Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Stoicism: Karena Hidup Banyak "Ya Udahlah Ya-nya"

28 April 2021   11:35 Diperbarui: 28 April 2021   12:15 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meminta validasi dari semua orang memang tidak bisa sebab hanya yang berkapasitas yang bisa. Saya dinilai pengangguran oleh orang umum, tetapi tidak demikian dengan orang yang mengerti pekerjaan saya. Minat saya direndahkan sebab orang yang tidak satu minat dengan saya tidak pernah mengalami kesenangan dan kesulitan yang saya hadapi. 

Orang yang bertanya "kapan" tidak memiliki beban atau tugas seperti saya, sehingga sesuatu yang berkaitan dengan waktu ini dirasa seharusnya bisa dilaksanakan dengan segera. Orang yang tidak mengakui kemampuan saya tidak mempunyai level yang sama, sehingga orang yang levelnya lebih tinggi dari saya yaitu dosen justru yang memberikannya.

Orang yang tidak memberikan saya validasi memiliki versi kebenaran yang berbeda dengan saya dan tidak tahu versi kebenaran saya. Hal ini tentu sangat sulit dikendalikan. Kalau dipaksakan agar terkendali bukan tidak mungkin akan menimbulkan perselisihan. Alhasil, saya mencoba untuk menerapkan paham stoicism. 

Inti dari ajaran filsafat ini adalah melepaskan hal-hal yang tidak bisa dikontrol, karena ketika berusaha mengubah dan memang tidak bisa, kekecewaan akan timbul. Hal-hal yang tidak bisa dikontrol itu dihadapi dengan sebuah penalaran dan menahan diri. 

Dengan kata lain, hal-hal yang tidak bisa dikontrol sudah pasti tidak akan memunculkan suatu kebahagiaan. Kebahagiaan itu muncul melalui suatu alternatif dalam keadaan tertentu.

Melalui pemikiran saya yang terkesan idealis dan filosofis serta gabungan dari paham stoicism, pemikiran saya justru lebih luas. Saya berpikir secara mendalam sekaligus menemukan kemungkinan-kemungkinan lain. 

Dengan kata lain, sudut pandang saya tidak hanya satu. Dari sudut pandang tersebut pula saya mendapatkan bentuk-bentuk pemakluman yang cocok dalam situasi tertentu, sehingga akan memunculkan kedamaian.

Di media sosial tempo hari ada ribut-ribut bahwa ketika mengucapkan selamat atas kelahiran bayi tidak perlu menanyakan jenis kelamin. Oh, mungkin yang membuat pernyataan tersebut mengalami baby blues. Ya mau bagaimana lagi. Hal tersebut bukan kuasa manusia. 

Namun, tidak perlu juga sampai menunjukkan kemarahan pada khalayak umum sebab tidak semuanya menanggapi serius. Di sisi lain, kembali lagi ke budaya. Bukankah di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung? Bukankah tidak bisa dikontrol juga? 

Jadi, dimaklumi saja apa yang orang lain katakan. Di sini yang bisa dikontrol adalah respons. Sebaiknya keluarga orang tersebut memberikan dukungan yang lebih agar psikisnya tetap stabil.

Secara sederhana, paham stoicm adalah menerima. Apa itu berarti manusia tidak perlu berusaha atau berencana? Tidak juga. Manusia berusaha untuk hal-hal yang bisa dikontrol, sementara hal yang tidak bisa dikontrol (sudah terjadi) tidak perlu dipusingkan dan akan lebih baik lagi jika mencari hikmah di dalamnya. Berangkat pagi untuk menghindari macet, tetapi di luar dugaan tetap terjebak macet. Daripada emosi, bukankah lebih baik untuk mencari kesibukan yang bisa dilakukan saat itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun