Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tiga Landasan Terbitnya Undang-Undang No 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan

17 Mei 2023   08:25 Diperbarui: 17 Mei 2023   08:35 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak sangat senang berduan dan bersamaan dengan teman-temannya (Hamim Thohari Majdi)

Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 telah dilakukan perubahan melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, hal pokok dalam perubahannya adalah pasal 7 berkaitan dengan batas minimal  usia perkawinan.

Ada tiga landasan yang digunakan terbitnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yaitu ; landasan filosofis, landasan sosiologis dan landasan yuridis.

LANDASAN FILOSOFIS

Berkaitan dengan pandanngan hidup, kesadaran dan cita hukum meliputi suasana kebatinan serta falsafah hidup bangsa Indonesia yang terangkum dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, bahwa cita besar bangsa Indonesia adalah menjamin  kesejahteraan tiap warga negara, termasuk di dalamnya melindungi hak anak.

Dalam Undng-Undang Dasar 945 pasal 28 D, bahwa setiap orang baik laki-laki maupun perempuan, termauk anak-anak  dan orang dewasa berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,  dan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan  hukum.

Sehingga perlu menghapus perlakuan disikriminatif dalam perkawinan bagi kaum perempuan dengan cara meningkatkan batas usia perkawinan. 

LANDASAN SOSIOLOGIS

Perkawinan anak di Indonesia trendnya semaik naik, dimulai dari awal berdirinya negara ini, bahkan di masa penjajahan ditemui perkawinan anak (perempuan) di usia 8 samapi 10  tahun. Akibat dari perkawinan anak bagi kaum perempuan adalah adanya eksploitasi seksial dan tindak kekerasan. 

Di era kolonial, persetubuhan terhadap anak termasuk dalam perkawinan dianggap sebagai pemerkosaan dan harus diadili dan tertuang dalam KUHP .

Untuk memberantas perkawinan anak  di Tahun 1937 adanya usul penertiban aturan pencatatan perkawinan menyebut batasan perkawinan atau pernikahan bagi perempuan yaitu usia 15 (lima belas) tahun. Namun hal ini banyak mendapat pertentangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun