Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menghindari Sikap Defensif dalam Komuinkasi untuk Menyelamatkan Rumah Tangga

29 Februari 2024   15:17 Diperbarui: 29 Februari 2024   15:34 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pola pertahanan defensif hasilnya menyakitkan semua pihak (Hamim Thohari majdi)

Seni berumah tangga tidak lepas dari keterampilan berkomunikasi antar pasangan (suami isteri), layaknya ketika saat berkenalan kemudian meningkat saling mengikat dan diputuskan untuk menikah, berawal dari keterampilan menyampaikan pesan dan menangkap pesan dengan penuh kasih sayang, "aku mencintaimu" salah satu cloosing statement di setiap perjumpaan.

Tak kalah seru, bahwa ketika dua hati yang terikat dengan rasa cinta berdekatan jarak bahkan kadang tiada pemisah sedikitpun, justru keterampilan komunikasinya melemah, ucapan sayang dan pemberian perhatian mulai berkurang. Hal ini sangat dirasakan ketika hambatan-hambatan komunikasi tidak diselesaikan, tetapi dipendam sangat rapat, sehingga menunggu waktu untuk menumpahkan.

Komunikasi yang tidak efektif berawal dari cara penyampaian pesan dan pengabaian pesan yang disampaikan. Menjadi pendengar yang baik merupakan kunci utama menjadikan komunikasi sangat mesra. Mendengarkan secara seksama akan melahirkan kepedulian dan bisa memberi respon secara tepat tanpa melakukan pengolahan dengan melibatkan emosi negatif.

Beberapa hal perlu diperhatikan dalam komunikasi agar tetap terjalin hubungan harmonis dan penuh kasih sayang, perlu menghindari tiga yaitu  ; nada sinis, umpatan, dan kritik menghina.

NADA SINIS

Berkaitan dengan ungkapan hati yang menunjukkan arah ketidak senangan, hal ini mengakibatkan sikap abai, enggan menangkap pesan yang hendak dimaksud, sudah memberi penilaian rendah bahkan berbalik dari pembicaraan.

Nada sinis ini menjadikan suasana terasa dingin, siapapun dalam komunikasi yang mendapati suasana dingin pasti menurunkan semangat, karena telah terserang mental, tidak dihargai dan tidak dianggap keberadaannya.

Nada sinis sama halnya menafikan fakta pembicaraan, ingin menang sendiri dan memberi respon dengan fakta baru, bahkan sama sekali tidak ada hubungannya dengan yang dibicarakan.

UMPATAN

Untuk menunjukkan sebagai sebuah ungkapan biasanya digunakan dalam percakapan dengan kata-kata yang kasar, sumpah serapah dan kata-kata yang tidak senonoh.

Beda dengan nada sinis yang cenderung cooling down, umpatan ini membangkitkan amarah pasangan, seperti "tidak pecus, ceroboh, egois dan sejenisnya"

Bila mendapati pasangan yang sering mengumpat, maka pasangannya harus menjadikan diri sebagai pendengar yang baik, sebab ketika umpatan yang dilontarkan mendapat respon, maka akan meningkatkan mutu dan tekanan suaranya, sehingga suasana semakin memanas dan akan menjauhkan jarak fisik dan jiwa antar pasangan, ketidak nyamanan sangat dirasakan dan menyusun strategi untuk mencari tempat yang lebih nyaman, seperti menyendiri, ke rumah sahabat atau orang tua dan melakukan hal-hal lain yang bisa membuatnya tenang.

KRITIK YANG MEGHINA

Paling bahaya dalam berkomunikasi adalah mengkritik disertai hinaan, memandang pasangannya sebagai pihak yang bersalah, sementara dirinya tidak mau disalahkan dan merasa sangat benar.

Padahal komunikasi dalam berumah tangga tidak mendudukkan seseorang sebagai lawan harus ada yang menang dan pihak lain dinyatakan kalah. Setiap komunikasi dalam rumah tangga harus menuju kepada pondasi bangunan keluarga yaitu bahagia sejahtera kekal dan abadi.

Model  komunikasi dengan cara  mengkirik dan menghina adalah menggunakan bentuk pertahanan diri sebagai upaya menutupi kesalahan, agar sang pasangan tidak memiliki kesempatan untuk menyerang balik dan tidak memiliki nyali atas kata-kata dan hinaannya yang bisa merendahkan harga diri.

Bila seseorang sudah turun harga dirinya akan berbarengan dengan turunnya kepercayaan diri, membuat hatinya pecah berkeping-keping, lidahnya terasa kelu dan tertutuplah mulut untuk berbicara.

BOLEH MENGELUH BUKAN MENYERANG

Tidak dipungkiri bahwa hidup ini pasti ada keluhan, terutama dalam rumah tangga, baik keluhan karena beratnya beban dan masalah yang dihadapi atau perasaan tidak dipedulikan dan tidak dibantu, alias semuanya dilakukan sendiri.

Sebagai salah satu sifat yang dititipkan Tuhan dalam diri manusia adalah keluh kesah, maka semua insan merasakan itu, tetapi dengan segala pengetahuan dan keterampilannya beragam cara mengolah dan menampakkan keluhannya ada yang secara terang terang melalui ucapan dan tindakan, ada pula dengan sindiran dan langsung melalui sikap.

"hidup denganmu semakin sedih dan berat", salah satu bentuk keluhan yang langsung dinyatakan. sedang dengan sindiran seperti "aku di sini seperti pembantu", sedang dalam bentuk sikap bisa berupa aksi diam, penolakan dan menentang.

Menanggapi keluhan pasangan tidak boleh dimaknai sebagai protes, karena akan mengakibatkan respon negatif dan salah arah, biarkan pasangan anda mengeluh atas apa yang dialami dan di rasakan selama ini asal tidak bertujuan menyerang. Manfaatkanlah ketika salah satu pasangan menyeluh menjadi "rumah jeda", melakukan kilas balik, mengevaluasi dan mengkritisi.

Menghindari pembicaraan defensif sangat diperlukan dalam mempertahankan keutuhan keluarga, untuk membina hubungan baik dan romantis. Pembicaraan yang arahnya membela diri, bertahan dengan kesalahannya merupakan jalan menuju semak belukar, rimbanya begitu luas dan membayakan karena banyaknya binatang buas.

Berbicara secara defensif mengkikis rasa cinta kasih, menggerus kepercayaan dan meretas tali yang mengikatnya dengan kesucian. Siapapun yang menyampaikan keluhannya, lalu ditanggapi sebagai sebuah aduan, maka tidak akan pernah menemukan solusi.

Untuk itu membiasakan menjadi pendengar yang baik, dan tidak mudah tersulut emosi serta melindungi ego diri menjadi hal penting dalam komunikasi, utamanya komunikasi dalam rumah tangga, karena diantara pasangan yang terdiri dari "aku" dan "kau" menjadi "kita" yang aktif dan dinamis, melahirkan keturunan, menambah kekayaan dan mendapatkan sejatinya kebahagiaan.

Tiada guna membentak pasangan, tiada manfaat mengritik pasangan dengan pedas, apalagi umpatan-umpatan yang sama sekali tidak terbukti, karena garangnya lisan tidak diringin dengan ketegasan tindakan, hanya alasan yang disajikan tetapi nol tindakan.

Berbahagialah pasangan suami istri yang mampu berbicara secara baik-baik dan menjadi pendengar yang penuh kepedulian. Sekali lagi hilangkan pembicaraan defensif agar terwujud komunikasi yang hangat dan kadang-kadang dingin penuh kemesraan.

Menghindari Sikap Defensif Dalam Komunikasi Untuk Menyelamatkan Rumah Tangga

Oleh : Hamim Thohari Majdi

Lumajang, 28 Pebruari 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun