Mohon tunggu...
Hana Amanda
Hana Amanda Mohon Tunggu... Mahasiswa Hubungan Internasional

Sedang belajar menjadi jack of all trades walaupun (masih) mastering none.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Globalisasi dan Masa Depan Pekerjaan di Indonesia

29 April 2025   08:39 Diperbarui: 29 April 2025   08:39 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Platform e-commerce, seperti Tokopedia dan Shopee juga turut memberdayakan jutaan UMKM untuk memperluas jangkauan pasar, dari cakupan domestik hingga ke mancanegara. 

Begitu pula industri kreatif digital yang turut bertumbuh dengan pesat kendati menghadapi tantangan yang paling nyata, AI. Industri satu ini di sisi lain semakin banyak menggaet anak-anak muda Indonesia untuk menjadi freelancer internasional dengan penghasilan jauh di atas upah minimum regional melalui platform kerja remote, seperti Upwork atau Fiverr. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat, hingga 2023 terdapat 5,6 juta pekerja freelance digital di Indonesia. Jumlah ini meningkat sebanyak 127% sejak tahun 2019.

Sekali lagi, keberhasilan ini bukannya tanpa catatan. Penelitian dari Center for Indonesian Policy Studies (2022), menunjukkan bahwa 72% pekerja gig, atau pekerja yang bekerja dalam sistem yang bersifat fleksibel dan tidak terikat kontrak jangka panjang (freelancer), belum memiliki akses terhadap jaminan sosial yang layak. Mengindikasikan bahwa masih terdapat celah kerentanan struktural dalam ekosistem baru ini. 

Pemerintah Indonesia telah menunjukkan kesadaran akan urgensi dari fenomena transformasi ini. Melalui Program Kartu Prakerja, misalnya, 14,6 juta penerima telah merasakan dampak positif dalam peningkatan keterampilan tenaga kerja. Program ini memberikan pelatihan berbasis digital dan semi-digital untuk mempercepat adaptasi masyarakat terhadap kebutuhan industri baru. 

Namun, evaluasi dari SMERU Research Institute (2022), mencatat bahwa hanya 38% peserta program yang mengalami peningkatan pendapatan secara signifikan, mengindikasikan bahwa masih banyak ruang untuk melakukan perbaikan kualitas dan relevansi pelatihan dengan kebutuhan pasar nyata. Kurikulum pelatihan juga perlu dievaluasi agar menjadi lebih adaptif terhadap perkembangan sektor teknologi dan ekonomi kreatif. 

Di tingkat kebijakan industri, Making Indonesia 4.0 yang diluncurkan oleh Kementerian Perindustrian pada 2018 silam mulai membuahkan tren positif. Laporan World Bank (2023), mencatat bahwa terjadi peningkatan investasi di sektor manufaktur senilai 12%. Kendati demikian, data dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) dari Universitas Indonesia pada 2023, menunjukkan bahwa transformasi ini baru menyentuh sekitar 15% dari tenaga kerja industri, dan meninggalkan mayoritas pekerja dalam posisi rentan akan disrupsi teknologi tanpa bekal pelatihan yang cukup.

Untuk menyiasati dan memperkuat ketahanan tenaga kerja nasional, Indonesia dapat belajar dari praktik terbaik global. Program SkillsFuture Singapura, yang diakui oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada 2021 sebagai model pendidikan vokasi terbaik, menjadi sebuah contoh yang patut dipertimbangkan untuk dipelajari oleh Indonesia tentang bagaimana negara bisa menyiapkan warga negaranya menghadapi perubahan ekonomi. 

Selain itu, ada sistem portable benefit di California untuk para pekerja gig (Brookings Institution, 2022) yang juga masih relevan untuk mengantisipasi kerentanan pekerja fleksibel atau freelancer di Indonesia. Contoh lain adalah pemberian insentif pajak kepada perusahaan yang berinvestasi dalam pelatihan tenaga kerja seperti yang dilakukan oleh Jerman (ifo Institute, 2021). Program ini juga dapat diperhitungkan oleh Indonesia untuk diadopsi demi mempercepat alih teknologi tanpa mengorbankan nasib pekerja. 

Dalam menghadapi kompleksitas ini, refleksi dari Joseph Stiglitz dalam karyanya "Globalization and Its Discontents Revisited" (2017) menjadi relevan; negara harus berperan aktif dalam memastikan transisi ekonomi berlangsung adil. Dalam konteks Indonesia, strategi ini mencakup reformasi sistem pendidikan vokasi yang terintegrasi dengan kebutuhan industri, penguatan sistem jaminan soail yang inklusif bagi semua segmen pekerja, serta insentif fiskal untuk mendorong investasi di sektor padat karya bernilai tinggi.

Masa depan dunia kerja Indonesia memang penuh ketidakpastian, tapi di saat yang sama juga penuh harapan. Kunci keberhasilan  terletak pada kemampuan semua aktor, yakni pemerintah, dunia usaha,  institusi pendidikan, dan masyarakat, untuk bersinergi menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang inovatif dan inklusif.  

Tantangannya bukan lagi apakah globalisasi dan digitalisasi akan mempengaruhi ketenagakerjaan Indonesia, melainkan bagaimana Indonesia mampu memanfaatkannya untuk membangun masa depan pekerjaan yang lebih adil, berkelanjutan, dan lebih bermartabat bagi seluruh rakyatnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun