapan untuk memperbaiki masalah model pendidikan yang sama untuk semua siswa. Namun, di tengah semua kemajuan ini, ada pertanyaan besar yang menghadang Indonesia: Apakah sekolah-sekolah di daerah terpencil yang masih kesulitan dengan masalah akses digital juga bisa mendapatkan keuntungan dari tren ini?
Sebenarnya, jika masalah ini tidak terselesaikan dengan cara yang benar, penggunaan AI dalam pendidikan bisa melemahkan keadaan yang sudah ada. Kesenjangan digital di sekolah-sekolah di daerah terpencil bukan hanya sekedar masalah kecepatan internet; ini adalah masalah yang lebih rumit yang melibatkan ketersediaan internet yang stabil, perangkat digital yang cukup untuk siswa, dan kemampuan guru dalam menggunakan teknologi. Kebanyakan sistem AI yang canggih, seperti chatbot atau sistem penilaian waktu nyata, membutuhkan koneksi internet yang cepat dan stabil. Di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal) yang tidak memiliki sinyal atau hanya memiliki koneksi lambat, penggunaan personalisasi AI menjadi tidak mungkin. Yang lebih parah adalah munculnya apa yang disebut "Digital Divide 2.0," di mana masalahnya bukan lagi tentang akses, tetapi tentang kualitas dan bagaimana akses itu dimanfaatkan. Siswa di perkotaan akan lebih diuntungkan karena mereka mendapatkan kurikulum yang ditingkatkan dengan AI, sementara siswa di daerah terpencil hanya akan mendapatkan materi yang tersedia secara manual yang tidak disesuaikan, sehingga memperlebar kesenjangan dalam kualitas pendidikan.
Walaupun terdapat banyak tantangan, AI juga memberikan peluang besar untuk membantu mengatasi kekurangan sumber daya, khususnya kekurangan jumlah guru yang berkualitas di daerah yang jauh. AI bisa berfungsi sebagai tutor virtual yang dapat memberikan bimbingan secara terus-menerus. Kunci untuk menggunakan AI dengan baik di daerah terpencil adalah membuat teknologi yang tidak selalu memerlukan koneksi internet. Inovasi harus fokus pada platform yang bisa digunakan offline atau dengan kecepatan internet yang sangat rendah.
Solusi yang bisa dipraktikkan adalah dengan membuat aplikasi pembelajaran yang bisa diunduh, mungkin melalui flashdisk atau server lokal di sekolah, sehingga bisa diakses tanpa internet. Materi belajar, latihan, dan sistem penilaian dasar dapat berjalan di perangkat lokal. AI kemudian bisa dirancang untuk menganalisis data hasil belajar siswa di tempat dan menyesuaikan kesulitan atau memberikan materi tambahan ( seperti video atau infografis) yang sudah tersimpan di perangkat, agar setiap siswa bisa belajar dengan kecepatan yang cocok untuk mereka. Sinkronisasi data ke pusat hanya perlu dilakukan ketika internet tersedia, misalnya sekali dalam seminggu. Selain kemajuan teknologi, peran guru dan dukungan dari kebijakan sangat penting. Di sekolah yang terletak di daerah terpencil, guru sering kali harus menghadapi banyak tugas pengajaran yang berat. Teknologi AI bisa membantu dengan cara mengotomatiskan tugas-tugas yang memakan waktu, seperti penilaian rutin dan analisis perkembangan siswa. Dengan terbebas dari pekerjaan rutin ini, guru bisa lebih fokus pada interaksi bermakna secara langsung, memberikan dukungan emosional, dan memastikan kebutuhan sosial-emosional siswa terpenuhi hal-hal yang tidak bisa digantikan oleh teknologi.
Keberhasilan ini sangat tergantung pada kerjasama antara banyak pihak. Pemerintah perlu terus berinvestasi dalam membangun infrastruktur internet yang baik, termasuk menggunakan teknologi satelit untuk daerah yang susah dijangkau, dan memberikan bantuan perangkat secara merata. Pada saat yang sama, pelatihan untuk guru harus ditingkatkan, tidak hanya mengajarkan cara menggunakan alat, tetapi juga bagaimana menggabungkan AI dalam pengajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Kemitraan antara pemerintah, perusahaan swasta, dan penyedia teknologi pendidikan perlu didorong untuk menciptakan solusi yang terjangkau, mudah diakses, dan dirancang khusus untuk tantangan di daerah terpinggirkan.
Mahasiswa PGSDÂ
Universitas Ngudi Waluyo, Ungaran
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI