Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 telah dilakukan perubahan melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, hal pokok dalam perubahannya adalah pasal 7 berkaitan dengan batas minimal usia perkawinan.
Ada tiga landasan yang digunakan terbitnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yaitu ; landasan filosofis, landasan sosiologis dan landasan yuridis.
LANDASAN FILOSOFIS
Berkaitan dengan pandanngan hidup, kesadaran dan cita hukum meliputi suasana kebatinan serta falsafah hidup bangsa Indonesia yang terangkum dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, bahwa cita besar bangsa Indonesia adalah menjamin kesejahteraan tiap warga negara, termasuk di dalamnya melindungi hak anak.
Dalam Undng-Undang Dasar 945 pasal 28 D, bahwa setiap orang baik laki-laki maupun perempuan, termauk anak-anak dan orang dewasa berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Sehingga perlu menghapus perlakuan disikriminatif dalam perkawinan bagi kaum perempuan dengan cara meningkatkan batas usia perkawinan.
LANDASAN SOSIOLOGIS
Perkawinan anak di Indonesia trendnya semaik naik, dimulai dari awal berdirinya negara ini, bahkan di masa penjajahan ditemui perkawinan anak (perempuan) di usia 8 samapi 10 tahun. Akibat dari perkawinan anak bagi kaum perempuan adalah adanya eksploitasi seksial dan tindak kekerasan.
Di era kolonial, persetubuhan terhadap anak termasuk dalam perkawinan dianggap sebagai pemerkosaan dan harus diadili dan tertuang dalam KUHP .
Untuk memberantas perkawinan anak di Tahun 1937 adanya usul penertiban aturan pencatatan perkawinan menyebut batasan perkawinan atau pernikahan bagi perempuan yaitu usia 15 (lima belas) tahun. Namun hal ini banyak mendapat pertentangan.