Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nyepi-kan Konflik Sosial dan Menyucikan Jiwa di Bulan Ramadan

24 Maret 2023   23:11 Diperbarui: 24 Maret 2023   23:21 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia adalah negara yang beragam baik budaya ataupun agama, kabar baiknya keragaman itu menjadi kekuatan untuk mengerakkan pembangunan nasional pada komponen-komponen yang ada, sehingga memudahkan koordinasi dan membuat simpulnya. Sedang kabar buruknya agama dicampuradukkan dan dipertentangkan dengan budaya baik budaya lokal ataupun lintas pemeluk agama, sehingga konflik atas nama agama tidak bisa dihindari.

Tahun 2022 Indonesia mencanangkan sebagai tahun toleransi dengan gerakan moderasi beragama, harapannya adalah adanya kesamaan pandang tentang ranah agama yang tidak bisa dicampuri oleh orang lain (agama lain) dan area mana yang bisa dikompromikan.  Karena stabilitas, ketenangan dan ketenteraman adalah modal untuk suksesnya pembangunan.

JANGAN MENGUSIK WILAYAH RITUAL

Toleransi beragama adalah menghormati masing-masing pemeluk agama untuk menjalankan ritual keagamaan masing-masing agama. Sebab ritual inilah yang membedakan satu agama dengan lainnya. Agama adalah kepercayaan, maka apa yang diajarkan oleh penganut agama harus mempercayai nilai-nilai yang diajarkan dalam agamanya.

Dalam konteks toleransi, keberagaman itu bukan berkaitan dengan benar atau salah, tetapi lebih mengarah kepada percaya atau tidak, sebab tidak semua ajaran agama bisa diterima secara rasional (masuk akal) oleh pemeluk agama lain. 

Kegiatan ritual yang tidak boleh diganggu ketika dilakukan di tempat (rumah) ibadahnya, karena kawasan ini merupakan tempat suci dan disucikan. Toleransi adalah turut menjaga kekhusyukan pelaksanaan ibadah umat lain.

Jangan sekali-kali mengusik ritual di rumah ibadahnya, laksana membangunkan singa lapar, pandang tajam terkam dan memangsa. Inilah yang diharapkan dalam toleransi menghargai dan melindungi. 

MUNCULNYA KONFIL KARENA SOSIAL

Semua ajaran agama mengajak umatnya melakukan kebaikan dan menyembah Tuhan yang dipercayai. Sehingga dalam tataran sosial harusnya tidak ada konflik yang muncul karena sentimen agama, sebab masing-masing membawa kebaikan dan misi kedamaian.

Penggorengan isu-isu kecil tentang kulit pemeluk agama inilah yang kemudian membesar dan asapnya kian ke mana-mana membuat banyak sesak nafas, lalu melakukan upaya penyelamatan diri dan mempertahankan keyakinannya.

Nafsu pemeluk agama yang  ingin mengajak orang lain memahami dan mau mengikuti apa yang diyakini  merupakan bibit sentimen yang sangat pedas,   

Zaman gini kalau masih suka menggoreng isu keagamaan, sepertinya bangun kesiangan. Bersandinglah dengan tenang dan nyaman bersama siapapun, karena kehidupan sosial tidak memerlukan kasta dan agama untuk berbaur dan mengaduk kepekaan menuju damai bersama.. Memang ranah sosial inilah praktek keagamaan paling nampak dan diketahui banyak pihak, namun kalau tidak ada yang mulai menggesek, percikan api tak pernah ada. Komitmen toleran adalah membangun pranata sosial dengan  balutan humanis.

NYEPI KAN KEGADUHAN

Senduro adalah termasuk salah satu desa percontohan "desa sadar kerukunan" tingkat Jawa Timur, sebagai gambaran bahwa di Senduro ada tiga agama yang hidup bersandingan dengan tenang yaitu Islam, Hindu dan Kristen, Bahkan Pure terbesar se Asia tenggara berada di Senduro Kabupaten Lumajang.

Menurut penuturan para sesepuh Hindu, Pura Mandara Giri Semeru Agung merupakan pura tertua, dan masyarakat Bali melaksanakan ritual di desa Senduro ini. 

Pawai ogoh-ogoh yang ditampilkan saat Hari Raya Nyepi di Senduro bahkan dimeriahkan pula oleh remaja putri muslim dalam barisan pawai melantunkan Shalawat. Sungguh indah toleransi di desa Senduro.

Walau kegaduhan dan keriuhan dalam pawai ogoh-ogoh namun tetap dalam dimensi keagamaan, sehingga melahirkan kekhitmatan dan kesahduan, me-NYEPI-kan kegaduhan emosional atau amarah.

Bahkan di desa Pakel Kecamatan Gucialit Kabuapten Lumajang, dalam perayaan Nyepi, seluruh warganya sepakat untuk menutup jalan dan menghentikan sementara operasional kendaraan bermotor sehari Raya Nyepi. Walau di desa itu tidak saja dihuni oleh masyarakat Hindu. 

RAMADAN LEBIH SEPI

Di desa Pakel, desa Senduro dan desa-desa lain di kabupaten Lumajang yang memiliki keragamaan agama, justru di bulan Ramadan menjadi sepi orang mempertontonkan makan dan minum di tempat umum, bahkan merokok pun bagi mereka yang tidak wajib berpuasa, menghisapnya di rumah atau tempat-tempat privasi.

Kesucian bulan Ramadan justru umat Islam tidak mempermasalahkan umat lain untuk mengkonsumsi makan dan minuman di warung atau cafe, makanya peringatan yang terpampang "Hormati yang tidak puasa". Tidak boleh aa perasaan dongkol ketika melihat orang tidak berpuasa, karena hakekat puasa adalah mensucikan diri bukan memprovokasi.

Bulan Ramadhan di penghujung Hari Raya Nyepi tetap enjoy dan Happi karena tertanam kuat toleransi. Hati yang suci akan lebih bijaksana bersikap, serta memaknai hari raya Nyepi adalah menghilangkan pengaruh duniawi atau materi angkara murka. Nyepi dan Ramadan 20123 harapannya ke sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun