Hari raya idul fitri identik dengan mudik dan menyambung tali silaturrahmi, baik keluarga, teman kerja, teman sekolah, tetangga dan lainnya. Momen ini menghilangkan  pembatas dalam berbagai istilah, semua lebur dalam kesederajatan.Â
Mudik tujuan utamanya ke kampung halaman bertemu orang tua dan sanak saudara. Ritual tahunan yang menjadi ruh mengais rizki di tanah orang. Kini Hari Raya menjadi ajang yang semuanya bisa memaklumi.
Makan bareng-bareng adalah acara yang ditunggu-tunggu, mengenang masa lalu dengan segala keterbatasan dan kesederhanaan karena situasi. Â Tentu menu dan sajian masing masing keluarga. Masing-masing daerah sangatlah beda, punya ciri khas tersendiri, walau sama namanya. Misal lodeh ada yang suka tewel, kates, manisa dan lainnya.
Kerang hijau, suguhan khas pesisir, dimasak secara kekinian asam manis selalu jadi idola dan rebutan, waktu kecil kami selalu berebut karena yang tersaji tidak imbang dengan yang menikmati satu banding empat. Kini semuanya bisa menikmati masing-masing satu porsi bahkan kalau mau tambah juga boleh.Â
Menu masa kecil bukan tentang nikmatnya saja, namun ada histori yang sangat dalam di setiap suapan, tampak orang tua, Â masa lalu dan perebutan bila jatahnya sangat minim.Â
Untung saja lrbaran kali ini diaktifkan kembali setelah corona yang menyekat segalanya  kamk bisa menikmati kerang hijau penuh gizi.